"KITA TIDAK BUTUH FOTO-FOTO, KITA BUTUH SUMBANGAN!"
Sebuah kenyinyiran yang terasa pedas dari korban bencana. Ini juga pasti ditujukkan pada kita. Lalu pelan-pelan kita mulai memasukkan kamera ke dalam tas masing-masing untuk menghindari tatapan dan menjaga perasaan warga kampung.
Untung tidak lama kemudian ada lagi pick up yang dapat kita tumpangi ke kota. Sepanjang perjalanan Irish banyak terdiam.
Di kota, Bayu kemudian dengan sigap bertanya kepada pemilik warung rokok untuk mendapatkan sebuah kamar murah untuk diinapi sekaligus mandi. Rasanya Kita sudah bau gak karuan. Â
"Kan, kata bapak itu, ada kamar harga 50rb!! Kita bilang hanya yang perempuan tidur di kamar, nanti Kita berdua tidur di teras saja. " Bayu lalu mengangkat tasnya. Kita bergegas menuju hotel yang ditunjuk bapak tersebut.
Selesai mandi wajah Kita semua lebih cerah. Aku kembali hensem, tapi Bayu kembali oncom. Hehehe. Memang kalau diperhatikan itu anak mandi gak mandi sama saja. Irish sudah lebih dulu mandi, namun wajahnya tetap terlihat sedih. Pintu kamar hotel, sengaja Kita buka, agar lebih terlihat sopan. Lagi pula tidak ada nyamuk sepertinya malam ini. Â
"Ris, kamu sakit ?" Bayu menatap wajah Irish. Aku juga memandang dia.
Irish malah geleng-geleng kepala. Wajahnya semakin mendung.
"Boy, coba deh elo ngelawak. Mungkin dia akan tertawa..!" Aku mencoba memecah suasana ajaib ini.
"Ris, kamu cerita deh ada apa? Jangan bikin Kita berdua jadi bingung." Bayu serba salah. "Apa lo lagi dapet? Tuh si Kana aja yang beli rotinya..."
Roti yang dimaksud Bayu itu pembalut. Jadi perempuan memang lebih repot, dari segala make up sampai pembalut gak bisa gak ada dalam daftar list bawaan mereka.