Namun tanpa dinyana, karena kelas tersebut sebagian besar adalah cowok, maka memang itulah mereka yang sebenarnya, atau seolah mereka dengan sengaja menguji dan mem-bully guru baru, kata-kata mereka di grup langsung mengarah ke kata-kata jorok, seperti kata-kata cowok pada umumnya. Yang ini membuat Kenanga tersenyum-senyum sendiri karenanya.Â
"Kenapa kamu tersenyam-senyum sendiri? Seperti orang aneh!" kata Triyan.
Ketua kelas, akhirnya, sepertinya dengan terpaksa, segera mengeluarkan lagi Kenanga dari grup kelas tersebut.
"Memang, mereka itu seperti wali kelasnya!" kata Kenanga sambil melirik Triyan.
Triyan mau protes, namun kemudian terhenti karena Kenanga tiba-tiba berdiri sambil menelepon seseorang, "Di ruang mana Mas? Oke, saya kesitu.." kata Kenanga sambil melirik tajam Triyan, lalu menutup teleponnya, lalu beranjak dari tempat tersebut.
Triyan menunduk, menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyumÂ
...
"Haloo..." sapa Kenanga begitu masuk kelas, sambil tersenyum.
Tidak ada yang menjawab, hanya ketua kelas yang menjawab, namun nampaknya dia sulit memposisikan diri. Di satu sisi dia tidak enak terhadap guru baru dan teman-temannya memperlakukan guru baru seperti itu, tapi di sisi lain seolah ia menanggung beban sepenanggungan, tidak bisa menyalahkan teman-temannya yang bersikap seperti itu terhadap guru baru, apalagi guru kimia.
Kenanga duduk di kursinya dengan nyaman dan mengamati siswa-siswanya dengan santai.
Siswa-siswanya tegang, wajahnya hitam kelam bagai langit tak berbintang, tatapan mata penuh kebencian, tatapan mata menolak, ada yang main game dan gawai, bahkan ada siswa yang satu kakinya diangkat ke kursinya.Â