Mohon tunggu...
Diana PutriArini
Diana PutriArini Mohon Tunggu... Psikolog - Diana Putri Arini

Penyuka filsafat hidup, berusaha mencari makna hidup agar dapat menjalani hidup penuh kebermaknaan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sadar Sehat Mental atau Glorifikasi Gangguan Mental?

4 Agustus 2021   07:05 Diperbarui: 4 Agustus 2021   07:29 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Singkatnya jika kita berkenalan dengan orang lain kita akan merujuk pada objek atau sifat ertentu, misal : saya diana, penyuka warna ungu yang ceria. Namun sekarang menjadi trend, saya XXX seorang bipolar. 

Point ini menjadi pertanyaan benarkah mereka sadar kesehatan mental ataukah glorifikasi terhadap gangguan mental? Seseorang yang mengalami obsessive compulsive disorder akan merasa betul kepayahan karena berusaha untuk melakukan kegiatan berulang kali dan isi pikiran mereka begitu penuh. Hanya karena inidvidu punya kecenderungan satu simtom gangguan tertentu misal berulang kali cuci tangan, tidak bisa langsung didiagnosis mengalami gangguan obsesif kompulsif. 

Istilah meromantiskan gangguan mental diungkap oleh Shrestha (2018) merujuk pada kondisi dimana individu menganggap gangguan mental adalah suat hal yang kekinian dan menarik. Dulu stigma gangguan mental dianggap buruk dan berbahaya, sekarang stigma gangguan mental dianggap sesuatu yang dimaklumi dan menjadi tren. 

Banyak artikel mengungkapkan bagaimana media dianggap meromantiskan gangguan kejiwaan. Ryder (2020) menganggap netflix suka sekali meromantiskan gangguan jiwa di film-film mereka seperti film 13 reasons why. Film Korea yang saya anggap meromantiskan gangguan kejiwaan adalah Kill Me, Heal Me. 

Tentang seorang pengusaha sukses yang memiliki 7 identitas dalam tubuhnya. Awalnya saya tertarik menontonnya namun lama kelamaan terganggu alur dan penyampaian salah mengenai Dissosiative Indentity Disorder. 

Tokoh utama katanya sudah lama mendapatkan penanganan dari tenaga profesional, namun mengapa harus menunggu seorang gadis muda kebetulan berprofesi psikiater untuk membuat kepribadiannya utuh? Padahal ia mengetahui ada banyak identitas dalam dirinya dan tahu kapan mereka keluar namun mengapa tidak berusaha mengintegrasikan antar identitas dengan membuat dialog antara host dan alter ? 

Kembali ke meromantiskan gangguan kejiwaan yang dianggap sebagai trend. National Alliance Mental Illness  (2019) mengungkap adanya perubahan antara stigma gangguan kejiwaan menjadi sebuah sensasi karena pemahaman salah di media.  

Nami mengatakan sensasi gangguan kejiwaan membuat kelompok tertentu menganggap masalah kesehatan mental adalah kondisi tragis yang indah. 

Mereka mengekspos kondisi mereka di media sosial dalam rangka mencari simpati, rasa kasihan namun tidak berusaha mencari pertolongan ke tenaga profesional. Romantisasi gangguan mental merupakan tantangan dan masalah baru bagi praktisi agar bisa memberikan penjelasan utuh kepada masyarakat. 

Beberapa waktu lalu saya sempat mendapat pesan dari suatu komunitas dari luar negeri untuk meminta saya menjadi brand ambassador suatu produk sebagai bentuk dukungan terhadap kesehatan mental. Pernah juga mendapatkan email dari perusahaan pakaian renang di Swedia untuk mengajak dukungan self love dengan menggunakan produk baju renang mereka. 

Saya sedikit bingung hubungan self love terhadap pakaian renang? Setelah mendengarkan penjelasannya, ia mengatakan pakaian renang mereka didesain untuk siapapun tanpa harus khawatir lemak yang banyak ataupun kulit tidak sempurna. Saya hanya menjelaskan terdapat perbedaan budaya antara Indonesia dan Swedia, penggunaan pakaian renang sebagai bentuk self love hanya akan menimbulkan protes. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun