Sesi ke dua ditutup oleh pemaparan dari Sulaiman Shedek perwakilan dari VITO (Visit Indonesia Tourism Office) Singapura mengungkapkan rasa bangganya terhadap Sound of Borobudur dan berharap pariwisata di Indonesia kembali menggeliat.
Mendengarkan Jataka, sebuah komposisi karya Dewa Budjana yang menampilkan kolaborasi musisi dan alat musik dari berbagai negara the pipa (Taiwan), kulintang (Filipina), mandolin (Italia), the sheng (Cina), the liuqin (Taiwan), nagauta shamisen (Jepang), ka cap pi (Laos) terdengar meneduhkan meskipun ritmenya sangat dinamis.
Kemudian apa yang terjadi jika seniman bertemu dan diberi ruang di sini? Ya! Jam session secara langsung dari panggung konferensi, musisi nusantara selaku tuan rumah Sound of Borobudur memainkan instrumen petik, tabuh, tiup antara lain hasapi, sasando, sape, tifa dan dawai khas sasak.
Meskipun tanpa latihan dan persiapan saya sungguh kagum dengan musikalitas mereka. Harmoni nada dan suara sangat selaras dan merdu. Sound of Borobudur sudah membunyikan relief-relief alat musik, menjadikan Borobudur pusat musik dunia, destinasi super prioritas dan atmosfer baru pariwisata Indonesia. Borobudur boleh saja menua tapi jiwanya abadi. Borobudur is calling us, Borobudur memanggil kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H