Mohon tunggu...
heri af
heri af Mohon Tunggu... Dosen - Traveller- visual design n art

Dosen Fotografi dan Dkv, Mahasiswa aktif pasca sarjana magister ilmu komunikasi, Ketua Alumni SR, Sekjen Alumni Pecinta Alam SMA, Mantan pekerja tv, kontributor foto komersil, konten kreator dan penggiat sosial. I'm a postmodernism, skuteris and i dream journey to pacific crest trail and rest to Andorra...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Parallax (8) Black And White

27 Agustus 2021   21:45 Diperbarui: 27 Agustus 2021   23:28 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari 8

BLACK AND WHITE

Ketika Kita memaknai hidup

Dalam warna hitam dan putih

Kita lupa ada warna abu-abu yang tak tersebut

 

Hampir 10 kilometer lebih Kita bertiga menyusuri jalan raya menuju kota Jogja. Sesekali Aku, Irish atau Bayu kadang mampir untuk sekedar hunting foto. Beberapa korban baik yang meninggal atau luka-luka sudah mulai terangkut oleh mobil bak terbuka. Irish beberapa kali harus menutup matanya demi melihat mayat-mayat yang ditutupi kertas koran teronggok di pinggir jalan.

Ketika hari jelang siang dan Kita sudah mendekati kota, Kita sempatkan kembali mengambil gambar. Namun..

"Mas jangan foto-foto di sini.! Kita bukan obyek wisata!!" hardik seorang bapak tua sambil menunjuk-nunjuk dan mengusir.

Bayu spontan menenangkan bapak itu. "Nggih Pak. Matur suwun pak. Maaf atas kelancangan kita.."  

Ternyata ada beberapa perkampungan yang terkena musibah menuliskan papan :

"KITA TIDAK BUTUH FOTO-FOTO, KITA BUTUH SUMBANGAN!"

Sebuah kenyinyiran yang terasa pedas dari korban bencana. Ini juga pasti ditujukkan pada kita. Lalu pelan-pelan kita mulai memasukkan kamera ke dalam tas masing-masing untuk menghindari tatapan dan menjaga perasaan warga kampung.

Untung tidak lama kemudian ada lagi pick up yang dapat kita tumpangi ke kota. Sepanjang perjalanan Irish banyak terdiam.

Di kota, Bayu kemudian dengan sigap bertanya kepada pemilik warung rokok untuk mendapatkan sebuah kamar murah untuk diinapi sekaligus mandi. Rasanya Kita sudah bau gak karuan.  

"Kan, kata bapak itu, ada kamar harga 50rb!! Kita bilang hanya yang perempuan tidur di kamar, nanti Kita berdua tidur di teras saja. " Bayu lalu mengangkat tasnya. Kita bergegas menuju hotel yang ditunjuk bapak tersebut.

Selesai mandi wajah Kita semua lebih cerah. Aku kembali hensem, tapi Bayu kembali oncom. Hehehe. Memang kalau diperhatikan itu anak mandi gak mandi sama saja. Irish sudah lebih dulu mandi, namun wajahnya tetap terlihat sedih. Pintu kamar hotel, sengaja Kita buka, agar lebih terlihat sopan. Lagi pula tidak ada nyamuk sepertinya malam ini.  

"Ris, kamu sakit ?" Bayu menatap wajah Irish. Aku juga memandang dia.

Irish malah geleng-geleng kepala. Wajahnya semakin mendung.

"Boy, coba deh elo ngelawak. Mungkin dia akan tertawa..!" Aku mencoba memecah suasana ajaib ini.

"Ris, kamu cerita deh ada apa? Jangan bikin Kita berdua jadi bingung." Bayu serba salah. "Apa lo lagi dapet? Tuh si Kana aja yang beli rotinya..."

Roti yang dimaksud Bayu itu pembalut. Jadi perempuan memang lebih repot, dari segala make up sampai pembalut gak bisa gak ada dalam daftar list bawaan mereka.

"Waduh...lo yang bener aja Boy.." Aku protes.

Akhirnya lewat percakapan panjang, ternyata Irish mengalami shock akibat melihat pemandangan yang cukup mengganggu alias Disturbing Picture, dimana waktu Kita menyusuri jalan raya banyak korban yang luka dan meninggal diletakkan di pinggir jalan. Ceceran darah, ternyata yang bikin Irish shock. Berarti Irish memang gak cocok menjadi foto jurnalis. Kalau si Bayu pasti cocok, buktinya dia sepanjang hari kelihatan baik-baik saja. Bahkan sering tertawa-tawa membanyol. Tapi tentu tidak dia pertunjukkan di depan para korban gempa. Bisa dijumroh sama batu bata. Dan Aku gak mau ngakuin dia temen. Hehehe.

"Ya udah sekarang kamu sholat deh Ris.." Aku mencoba memberikan saran agar dia lebih tenang. "Setelah itu kamu istirahat. Jangan diinget-inget lagi ya kejadian tadi siang.Kita berdua tidur di teras. Kalau ada apa-apa panggil Kita ya..!"

Malam itu Aku dan Bayu susah tidur, padahal malam sudah merangkak ke tanggal baru.

"Besok Kita turing saja ya bro..!" Aku lihat Bayu sibuk dengan handphone nya. "Lo dengar omongan Aku gak? Kita jangan kembali ke wilayah bencana. Kita ke sini mau liburan, mau hunting budaya dan wisatanya. Bukan mau motret bencana. Its oke sih, Aku juga dapatin beberapa gambar yang menurut Aku bagus. Tapi Aku memandang dari segi art dan keindahannya meski dalam bencana sekalipun."

Bayu memandang Aku. So sweet banget pandangan bocah ini.

"Pengalaman hari ini terasa banget, sudah belajar tentang foto jurnalistik secara langsung! Tapi Aku juga gak senaif itu untuk kembali ke wilayah bencana karena Aku gak mau Irish trauma seperti yang dia perlihatkan tadi.  Se tomboy-tomboy nya anak itu. Tetap cewek juga"  

Alhamdulilah Bayu sependapat dengan Aku. Kita toss. Tapi gak enak banget akhirannya...

"Lo pacarin aja Kan, asal lo bisa jamin persahabatan Kita bertiga gak rusak..!"

Ahh Aku gak mau dengar itu.

"Nyatanya menjadi fotografer jurnalistik itu berat, apalagi jika  lu lemah." 

 

To Be Continued

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun