Anak-anak akan belajar terbiasa memberi batasan yang jelas. Belajar menghargai kepentingan pribadi orang lain, sehingga anak-anak akan terbiasa tidak melanggar batasan pribadi orang lain.Â
Pola Asuh Yang Berempati
Pola asuh secara indoktrinasi pada faktanya masih ketat dilakukan oleh orang tua di sekitar kita. Mengira bahwa pola indoktrinasi merupakan satu-satunya pola asuh paling tepat bagi anak.Â
Dalam sebuah diskusi santai antara saya dengan rekan-rekan dalam satu teamwork, kami membincangkan pula tentang dunia kerja dan mentalitas anak jaman kiwari.Â
Saya dikagetkan dengan pendapat salah satu rekan yang tetiba berpendapat, "Anak-anak sekarang perlu untuk kita gembleng dengan keras, supaya mereka siap terjun di dunia yang keras," Oh, tentu saja pernyataan ini kemudian menuai kritik dari rekan yang lain.Â
Tentu kita pun sering mendengar pernyataan tersebut di atas, bukan? Apakah kalimat pernyataan tersebut didasarkan dari pemikiran rasional? Kemudian pemikiran tersebut kita putuskan sebagai tindakan kita?Â
Pola pengasuhan yang beberapa tahun ini masif digaungkan, masih harus menghadapi pertentangan di masyarakat. Banyak yang berpendapat bahwa modul pengasuhan sekarang menjadikan orang tua terkesan "lemah" pada anak-anak. Sehingga mental anak tidak siap dalam menjalani kehidupan.Â
Ada pula yang berpendapat bahwa pengasuhan jaman sekarang membuat anak tidak mengenal disiplin. Benarkah demikian?Â
Dalam artikel saya sebelumnya kita telah belajar bagaimana kita seringkali menggunakan emosi sebagai dasar respon cepat kita.Â
Betapa sering kita dapati bahwa cepatnya otak emosi, amigdala kita lebih tepatnya, memegang peranan pertama bahkan sebelum neokorteks atau pre frontal korteks kita membuat keputusan logis.Â
Hal yang sama terjadi pada orang tua yang kurang dapat mengenali emosi mereka sendiri. Alih-alih mengenali emosi marah saat berteriak kepada anak yang membuat kita jengkel. Namun seringkali kita sebagai orang tua mencari pembenaran bahwa yang kita lakukan bernilai benar. Sudah seharusnya seperti itu.Â
Well, iya atau iya? Coba kita cermati, apakah benar bahwa sesungguhnya kita sedang mencari pembenaran setelah kita mengurai emosi marah kepada anak kita?Â