Indonesia kembali menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas ekonominya: twin defisit atau defisit ganda, yang mencakup defisit anggaran (fiscal deficit) dan defisit transaksi berjalan (current account deficit). Dalam istilah sederhana, defisit anggaran terjadi ketika pengeluaran pemerintah melebihi penerimaan negara, sedangkan defisit transaksi berjalan mencerminkan situasi di mana nilai impor suatu negara lebih besar dibandingkan ekspornya. Ketika keduanya terjadi bersamaan, kondisi ini menempatkan Indonesia dalam risiko yang lebih tinggi, terutama terkait stabilitas ekonomi, utang luar negeri, dan daya tahan fiskal.
Apakah pemerintahan baru mampu mengatasi ketergantungan utang luar negeri sebagai solusi defisit ganda?
Menurut ekonom Bank Mandiri, Mohammad Faisal, "tantangan utama dalam mengatasi twin defisit adalah bagaimana pemerintah mampu menyeimbangkan pengeluaran dengan penerimaan tanpa harus terus menerus bergantung pada utang luar negeri" (Faisal, 2024). Faisal menekankan bahwa pengelolaan fiskal yang bijak harus diiringi dengan kebijakan moneter yang mendukung.
Jejak Twin Defisit dalam Sejarah Ekonomi Indonesia
Indonesia telah mengalami twin defisit pada beberapa periode kritis dalam sejarah ekonomi nasionalnya, termasuk di era Orde Baru dan masa awal Reformasi. Di era Orde Baru, pertumbuhan ekonomi yang tinggi seringkali dicapai dengan kebijakan fiskal ekspansif, yang mengakibatkan peningkatan utang publik. Begitu juga pada era Reformasi, ketika Indonesia terpaksa mengambil langkah besar untuk membuka pasar domestiknya, ketergantungan pada impor menjadi salah satu faktor utama penyebab twin defisit.
Bagaimana kebijakan pemerintah di masa lalu dapat menjadi pelajaran bagi pemerintahan saat ini dalam menghadapi twin defisit?
Ahli ekonomi dari Universitas Indonesia, Chatib Basri, menyatakan bahwa "kebijakan fiskal di masa lalu sering kali lebih berorientasi pada pertumbuhan jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak struktural jangka panjang, yang akhirnya memicu twin defisit" (Basri, 2024).
Upaya Pemerintah Sebelumnya Menangani Twin Defisit
Selama beberapa dekade terakhir, berbagai pemerintahan di Indonesia telah mencoba mengatasi masalah twin defisit ini. Salah satu strategi utama adalah pengetatan anggaran, dengan upaya memotong pengeluaran yang tidak terlalu penting. Pemerintah juga berusaha membatasi impor barang-barang konsumsi untuk mengurangi tekanan pada neraca transaksi berjalan. Di sisi lain, promosi investasi asing juga diharapkan dapat meningkatkan cadangan devisa serta mengurangi defisit.
Namun, menurut data terbaru dari Bank Indonesia (BI), ketergantungan pada impor masih menjadi salah satu penyebab utama defisit transaksi berjalan. Menurut BI, "peningkatan impor barang baku dan barang modal mencerminkan ketergantungan tinggi pada kebutuhan industri, terutama di sektor manufaktur yang belum dapat dipenuhi dari dalam negeri" (Bank Indonesia, 2024).
Kebijakan Pemerintah Baru: Harapan atau Tantangan?
Di bawah kepemimpinan pemerintahan baru, perubahan kebijakan fiskal dan moneter menjadi sorotan utama. Pemerintah telah menekankan pentingnya pengelolaan fiskal yang lebih bijaksana, termasuk upaya peningkatan pajak seperti PPN yang telah naik menjadi 11 persen pada 2022 dan direncanakan naik lagi menjadi 12 persen pada 2025. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara agar dapat mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri.
Apakah kenaikan PPN ini akan cukup efektif untuk mengurangi defisit tanpa membebani daya beli masyarakat?
Ekonom senior dari LPEM UI, Fadhil Hasan, berpendapat bahwa "kenaikan PPN harus diimbangi dengan kebijakan lain yang mendorong konsumsi domestik, karena jika tidak, daya beli masyarakat yang melemah bisa memperburuk pertumbuhan ekonomi" (Hasan, 2024). Hasan menekankan pentingnya keseimbangan antara penerimaan pajak dan kemampuan masyarakat.
Menyelami Program Makan sehat dan Food Estate
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia, yang dianggarkan sebesar Rp 71 triliun untuk tahun 2025, bertujuan menjangkau 19,47 juta orang. Setiap Rp 1.000 yang dikeluarkan dalam program ini dapat memberikan manfaat ekonomi hingga Rp 63.500, berpotensi mendorong pertumbuhan PDB sebesar Rp 4.510 triliun, atau sekitar 34,2% dari PDB konstan tahun depan
Namun, anggaran yang besar ini dapat menambah beban keuangan negara, terutama jika bersamaan dengan proyek Food Estate yang mengalokasikan Rp 421 miliar dalam APBN 2024 untuk pengembangan lahan di luar Jawa
Jika kedua program ini tidak dikelola dengan baik, ada risiko munculnya twin deficit, di mana defisit anggaran dan neraca berjalan dapat terjadi bersamaan akibat tingginya pengeluaran tanpa diimbangi pendapatan yang memadai. Ini bisa memperlebar defisit fiskal dan transaksi berjalan, sehingga mengganggu stabilitas ekonomi jangka panjang
Namun, selain faktor domestik, kondisi global juga memainkan peran penting dalam stabilitas ekonomi Indonesia. Fluktuasi harga komoditas, kebijakan suku bunga global, dan ketidakpastian geopolitik menjadi faktor eksternal yang sulit dikendalikan. Lonjakan harga minyak global, misalnya, dapat dengan cepat meningkatkan biaya impor migas dan memicu kenaikan subsidi energi, yang pada akhirnya membebani anggaran negara.
Apakah Indonesia Bisa Lepas dari Twin Defisit?
Proyeksi ekonomi dalam beberapa tahun mendatang menunjukkan bahwa Indonesia masih harus menghadapi tantangan besar untuk keluar dari jerat twin defisit. Peningkatan daya saing ekspor, diversifikasi produk ekspor, dan pengembangan industri dalam negeri menjadi agenda yang sangat penting. Dengan memprioritaskan industrialisasi dan mengurangi ketergantungan pada impor, Indonesia dapat memperbaiki posisinya dalam neraca transaksi berjalan.
Menurut Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, "Indonesia harus mulai berfokus pada peningkatan daya saing industri lokal untuk mengurangi ketergantungan impor dan menjaga ketahanan ekonomi" (Indrawati, 2024). Twin defisit tetap menjadi ancaman serius bagi stabilitas ekonomi Indonesia. Meskipun upaya telah dilakukan, tantangan ini masih memerlukan perhatian serius dari pemerintah baru.
Daftar Pustaka
Bank Indonesia. (2024). Laporan Perkembangan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Basri, C. M. (2024). Kebijakan Ekonomi Indonesia: Tantangan dan Peluang di Era Modern. Jakarta: UI Press.
Damayanti, D. (2024). Prospek Ekonomi Indonesia di Tengah Gejolak Global. Pidato di Bank Indonesia.
Faisal, M. (2024). Stabilitas Ekonomi dan Tantangan Defisit Ganda di Indonesia. Jakarta: Bank Mandiri Institute.
Hasan, F. (2024). Analisis Kebijakan Fiskal dan Daya Beli Masyarakat. LPEM UI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H