"Waduh...lo yang bener aja Boy.." Aku protes.
Akhirnya lewat percakapan panjang, ternyata Irish mengalami shock akibat melihat pemandangan yang cukup mengganggu alias Disturbing Picture, dimana waktu Kita menyusuri jalan raya banyak korban yang luka dan meninggal diletakkan di pinggir jalan. Ceceran darah, ternyata yang bikin Irish shock. Berarti Irish memang gak cocok menjadi foto jurnalis. Kalau si Bayu pasti cocok, buktinya dia sepanjang hari kelihatan baik-baik saja. Bahkan sering tertawa-tawa membanyol. Tapi tentu tidak dia pertunjukkan di depan para korban gempa. Bisa dijumroh sama batu bata. Dan Aku gak mau ngakuin dia temen. Hehehe.
"Ya udah sekarang kamu sholat deh Ris.." Aku mencoba memberikan saran agar dia lebih tenang. "Setelah itu kamu istirahat. Jangan diinget-inget lagi ya kejadian tadi siang.Kita berdua tidur di teras. Kalau ada apa-apa panggil Kita ya..!"
Malam itu Aku dan Bayu susah tidur, padahal malam sudah merangkak ke tanggal baru.
"Besok Kita turing saja ya bro..!" Aku lihat Bayu sibuk dengan handphone nya. "Lo dengar omongan Aku gak? Kita jangan kembali ke wilayah bencana. Kita ke sini mau liburan, mau hunting budaya dan wisatanya. Bukan mau motret bencana. Its oke sih, Aku juga dapatin beberapa gambar yang menurut Aku bagus. Tapi Aku memandang dari segi art dan keindahannya meski dalam bencana sekalipun."
Bayu memandang Aku. So sweet banget pandangan bocah ini.
"Pengalaman hari ini terasa banget, sudah belajar tentang foto jurnalistik secara langsung! Tapi Aku juga gak senaif itu untuk kembali ke wilayah bencana karena Aku gak mau Irish trauma seperti yang dia perlihatkan tadi. Â Se tomboy-tomboy nya anak itu. Tetap cewek juga" Â
Alhamdulilah Bayu sependapat dengan Aku. Kita toss. Tapi gak enak banget akhirannya...
"Lo pacarin aja Kan, asal lo bisa jamin persahabatan Kita bertiga gak rusak..!"
Ahh Aku gak mau dengar itu.
"Nyatanya menjadi fotografer jurnalistik itu berat, apalagi jika  lu lemah."Â