PART 3
Oleh Diah Trisnamayanti
Cerita sebelumnya
Byorita anak ke dua Suci setelah mengantarkan Suci ke rumah sakit, dia diminta Suci untuk segera pulang mengantarkan pamannya. Byorita diantar Binar calon suaminya mampir ke Mc D simpang tiga. Di sana dia tiba-tiba melihat mantan kekasih dari Binar muncul dan membuat Byorita sedikit cemburu. Binar akhirnya menginap di rumah Byorita karena keadaannya yang kurang tidur beberapa hari ke belakang.
Di Bamboo School
Raena jadwal hari itu masuk jam 10.10 maka dia ikut suaminya setelah mengantarkan putra-putrinya ke SD Ceria. Lunar yang saat itu kelas 5 SD dan Cerina yang masih kelas 2 SD melambaikan tangan ke arah ayah ibunya.
 "Daahhh Mama.. papa... " teriak mereka setelah mencium tangan Raena dan Dorian.
 "Mas, kantong buat salin baju ibu sudah ada kan?"
 "Sudah di bagasi"
 "Aku turun di parkiran pasar aja mas. Mau belanja sayuran dulu" jelas Raena
 "Ehmm, jangan banyak-banyak belanjanya entar tabungan buat beli rumah kepake lagi."
 "Kalau engga banyak; entar anak-anakmu kelaperan, sayang"
 "Tapi rumah kan penting juga. Kayaknya Binar bakalan ngelamar Byori deh kali ini, rumah ibu kan Cuma kontrakan, sayang. Aku berharap bisa beli rumah agak besar buat ibu dan kita semua. Masa ngontrak terus"
 "Iya.. iya.."
 "kan enak, jadinya"
 "Mas ada rumah cukup bagus kata pak Jumanto wilayahnya deket sekolah aku. Harganya Nego."
 "De.. di situ mah harganya milyaran kali?, memangnya tabungan kita udah berapa sih de? Berarti butuh setahun lagi mencapai target 1 milyar mah."
 "Kurang lebih 800 an lah"
  "800 perak, ya ampyun de... kapan bisa beli rumah kalau Cuma 800 perak mah!"
  "Banyol.. hehehe, makanya kerja yang rajin biar insentif kamu nambah, udah tuh. Kan kelewat"
  "Muuach," Raena dan Dorian berkecupan setelah itu Raena mencium tangan suaminya.
  "Mas entar jemputnya jam setengah dua ya" Dorian mengangguk-angguk mengerti. Raena belanja seperlunya untuk buah hatinya dan keluarga terbaiknya. Karena dia yang terlahir dari keluarga yang broken home awalnya khawatir ketika Dorian memintanya menjadi istri. Setelah memberanikan diri meminta restu dari bapak dan ibunya kala itu, dia meyakinkan dirinya untuk menerima Dorian apa adanya. Dorian yang menurut beberapa temannya adalah seorang flamboyan, ternyata tidak seperti itu kenyataanya. Dia tak sedikitpun melirik wanita ketika Raena ada di sampingnya maupun sedang tidak berada di dekatnya. Raena sudah mempercayakan dan membebaskan Dorian memilih yang terbaik. Dorian tetap teguh dengan Raena. Dorian yang meyakinkan Raena untuk belajar tentang hubungan dengan sesama, bersikap baik itu perlu tapi bukan dominan bila kita harus berjalan sebagai manusia. Dorian yang juga menumbuhkan keinginannya mengajar dan kuliah di pendidikan, Dorian juga yang menyemangatinya untuk kuliah sampai ke S3. Buat Dorian, istri untuknya harus sejajar pemikirannya dan Dia juga yang menguatkan hati Raena saat Raena dihujat sebagai guru yang melakukan perundungan pada siswanya hanya gara-gara kertas contekan. Setelah disidangkan Raena hanya bisa bersyukur pada Allah yang melindunginya karena berbagai macam orang tua murid tersebut memperkarakannya ke meja hijau, mereka tidak akan menang begitu Hakim ketua mengatakan. Raena tidak melakukan apapun kepada siswanya, yang mempermalukannya di persidangan. Dia justru membuat anak tersebut bangga dengan menempanya menjadi anak yang berhasil memenangkan olympiade tingkat Internasional. Sungguhpun begitu Raena tidak pernah mengungkapkan jasanya pada siapapun karena Ibu mertuanya mengajarkan bahwa hal itu tidaklah penting dalam kehidupan.
