"Ini kita diminta membuat produk unggulan, uangku belum diganti. Coba nanti aku maju lagi ke bendahara sekolah ya, sekaligus minta uang lelah, barangkali rezeki, sehingga barangkali kita diberi. Lumayan lho, minimal kita kerja tiga hari berturut-turut."Â
"Ya lumayan. Tiga hari. Aku sehari di sekolah, yang dua hari uji coba resep lembur di rumah." Kata Liyana
"Sama, aku juga lembur di rumah. Lah soalnya kalau di sekolah kita waktunya kepotong sama ngajar dan kadang-kadang administrasi sekolah." Kata Halima.
"Ya, aku juga bikin di rumah terus. Sebenarnya sih, aku bisa uji coba di sekolah, tapi waktunya terbatas. Aku saja, kemarin produknya harus dioven selama 12 jam lebih, ya tidak mau aku harus lembur dan nginap-nginap di sekolah." Kataku.
"Yap, betul, tidak maunya di lemburnya. Dapat uang lembur tidak, mending dikerjakan di rumah!" Kata Halima lagi.
"Tapi seharusnya kita berhak, minimal dapat ganti uang gas lho..coba deh nanti aku minta ganti ke sekolah. Syukur-syukur kita juga dapat upah lembur juga ya, seikhlasnya deh!" Kataku.
"Yap..betul, sana maju!" Kata Halima.
"Ini aja harusnya kita dapat uang makan siang kan ya?" Kata Liyana. "Lapar tahu!"
"Haa..berharap ya?!" Kataku. "Jangan harap!"Â
Nisa cuma tersenyum mendengar obrolan kami. Tapi melihat senyumnya lebih lepas dari sebelumnya, mungkin dia jauh lebih lega karena uang pribadinya sudah diganti.
"Lapar gaiss, lapar..! Ayo kita cari makan dulu. Baru kerja lagi, melanjutkan pekerjaan tadi yang belum selesai." Kata Liyana.