Mohon tunggu...
Diah Wati
Diah Wati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Universitas Jember

Mahasiswa Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (Semester 7).Tertarik pada fenomena sosial, ekonomi, dan politik. Aktif dalam aksi pemberdayaan sosial, berkomitmen untuk memberikan dampak positif dan berkontribusi pada pengembangan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Di Bawah Pemerintahan Baru, Mampukah Indonesia Lepas dari Jerat Twin Defisit?

3 November 2024   16:21 Diperbarui: 3 November 2024   16:39 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebijakan Pemerintah Baru: Harapan atau Tantangan?

Di bawah kepemimpinan pemerintahan baru, perubahan kebijakan fiskal dan moneter menjadi sorotan utama. Pemerintah telah menekankan pentingnya pengelolaan fiskal yang lebih bijaksana, termasuk upaya peningkatan pajak seperti PPN yang telah naik menjadi 11 persen pada 2022 dan direncanakan naik lagi menjadi 12 persen pada 2025. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara agar dapat mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri.

Apakah kenaikan PPN ini akan cukup efektif untuk mengurangi defisit tanpa membebani daya beli masyarakat?

Ekonom senior dari LPEM UI, Fadhil Hasan, berpendapat bahwa "kenaikan PPN harus diimbangi dengan kebijakan lain yang mendorong konsumsi domestik, karena jika tidak, daya beli masyarakat yang melemah bisa memperburuk pertumbuhan ekonomi" (Hasan, 2024). Hasan menekankan pentingnya keseimbangan antara penerimaan pajak dan kemampuan masyarakat.

Menyelami Program Makan sehat dan Food Estate

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia, yang dianggarkan sebesar Rp 71 triliun untuk tahun 2025, bertujuan menjangkau 19,47 juta orang. Setiap Rp 1.000 yang dikeluarkan dalam program ini dapat memberikan manfaat ekonomi hingga Rp 63.500, berpotensi mendorong pertumbuhan PDB sebesar Rp 4.510 triliun, atau sekitar 34,2% dari PDB konstan tahun depan

Namun, anggaran yang besar ini dapat menambah beban keuangan negara, terutama jika bersamaan dengan proyek Food Estate yang mengalokasikan Rp 421 miliar dalam APBN 2024 untuk pengembangan lahan di luar Jawa

Jika kedua program ini tidak dikelola dengan baik, ada risiko munculnya twin deficit, di mana defisit anggaran dan neraca berjalan dapat terjadi bersamaan akibat tingginya pengeluaran tanpa diimbangi pendapatan yang memadai. Ini bisa memperlebar defisit fiskal dan transaksi berjalan, sehingga mengganggu stabilitas ekonomi jangka panjang

Namun, selain faktor domestik, kondisi global juga memainkan peran penting dalam stabilitas ekonomi Indonesia. Fluktuasi harga komoditas, kebijakan suku bunga global, dan ketidakpastian geopolitik menjadi faktor eksternal yang sulit dikendalikan. Lonjakan harga minyak global, misalnya, dapat dengan cepat meningkatkan biaya impor migas dan memicu kenaikan subsidi energi, yang pada akhirnya membebani anggaran negara.

Apakah Indonesia Bisa Lepas dari Twin Defisit?

Proyeksi ekonomi dalam beberapa tahun mendatang menunjukkan bahwa Indonesia masih harus menghadapi tantangan besar untuk keluar dari jerat twin defisit. Peningkatan daya saing ekspor, diversifikasi produk ekspor, dan pengembangan industri dalam negeri menjadi agenda yang sangat penting. Dengan memprioritaskan industrialisasi dan mengurangi ketergantungan pada impor, Indonesia dapat memperbaiki posisinya dalam neraca transaksi berjalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun