Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

KDRT dan Sebuah Faset Lain tentang Trauma

14 Februari 2023   23:50 Diperbarui: 16 Februari 2023   14:00 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: domestic violence| via unsplash @sydney

Sekilas, peristiwa masa lalunya lewat pula dalam ingatan saya. Bekas pukulan itu, mata lebam dan merah, dan beberapa perlakuan serta perkataan kasar dari suaminya. Apakah ada yang mudah? 

Mari kita lihat, apa yang terjadi pada tubuh seseorang yang telah mengalami trauma. 

Saya pernah menulis dalam salah satu artikel saya. Bahwa trauma datang dalam wujud gambaran-gambaran masa lalu. Bukan secara berurutan. Melainkan potongan peristiwa yang tidak menyenangkan yang datang seperti lampu flash. Lalu layaknya puzzle kita berupaya menyatukannya dalam sebuah narasi.

Mengapa kita tidak dapat dengan mudah melupakannya? 

Karena mekanisme otak kita dirancang untuk mengingat. Bukan melupakan. Terlebih pada peristiwa yang mendatangkan pengalaman tidak nyaman bagi diri kita. 

#1 Apabila seseorang mengalami peristiwa yang tidak nyaman, dalam hal ini pengalaman kekerasan ataupun pelecehan seksual, salah satu bagian otak yang secara langsung aktif adalah sistem limbik. Itu jelas. 

Kondisi trauma membuat amygdala yang tupoksinya menjaga keselamatan tubuh menjadi aktif secara terus-menerus. Hal ini mengakibatkan tubuh berada selalu pada kondisi "waspada". Kejadian inilah yang kemudian memantik seseorang menjadi takut, cemas, bahkan menjadi panik pada saat trauma terpicu.

#2 Akan tetapi, ada area lain pula dalam struktur otak yang juga mengalami gangguan dalam melakukan fungsinya secara normal. Lebih tepatnya pada area Broca dan Wernicke --area inilah yang bertugas untuk memverbalisasikan bahasa-- menjadi inaktif. Area ini seolah "membeku". Sehingga fungsinya pun ikut terganggu. 

Maka tidak jarang bila seseorang yang sedang mengalami trauma tidak akan mampu mendiskripsikan secara verbal apa yang dirasakannya. Sementara, emosi yang mengendalikan tubuh membajak sedemikian rupa. 

Bisakah Anda membayangkan bila kondisi ini terjadi pada anak-anak? Anak-anak yang dibentak, dipukul, atau menerima perlakuan atau perkataan kasar dari orang tua yang seharusnya menjadi tempat ia berlindung?

Bagaimana dengan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh keluarga dekat kepada anak-anak? Banyak orang tua lebih memilih untuk menceritakan kebaikan saudaranya dan meminta si anak untuk tetap merahasiakan semua kejadian tersebut. Betul demikian, bukan?

Next!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun