"Aku? Aku dulu sebelum resign sudah mempersiapkan dua buah jawaban jika ada dua pertanyaan yang mungkin muncul di kemudian hari.Â
'Pertama, siapa yang akan menggantikanmu ketika kamu mengundurkan diri jadi pejabat? Kedua, kenapa kamu mengundurkan diri, padahal di timmu banyak orang yang bisa membantumu?'" jawabku.
"Terus gimana Mba?" tanya Nisa lagi.
Aku ingin menjawab pertanyaan Nisa, tapi malas, terlalu panjang.Â
Jadi, alih-alih menjawab pertanyaan Nisa via WhatsApp aku bicara sendiri di hatiku.
Maka akhirnya aku menjebak bos dan para guru baru itu untuk bekerja. Dan begitulah kenyataannya, mereka bisa bekerja dan menyelesaikan pekerjaannya. Meskipun banyak cacat disana-sini, yang salah satu cacatnya itu, justru bisa menjawab pertanyaanku yang kedua dengan sempurna.Â
Maka, jika aku ditanya kedua pertanyaan di atas, aku bisa menjawab. Pertama, mereka yang akan menggantikan, karena kenyataannya mereka bisa mengerjakan, ini buktinya.
Kedua, saya tidak bisa bekerja sama dengan mereka, karena kenyataannya mereka diberi pekerjaan bosnya saja, sering izin, apalagi diberi pekerjaan oleh saya, yang statusnya lebih rendah dari mereka, ini buktinya.
Aku lalu merenung lagi.Â
Aku tersenyum, tapi juga sedih. Aku sedih, tapi juga tidak ingin terlihat begitu menyedihkan di dunia ini.
Aku memegangi lagi cangkir kopiku. Hari panas ini, alih-alih aku membuat es kopi yang menyegarkan, aku membuat kopi panas, agar saat aku memegang cangkir kopi tersebut, rasa panas atau hangat yang kupegang itu, dapat menjalar dan menghangatkan hatiku yang dingin sedingin es batu.