Menoreh Farm Stay benar-benar beruntung karena dikelilingi oleh perbukitan yang masih hijau oleh pepohonan. Bahkan pucuk Puncak Widosari terlihat dari kejauhan berada di sisi timur vila.Â
Menoreh Homestay terdiri dari 4 vila yang Villa Lawangsih, Villa Widosari, Villa Menoreh dan Villa Suralaya dengan total 10 kamar.Â
Setiap kamar dilengkapi dengan bed berukuran dobel, water heater, slippers,  AC dan kamar mandi dengan fasilitas handuk, heater, toiletries, sabun mandi dan shampo. Televisi android dengan sinyal wifi yang ngebut. Layanan kamar seperti laundry juga tersedia. Menarik, sangat jarang menemukan jemuran baju portable yang sudah dilengkapi dengan hanger (gantungan baju).
Harga kamar sudah termasuk sarapan. Untuk makan malam atau makan siang tidak perlu khawatir karena Menoreh Home Stay menyediakan restoran dengan varian menu yang cukup lengkap. Andrawina Resto juga terbuka untuk tamu yang tidak menginap dan hanya sekedar ngopi sambil menikmati sejuknya hawa perbukitan Menoreh dan puncak Widosari.Â
Tidak hanya berfungsi sebagai tempat transit atau tempat istirahat setelah mengeksplor Kulon Progo. Menoreh Farm Stay juga sangat cocok untuk staycation atau bekerja online. Para tamu bisa bersantai atau ikut dalam kegiatan berkebun.Â
Area sekeliling villa ditanami dengan rupa-rupa sayuran yang ditanam secara organik. Sebagian besar kebutuhan sayur di Andrawina resto berasal dari kebun ini. tidak hanya untuk operasional villa, para tamu juga dapat memanen sayuran di sini untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Sawi, buncis, kangkung, terong dan lain-lain dapat dipetik sendiri kemudian ditimbang. Â
Makan malam hari itu terasa berbeda karena dimasak dari hasil kebun organik. Lalapan yang berupa daun selada, tomat dan timun sangat fresh, masih krenyes-krenyes. Begitu juga dengan sayur kangkungnya. Sebelum makan malam saya sempat mencicipi cemilan khas Kulon Progo yaitu geblek.
Geblek adalah kudapan khas daerah Kulon Progo yang berbahan dasar tepung tapioca yang dibumbui bawang putih dan garam lalu digoreng. Rasa dan tekstur hampir mirip dengan cireng. Geblek dan wedang secang panas menemani malam kami yang mulai berkabut.Â
Hawa dinginnya mulai terasa. Beberapa saat kemudian hujan deras, wah kami jadi enggan beranjak ke kamar dan melanjutkan ngobrol di Andrawina Resto. Begitu hujan reda saya pamit ke kamar untuk berisitirahat meninggalkan dua kawan yang masih ngobrol.Â
Sisa-sisa hawa dingin masih terasa keesokan harinya. Saat matahari muncul saya memutuskan untuk berkeliling ke kebun. Sekalian menikmati sinar matahari yang hangat. Begitu sarapan sudah siap saya langsung bergegas turun ke resto. Aroma nasi goreng sudah tercium sementara perut keroncongan saya sudah tidak tahan lagi.