Mohon tunggu...
Dian Purnama
Dian Purnama Mohon Tunggu... Freelancer - klaverstory.com

-Job fils your pocket, adventure fils your soul-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sound of Borobudur Musik Lintas Bangsa, Borobudur Destinasi Super Prioritas

3 Juli 2021   09:07 Diperbarui: 3 Juli 2021   19:26 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Borobudur warisan dunia (dokumen pribadi)

Senang rasanya bisa turut serta dalam salah satu rangkaian acara Sound of Borobudur melalui konferensi internasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Kreatif Republik Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Padma Svargantara dan Kompas Grup kemarin hari Kamis 24 Juni 2021.

Konferensi berlangsung satu hari penuh dari pagi sampai sore. Asyik menyimak diskusi dan fokus ke layar smartphone seharian membuat mata liyut-liyut dan pinggang pegal setelah zoom meeting selesai.

Andai saja menghadirinya secara langsung, sayang sekali pandemi membuat acara seperti ini harus dilakukan secara daring karena jelas tidak mungkin mengadakan kegiatan yang mengumpulkan banyak orang. Para tamu undangan yang hadir dalam konferensi ini pun sangat dibatasi jumlahnya dan menjalankan protokol kesehatan yang ketat termasuk melakukan swab test

Konferensi internasional yang mengambil tema Music over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik diselenggarakan di Balkondes (Balai Ekonomi Desa) Karangrejo, Magelang, Jawa tengah.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Sandiaga Salahuddin Uno, berkesempatan hadir sebagai keynote speaker sekaligus membuka konferensi.  

"Relief Borobudur menyimpan pengetahuan agama, sejarah, budaya, seni termasuk seni musik. Seni musik di abad 8 begitu dekat di keseharian masyarakat tampak pada upacara ritual keagamaan/ budaya. Pada masa itu musik sudah menjadi media ekspresi, komunikasi dan diplomasi. Borobudur juga mengingatkan kita akan nilai luhur yang mendalam tentang keberagaman, toleransi dan persahabatan." jelas Sandiaga Uno.

Di bagian akhir Bapak Menteri berharap menjadikan Borobudur pusat musik dunia dan juga pusat tradisi dunia.  

Menparekraf Sandiaga Uno membuka Konferensi Internasional Sound of Borobudur Music over Nations secara daring (screen shoot zoom dokumen pribadi)
Menparekraf Sandiaga Uno membuka Konferensi Internasional Sound of Borobudur Music over Nations secara daring (screen shoot zoom dokumen pribadi)
Purwa Tjaraka, pengampu utama Yayasan Padma Sada Svargantara, dalam sambutannya menyampaikan musik Borobudur dapat berkembang lintas zaman, dinikmati semua orang  dan ingin memperkenalkan fakta peradaban luhur ini ke dunia pendidikan.

Di abad 7-8 orang-orang Borobudur menjalin persahabatan antar bangsa melalui musik sehingga terjadi interaksi budaya dan bangsa. Relief candi Borobudur bukan penemuan baru memang sudah ada sejak abad ke 8 sampai sekarang. Relief-relief ini awalnya hanya sebatas pengetahuan tetapi eksplorasi lanjutan relief musik adalah sebuah gagasan yang brilian.

Alat musik yang terpahat di relief dicari, diproduksi, direka ulang kemudian dicari bunyinya. Setelah itu alat musik tersebut dikumpulkan lagi di Borobodur untuk dibunyikan sebagai identitas musik Borobudur dan bukti tingginya peradaban nenek moyang.

Sementara itu Gubernur Jawa tengah Ganjar Pranowo yang sedang berada di Blora melalui video online menggaris bawahi upaya-upaya membunyikan musik di Borobudur sambil mengharapkan segera terealisasi kolaborasi musisi dan alat musik dari pelosok nusantara termasuk melibatkan orang-orang muda di Borobudur untuk ikut memainkan musik Borobudur segera terwujud. Di akhir sambutan Pak Ganjar tidak lupa  mengingatkan peserta untuk tetap mematuhi protokol kesehatan.

Alunan nada dari alat musik etnik yang dimainkan oleh para musisi terdengar indah dalam balutan instrumentalia.

Kali ini Indonesia Pusaka terdengar tidak biasa, ada rasa haru yang tidak dapat saya jelaskan waktu mendengar suara Trie Utami menyanyikannya. Diiringi alat musik yang keluar dari pahatan relief Borobudur setidaknya mampu membuat sisi nasionalisme saya tidak terbendung.

Tidak hanya berkumpul untuk bermusik, para musisi juga berdiskusi di Borobudur. Musik dilihat dari berbagai dimensi maka dalam konferensi ini dihadirkan sejumlah nara sumber yang berpengalaman dan pakar di bidang musik, etnomusikologi, cagar budaya tak benda, pariwisata, akademisi, praktisi pariwisata dan ekonomi kreatif.