    Dorian juga yang memberikan masukan saat dia memilih jurusan kependidikan boga dan busana. Dorian juga yang membuatnya memaafkan kedua orang tuanya yang terpisah dan membiarkan dia menjadi tidak nyaman. Sekian hal yang terpenting yang dilakukan Dorian adalah saat dia menemukan kecurangan, bawahan ayah Raena sehingga mama Raena berpikir bercerai; sebelum Raena berhasil menahan meraka dalam biduk keluarga seutuhnya.
     Sekarang dia lebih senang menjadi seperti ini; seorang ibu dengan dua anak yang lucu dan dia ingin mendidiknya seperti ibu mertuanya mendidik suaminya.
  "Bu Rae.. " tiba-tiba sebuah suara mampir ditelinganya.
  "Loh.. Puja. kamu di sini?" tanya nya.
  "Iya bu. Aku ngurusin keuangan suamiku yang penjual sayur bu. Ibu mau beli sayuran apa?"
  "Slada bokor 2 ikat, wortel 5 batang, daun bawang, labu kecil, Kentang 5 kilo, jagung putren , kubis ungu, paprika"  jawab Raena.
  "Untuk apa bu ko banyak bener?" tanya Puja
  "Biasa bulanan" Raena mengerlingkan matanya.
  "Bawang merah kilo dan bawang putihnya 1/4 , cabe merah keriting segini nih.." lanjutnya.
  "Berapa totalnya nak?"
  "Total 300 ribu, bu"
   "Niih nak.. 300 ribu nya"
   Stok itu, sebenernya dia siapkan untuk acara lamaran Byori dan Binar yang dia ketahui semalam dari suaminya yang telpon ibu mertua sebelum tidur.  Ibu mertuanya juga telpon dia untuk membeli semua itu. suaminya tahu kalau Raena memang cerdas untuk membeli barang-barang bagus yang berhubungan dengan makanan dan pakaian. Raena juga punya butik sederhana yang dia syukuri karena dia bisa menyalurkan hobi mengajarnya dan berwirausaha. Terkadang penjahit di butiknya kaget dengan disain yang dibuat Raena. Tapi mereka diajari dengan baik oleh Raena cara menjahit disain tersebut.
   "Sukses ya Puja."
   "Bu, Niih kembaliannya." kata Puja
   "Kan, Ibu kasih uangnya pas nak, ko ada kembalian?" sambil mengernyitkan dahinya
   "Kata suamiku kembaliin aja." Sahut Puja.
   "Nanti kalian tidak ada untungnya nak,"
   "Aku udah cerita ke suamiku tentang ibu. Kalau dulu ibu tidak menasehati aku, aku pasti tidak seperti ini dan tidak mencari suami yang baik untukku"
   "Ya ampun, kamu masih ingat aja nak. Masya Allah. Ya sudah terimakasih ya" sambil pamit dengan sopan pada muridnya dan orang yang ada di situ. Raena masih bingung. Kenapa puja bersikap seperti itu. sejenak kemudian dia tersenyum kecil dan bersyukur pada Allah.
     Sesampainya Raena di sekolah, dia guru Boga dasar. Setelah memberikan materi, dia mengajak siswa-siswinya praktik di lab kitchen. Selama dua jam lebih empat lima sejak jam 10 pagi dia berdiri di kitchen untuk melihat cara anak-anak didiknya praktik materi dasar. Setelah selesai dia menuju mushala untuk shalat dhzuhur dan melanjutkan merekap nilai praktik siswa saat itu. tidak sadar jam sudah menunjukkan pukul 14.00 dia langsung finger print dan say goodbye pada teman-teman guru, mengambil belanjaanya dan menemui suaminya.
    "Maaf mas, tadi mengisi nilai anak-anak dulu" dengan wajah memelas.
    "Iya," jawabnya kalem dan memperbaiki tali pengaman istrinya.
    "Kemana, sekarang?"
    "Sekolah Lunar dan Cerina"
    "Mas, ga papa sama atasan kamu?"
    "Aku juga tadi baru datang, kan tugas luar ke wilayah Bambu Apus. Alhamdulillah disetujui sama orangnya buat cor-an awal pembangunan rumah singgah katanya."
    "Waah, aku mau tuh ngajarin jahit anak-anak singgah tuh mas."
    "Ngomong-ngomong kamu belanja banyak bener, yang?"
    "Mas, tahu ga?"
    "Engga, kenapa?"
    "Belanjaan segitu dikasih ma anak murid aku, dia alumni jurusan akuntansi. Dia masih inget aku, terus bilang ini uang ibu dikembaliin kata suaminya" Â
    "memang berapa semua?" tanya Dorian
     "tigaratus ribu"
    "Wah, ga rugi dia"
    "Entahlah" Raena keluar setelah Dorian memarkir di halaman sekolah Lunar. Raena menuju ruang guru untuk bertemu dengan wali kelas Lunar dan Cerina. Dia memberikan oleh-oleh sedikit untuk wali kelas putra-putrinya tanda terimakasih pada mereka telah menjaga anaknya di sekolah. Lalu keluar bersama Lunar dan Cerina yang telah masuk ke dalam mobil papanya. Mereka mencium tangan papanya ketika Raena berpamitan kepada wali kelas mereka.
   "Gimana tadi di sekolah Ceri.. ? susah ga?"
   "Ma, bokin apa sih? Tadi Ima ngomong gitu ke aku. Kata dia bokin aku, si Toni. Igh.. aku ko geli banget ya ma?" Dorian tertawa kecil melihat tingkah anaknya yang bungsu.
    "Oh, Ima mungkin mau bilang Toni teman yang baik nak. Jadi dia bilang begitu'"
    "Pacar tau mama" timpal Lunar
    "Emang kakak tau artinya? Pacar tuh apa sih Kak?" yang ditanya kebingungan dan dia jadi diam seribu bahasa. Raena kemudian membantu menjawabnya.
    "Pacar itu adalah teman baik, sayang. Kalau Ceri baik sama semua orang berarti Ceri bisa memilih yang paling baik diantara mereka untuk mencintai Allah, dialah pacar"
    "Oh, jadi Una pacar aku ya ma?" Una itu teman Ceria yang duduk sebangku dengannya.
    "Ehm, kalau teman baik yang laki-laki ada ga Cer..?" Dorian menambahkan
    "Aku engga punya teman laki-laki yang baiknya kayak Una pa?" dan dia melanjutkan pemikirannya.
    "Jadi Toni teman baiknya Ima ya pa? Dijawab dengan anggukan. Raena senyum gemes. Melihat suaminya menggoda dia. Dengan kerling matanya.
    "Oke, sudah sampe rumah."
    "Anak-anak, cuci kaki tangan buka baju seragam dan gantungkan ditempatnya ya. Mama siapin baju dan makan siang buat kalian. Terus bobo."
    "Iya mama kuuuuuu" kompak dua bocah itu menjawab. Dorian mengambil belanjaan Istrinya ke dapur yang kebetulan sudah ada Bi Mirah berdiri di depan "Warung Makan Suci" membantu membawakan belanjaan ke dalam rumah
    "Bi Mirah sehat? Di warung ada apa aja bi?" tanya Raena
    "Daging gepuk, Telur balado, Telur dadar, cumi oseng, sayur asem, jengkol, pete, sayur lodeh, sambel goreng kentang pete, sambel goreng tempe. Bandeng presto, sambel goreng kecombrang, sambel terasi, sambel dadakan, Non"
     "Bi, Minta daging gepuknya empat, Oseng tempe, Bandeng presto, sayur lodeh sama sambel terasi deh. Jadi berapa bi?"
     "Non, kayak ma siapa aja. Ini kan punya mertua non. Kenapa harus beli siih?"
     "Biar bi Mirah engga bingung nyetor uang ke Ibu" senyumnya.
    "Oke deh non. Jadi 55 ribu non"
    "Nih kembaliannya non"
    "Makasih ya bi Mirah, aku masuk dulu. Anak-anakku dan suamiku belum makan"
 Bi Mirah mengangguk-angguk. Bi Mirah tinggal di sebelah rumah Suci, suaminya buruh bangunan yang terkadang disewa oleh Dorian untuk mengerjakan proyek bangunan bersama dia. Anaknya enam orang dan satu telah wafat karena terserang DBD waktu masih usia 5 bulan. Ke dua anaknya bekerja sebagai buruh pabrik dan dua lainnya diajarkan Raena menjahit untuk bekerja di butik miliknya. Satu orang lainnya masih belajar di SMK jurusan Seni.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H