Sempat tercengang dengan kemampuan seorang anak berkebutuhan khusus diantara siswa normal lain. Selanjutnya, jelas saya menyampaikan informasi bagaimana menjawab tantangan pembelajaran hari itu.
 "Prepare dulu ya Ms..."
Otomatis, saya mengangguk setuju dan tersenyum bahagia.
 "I think I'm Ok, Ms"
Model berbicara "mbak Cinta Laura" yang saat ini digemari anak-anak mulai muncul ditelinga saya. Anak mencoba mengimbangi obrolan saya dengan berbicara semodel "anak Jaksel" ini yang mencampur kalimat bahasa Asing (Inggris) dengan bahasa Indonesia.
Padahal sekolah kami tidak termasuk sekolah yang di sekitarnya banyak orang asing atau paling tidak; kantor-kantor yang mempekerjakan orang asing di sekitarnya. Ternyata, mereka berkembang menggunakan bahasa sesuai yang mereka butuhkan dan inginkan.
Sayangnya, metode pembelajaran ini belum dikembangkan dengan baik. Mungkin secara teori kurang tepat, tetapi untuk belajar berkomunikasi; mengapa tidak? Saya mencoba mengikuti alur pemikiran mereka dengan mengajak mereka menggunakan bahasa untuk berkomunikasi yang lebih santai.
Saya pun menjajal sebuah game agar bisa masuk dalam pembelajaran pada siswa milenial ini. Ternyata, bermain game menjadi salah satu strategi pembelajaran agar mereka lebih cerdik mengamati pronunciation, conclution of explained something dan menguatkan keberanian untuk berbicara tentang kosa kata bahasa Asing tersebut dengan benar.
Jadi ketika saya menjelaskan sesuatu terkait bagian dari materi yang disampaikan maka mereka dengan cepat mengacungkan tangan. Tentu saja, suasana tambah menyenangkan ketika keinginan mereka untuk pulang cepat, terlaksana.Â
Lucunya, ketika saya minta yang telah menyelesaikan tantangan tidak boleh berada di dekat yang belum atau memberitahukan. Tidak juga diperkenankan menggunakan alat penerjemah. Mereka justru tidak pulang bahkan bolak-balik minta menjawab tanpa menggunakan alat bantu tersebut. Kadang malah terlihat kecewa ketika apa yang mereka katakan salah.Â