Musisi dari Laos, Vietnam, Filipina, Myanmar, Italia, Jepang, Taiwan, Cina, Amerika dan Spanyol  juga turut berpartisipasi. Sementara itu peserta secara daring berasal berbagai wilayah di Indonesia dan luar negeri serta beberapa KBRI.

Membunyikan musik Borobudur

Lute langsing salah satu alat musik yang terpahat di relief Borobudur (dokumen pribadi Riana Dewi)
Lute langsing salah satu alat musik yang terpahat di relief Borobudur (dokumen pribadi Riana Dewi)

Ditemukannya 226 gambar alat musik dan 45 panel ansambel musik yang ada di Borobudur menunjukkan kegiatan bermusik ternyata sudah ada pada masa itu. Lalu memunculkan pertanyaan bagaimana ragam alat musik sebanyak itu bisa ada di Borobudur?

Profesor Emerita Margaret Kartomi AM, FAHA, Dr, Phil seorang Guru Besar di Sir Zelman Cowen School of Music and Performance, Monash University  Australia memberikan penjelasan dari aspek etnomusikologi.

Salah satu relief menunjukkan sebuah silifon kayu atau bambu ternyata agak mirip dengan gamelan talak bala di Lampung. Pada relief lain ditemukan genta yang mirip dengan genta yang ada di India. Hal itu menunjukkan adanya keterhubungan antar bangsa khususnya melalui alat musik.

Bisa jadi pada abad tersebut Borobudur menjadi tempat berkumpulnya para musisi dari berbagai bangsa atau malah sebaliknya orang-orang Borobudurlah yang menyebar ke berbagai negeri.

Upaya pencarian untuk membunyikan suara musik di Borobudur adalah proses yang panjang. Alat-alat musik yang terpahat di relief candi ternyata tidak ditemukan di Borobudur dan Jawa tetapi sudah menyebar ke 34 provinsi Indonesia dan 40 negara di dunia.

Melihat fakta sejarah sangat tepat menyatakan bahwa Borobudur pusat musik dunia, mungkin saja sejarah musik dunia berawal dari Borobudur.

Addie MS musisi kebanggaan Indonesia, komposer, produser  dan pendiri Twilite Orchestra menyatakan musik sebagai komunikasi antar bangsa yang paling mudah dipahami. Musik adalah lingua franca meskipun para musisi itu berasal dari berbagai penjuru negeri, berbicara bahasa yang berbeda dan membawa alat musik yang beragam.

Melalui relief di Borobudur khususnya 45 panel ansambel tergambar perbedaan alat musik menjadi kekayaan yang menciptakan satu harmoni yang indah. Sebuah orkestra tidak mungkin hanya membunyikan satu alat musik saja kan? Musik juga sebagai bahasa pemersatu yang menyatukan perbedaan pandangan, ideologi dan politik.

Musik sebagai diplomasi budaya, inilah poin penting dikerjakan oleh Tantowi Yahya musisi yang saat ini menjabat Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh untuk Selandia Baru, Samoa, Tonga, Cook Islands dan Duta Besar Keliling untuk wilayah Pasifik.

Menilik latar belakang masyarakat Pasifik yang mencintai seni dan budaya, family oriented, ramah, baik dan hormat kepada orang lain, musik diplomasi adalah bahasa universal yang menjadi solusi mengatasi perbedaan bahasa dan budaya, jembatan komunikasi untuk saling memahami dan memperkuat relasi.

Sejak tahun 2018 Kedutaan Besar Republik Indonesia di Wellington mengadakan berbagai pertunjukan musik sebagai bentuk diplomasi budaya termasuk mengenalkan alat musik Indonesia.

Atmosfer baru Sound of Borobudur, Borobudur sebagai Destinasi Super Prioritas

Borobudur ditetapkan sebagai 5 destinasi super prioritas (screen shoot zoom dokumen pribadi)
Borobudur ditetapkan sebagai 5 destinasi super prioritas (screen shoot zoom dokumen pribadi)

Sebagai upaya untuk mendukung  program Wonderful Indonesia tahun 2018 pemerintah menyiapkan 5 destinasi super prioritas yaitu Danau Toba, Mandalika, Labuhan Bajo, Likupang dan Borobudur.

Tidak diragukan lagi Borobudur sebagai situs warisan dunia laksana perpustakaan raksasa lumbung ilmu pengetahuan, budaya dan seni termasuk seni musik. 1.460 relief candi, kira-kira panjangnya 5 km menjadi bukti akan fakta tersebut.

Sudah begitu banyak penelitan dan karya ilmiah yang dilakukan  dan ditulis oleh para akademisi dari aspek cultures studies, arkeologi, antropologi, etnomusikologi dan sejarah.

Prof Dr M Baiquni MA, pakar geografi pembangunan, pendiri Sustainable Tourism Action Research Society berterima kasih kepada Purwa Tjaraka dan Tri Utami musisi Indonesia yang berada di balik Sound of Borobudur movement, sebuah kegiatan yang unik dengan menggabungkan action (gerakan) dan authenticity (keaslian) musik bersamaan dengan jalur akademik.

