#2 Pinjam Uang untuk Goreng Pisang
Rabu, pagi hari, sekitar jam 07.30, aku masuk ke ruang guru. Liyana sudah duduk di kursinya sambil haha-hihi menatap laptop di depannya, apalagi kalau bukan karena nonton serial reality show Running Man. Halima juga sudah duduk dengan tegak di kursinya, tetapi tangan dan matanya fokus ke gawai, yang berada hampir tepat di depan mukanya.
Aku? Aku yang baru masuk ke ruangan, dianggap tidak penting oleh mereka. Mungkin dianggap hantu gentayangan yang baru masuk ke ruangan, dan tidak penting untuk dipedulikan.
Aku duduk dan ikut-ikutan membuka gawaiku. Tapi karena aku tidak betah berlama-lama membuka gawai, aku ganti dengan membuka buku bacaan. Apapun buku bacaan yang ada di depanku.
Hening. Hanya haha-hihi suara tawa Liyana yang sekali-sekali terdengar.
Namun tak lama kemudian Halima berkata, "Eh, tadi aku dipesani sama si musafir, Tika, katanya di ruang sebelah ada pisang banyak. Kalau kita mau, tinggal ambil aja katanya!" Kata Halima.
"Oh ya, aku juga ditawari kemarin. Katanya ambil aja, nggak apa-apa, itu bos berdua juga sudah ambil banyak, katanya. Tapi karena aku kurang tertarik, aku juga cuma ambil secukupnya, hanya untuk menghormati si Tika saja." Jawabku.
Halima tersenyum, lalu kembali melihat ke gawainya.
Sedangkan Liyana, Liyana yang masih kurang fokus, masih haha-hihi ke laptopnya, dan akhirnya hanya bertanya, "Apa sih?"Â
"Itu ditawari pisang, di ruang sebelah." Jawabku.
"Oh.." jawab Liyana, lalu kembali fokus ke laptopnya.