Di sebuah desa kecil yang dikelilingi pepohonan hijau, hiduplah seorang anak perempuan bernama Syifa. Usianya baru enam tahun, tetapi imajinasinya sangat luas. Suatu hari saat bermain di halaman rumahnya, Ia mendengar cerita dari teman-temannya tentang mobil terbang. Sejak saat itu, keinginan untuk melihat mobil terbang semakin menggebu-gebu.
"Ibu, aku mau lihat mobil terbang!" serunya saat pulang dari sekolah.
Ibunya hanya tertawa, "Syifa, mobil terbang itu hanya ada di film. Tidak ada di dunia nyata."
Namun, Syifa tidak peduli. Ia menganggap bahwa semua yang ada di film pasti bisa terjadi. "Aku akan minta bantuan Pak Guru nanti!" pikirnya.
Keesokan harinya, di sekolah, Syifa memutuskan untuk berbicara dengan Pak Guru. Saat pelajaran sedang berlangsung, Ia mengangkat tangan. "Pak Guru! Pak Guru! Aku mau bertanya!"
Pak Guru yang bernama Budi, mengangguk dan tersenyum. "Apa yang ingin kamu tanyakan, Syifa?"
"Bisakah kita membuat mobil terbang?" tanya Syifa dengan mata berbinar.
Pak Budi terkejut. "Hmm, mobil terbang? Itu ide yang menarik! Kenapa kamu ingin melihat mobil terbang, Syifa?"
"Karena aku ingin terbang ke langit!" jawab Syifa penuh semangat.
Budi memikirkan cara untuk memenuhi keinginan siswanya. "Baiklah, bagaimana kalau kita coba membuat mobil terbang dari barang-barang bekas?"
Siswa-siswa sangat antusias sehingga kelas pun dipenuhi kegembiraan. Selama seminggu ke depan, Pak Budi meminta murid-muridnya untuk membawa barang-barang bekas dari rumah masing-masing. Botol plastik, kardus, dan segala sesuatu yang bisa digunakan untuk menciptakan "mobil terbang."
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Semua siswa datang dengan barang bawaan yang beraneka ragam. Syifa datang dengan sebuah botol soda besar, beberapa sayap kertas, dan balon warna-warni.
"Lihat, Pak Guru! Ini semua untuk mobil terbangku!" serunya.
Budi tersenyum, "Bagus, Syifa! Sekarang, mari kita mulai proyek kita!"
Dengan semangat, murid-murid mulai bekerja sama. Suara tawa dan canda memenuhi kelas. Mereka memotong, menempel, dan menyusun barang-barang bekas. Pak Budi berjalan di antara mereka, memberikan bimbingan dan bantuan.
"Kalau kita tambahkan balon ini, mungkin bisa membantu mobilnya terbang!" usul Dika, teman Syifa.
"Bagaimana kalau kita cat mobilnya dengan warna pelangi?" saran Lani, yang selalu suka dengan warna-warna cerah.
Syifa sangat antusias. "Ya, ya! Kita bisa melukis awan di sampingnya!"
Setelah berjam-jam bekerja keras, akhirnya mobil terbang ala mereka selesai. Mobil itu terbuat dari kardus besar, dilengkapi dengan sayap dari kertas dan balon yang mengembang di atasnya.
Pak Budi memutuskan untuk menguji mobil terbang itu di lapangan. "Ayo, kita bawa mobil ini ke luar dan lihat apakah bisa terbang!"
Murid-murid bersorak gembira. Mereka berlari ke lapangan dengan penuh semangat. Syifa memimpin, menggandeng tangan Pak Budi.
"Pak Guru, apakah mobil kita benar-benar bisa terbang?" tanya Syifa penuh harap.
"Hmm, mari kita coba. Kita mungkin perlu sedikit bantuan dari angin," jawab Pak Budi dengan nada optimis.
Setelah sampai di lapangan, mereka meletakkan mobil kardus di tanah. Pak Budi menarik napas dalam-dalam. "Oke, siapa yang mau melepaskan balon ini?"
Syifa melompat-lompat kegirangan. "Aku! Aku!"
Kejadian Tak Terduga
Dengan hati-hati, Syifa memegang balon dan menghitung mundur. "Satu, dua, tiga!"
Syifa melepaskan balon, dan semua orang menunggu dengan penuh harap. Balon itu mengapung ke udara, tetapi mobil kardus itu tetap di tanah.
"Yay! Lihat! Mobil kita terbang!" teriak Syifa dengan senyuman lebar meskipun mobilnya tetap diam.
"Hmm, mungkin kita harus mencoba sesuatu yang lain," kata Pak Budi mencoba untuk tidak mengecewakan muridnya.
Budi kemudian mengeluarkan sebuah kipas angin dari dalam tasnya. "Bagaimana kalau kita gunakan kipas angin untuk memberi sedikit dorongan?"
Dengan bantuan kipas angin, mobil kardus itu diletakkan di depan kipas. Pak Budi menyalakan kipas angin, dan mobil mulai bergerak. Namun, bukannya terbang, mobil itu justru meluncur dengan cepat dan menabrak pohon.
Semua murid terdiam sejenak, kemudian pecah dalam tawa.
"Mobil terbang kita jatuh!" seru Dika tidak bisa berhenti tertawa.
Syifa hanya tertawa sambil mengangkat kedua tangannya. "Setidaknya kita bisa mengatakan mobil kita pernah terbang!"
Pak Budi tertawa dan mengusap kepalanya. "Kita harus memikirkan rencana yang lebih baik."
Rencana Baru
Â
Keesokan harinya, Pak Budi datang dengan ide baru. "Anak-anak, bagaimana kalau kita membuat kompetisi mobil terbang dari kertas? Kita bisa melipat kertas menjadi pesawat terbang dan melihat mana yang bisa terbang paling jauh!"
Syifa sangat bersemangat. "Aku mau membuat pesawat terbang yang paling keren!"
Pak Budi membagikan kertas origami dan mengajari anak-anak cara melipat pesawat. Suasana kelas kembali ceria, penuh tawa dan keceriaan saat semua anak mulai berkreasi.
Setelah selesai melipat pesawat, Pak Budi mengajak anak-anak ke lapangan untuk kompetisi. "Siapa pun yang pesawatnya terbang paling jauh akan mendapatkan hadiah istimewa!"
Murid-murid berbaris dengan pesawat terbang mereka di tangan. "Siap?" tanya Pak Budi. "Satu, dua, tiga, lepas!"
Pesawat-pesawat terbang itu meluncur dengan indah, mengudara tinggi. Beberapa pesawat terbang jauh, sementara yang lain justru jatuh tepat di depan mereka.
Syifa melompat kegirangan saat pesawatnya meluncur jauh. "Aku menang! Aku menang!"
Setelah kompetisi berakhir, Pak Budi memberikan hadiah berupa stiker mobil terbang kepada semua anak. Syifa menerima stiker itu dengan senyum lebar.
"Terima kasih, Pak Guru! Ini adalah hari paling menyenangkan!" seru Syifa.
Pak Budi tersenyum. "Ingat Syifa, walaupun kita tidak bisa membuat mobil terbang, kita selalu bisa berimajinasi dan membuat sesuatu yang menyenangkan."
Di dalam hati, Syifa merasa sangat bahagia. Ia menyadari bahwa meskipun mobil terbang itu mungkin hanya mimpi, pengalaman bersama teman-temannya adalah hal yang jauh lebih berharga.
Sejak saat itu, Syifa tidak lagi hanya bermimpi tentang mobil terbang. Ia belajar untuk menikmati setiap momen bersama teman-temannya dan berimajinasi tentang petualangan yang bisa mereka lakukan.
"Suatu hari, aku akan terbang ke langit!" ujarnya kepada Dira, sambil menunjuk ke langit biru.
"Dan kita akan terbang bersama!" balas Dira, sambil tertawa.
Mereka berdua berjanji untuk terus bermimpi dan berkreasi, tidak peduli seberapa mustahilnya. Melalui setiap tawa, mereka membangun kenangan indah yang akan mereka simpan selamanya.
Syifa tahu bahwa meskipun dia tidak melihat mobil terbang di dunia nyata, ia telah menciptakan kenangan yang akan terbang jauh di dalam hatinya.
"Siapa tahu, suatu hari nanti, kita akan melihat mobil terbang sungguhan!" ucap Syifa dengan penuh harapan.
"Ya! Kita akan menciptakan dunia kita sendiri!" jawab Dira dengan penuh semangat.
Syifa dan teman-temannya melangkah menuju petualangan baru, penuh tawa dan imajinasi yang tak terbatas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H