Selanjutnya sebagai usaha menghadapi pandemi, pariwisata harus mampu berinovasi, berkolaborasi dan beradaptasi dengan situasi dan paradigma baru yaitu quality (kualitas pariwisata) dan sustainable tourism (pariwisata yang berkelanjutan).

Mengingat pariwisata adalah kekuatan besar yang menggerakan pembangunan menyangkut dimensi kemanusiaan, ekonomi, sosial, lingkungan hidup, kesempatan kerja dan usaha kecil.  

Beliau juga mengungkapkan 4 A (+ Atmosphere) dalam pariwisata yaitu Attractions, Accessibility, Amenities, Ancillary Services, khusus di Borobudur ada tambahan 1A yaitu Atmosphere. Atmosfer ini hadir melalui Sound of Borobudur, diharapkan menjadi kekuatan baru (quality dan sustainable tourism) yang terus dikembangkan.

Lebih lanjut Direktur Industri Musik, Seni Pertunjukan dan Penerbitan Kemenparekraf RI Dr  Muhammad Amin, SSn, MSn, MA memberikan penjalasan mengenai pengembangan pariwisata dan storynomic.

Storynomic merupakan strategi marketing lewat sebuah cerita yang mengandung nilai ekonomi sehingga menarik orang untuk melakukan pembelian.

Sebagai destinasi super prioritas Borobudur memiliki keunggulan ekosistem pariwisata bertema heritage sehingga Sound of Borobudur memiliki storynomic dalam aspek budaya, sejarah, entertainment, ekonomi berbasis masyarakat dan nilai warisan peradaban luhur. Melalui dua pendekatan yaitu etnomusikologi dan storynomic pemerintah mempunyai program pengembangan komunitas yaitu AKSILARASI (Aksi, Selaras dan Sinergi).

Program AKSILARASI memberikan dukungan terhadap seniman, musisi dan penulis lokal untuk menciptakan produk kreatif yang terinspirasi dari budaya lokal, membawa nilai tambah pada produk tersebut serta mampu memenuhi kebutuhan atraksi pariwisata yang merefleksikan kearifan lokal.

AKSILARASI akan melahirkan sociocretivepreneur yang memberikan pengaruh pada masyarakat sekitar. Kolaborasi Sound of Borobudur dan AKSILARASI akan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar Borobudur.

Moe Chiba dari UNESCO mengungkapkan ide Sound of Borobudur sangat bagus karena membuat turis tidak lagi terfokus pada candi sebagai bangunan dan memperoleh pengetahuan lebih dalam tentang situs tersebut.

Pertunjukan musiknya bisa dinikmati oleh semua orang termasuk mereka yang berkebutuhan khusus dan difabel. Keberadaan panggung yang tersebar di berbagai desa akan memberikan lapangan pekerjan baru untuk masyarakat lokal.

Sesi ke dua ditutup oleh pemaparan dari Sulaiman Shedek perwakilan dari VITO (Visit Indonesia Tourism Office) Singapura mengungkapkan rasa bangganya terhadap Sound of Borobudur dan berharap pariwisata di Indonesia kembali menggeliat.

Ivan N memainkan sasando saat jam session (Screen Shoot zoom meeting dokumen pribadi)
Ivan N memainkan sasando saat jam session (Screen Shoot zoom meeting dokumen pribadi)
Konferensi selesai tetapi Sound of Borobudur tidak pernah usai. Bunyinya akan terus terdengar sepanjang waktu, dalam format orkestra 40 pemain akan terus memainkan alat-alat musik yang selama 13 abad hanya terpahat di relief candi.

Mendengarkan Jataka, sebuah komposisi karya Dewa Budjana yang menampilkan kolaborasi musisi dan alat musik dari berbagai negara the pipa (Taiwan), kulintang (Filipina), mandolin (Italia), the sheng (Cina), the liuqin (Taiwan), nagauta shamisen (Jepang), ka cap pi (Laos) terdengar meneduhkan meskipun ritmenya sangat dinamis.

Kemudian apa yang terjadi jika seniman bertemu dan diberi ruang di sini? Ya! Jam session secara langsung dari panggung konferensi, musisi nusantara selaku tuan rumah Sound of Borobudur memainkan instrumen petik, tabuh, tiup antara lain hasapi, sasando, sape, tifa dan dawai khas sasak.

Meskipun tanpa latihan dan persiapan saya sungguh kagum dengan musikalitas mereka. Harmoni nada dan suara sangat selaras dan merdu. Sound of Borobudur sudah membunyikan relief-relief alat musik, menjadikan Borobudur pusat musik dunia, destinasi super prioritas dan atmosfer baru pariwisata Indonesia. Borobudur boleh saja menua tapi jiwanya abadi. Borobudur is calling us, Borobudur memanggil kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun