Melihat kondisi si ibu yang terlihat lemah, saya merasa begitu prihatin. Namun, yang mengagumkan ia masih tetap berupaya menyambut baik saya dan teman saya. Tidak banyak yang saya katakan.Â
Percakapan kami mengalir seputar kabar operasi terakhirnya. Kemudian ibu ini mulai bercerita di tengah nafasnya yang kurang stabil.Â
Sepotong demi sepotong ia membagi beban dalam pikirannya. Saya menangkap bagaimana ibu ini diimpit oleh rasa bersalahnya. Bersalah karena merasa menjadi beban dalam keluarganya.Â
Ibu ini terus bercerita. Hingga saya memintanya berhenti karena ia mulai sulit bernafas sehingga harus menggunakan ventilator oksigen.Â
Tidak banyak yang saya katakan. Saya tahu beliau butuh istirahat. Saya segera berpamitan usai kami bersama menutup pertemuan kami dalam doa. Tanpa saya duga, hari itulah perjumpaan terakhir saya dengannya.Â
Dua minggu sudah si ibu ini berjuang melawan kanker payudaranya di ruang ICU. Hingga pada akhirnya ia berjumpa dengan proses akhir kehidupan. Pertengahan Mei yang lalu ibu ini telah pulang ke rumah Bapa di surga.Â
Ya, bagi saya pribadi pertemuan singkat kami berdua rupa-rupanya tidak sesingkat makna yang boleh saya rasakan. Pertemuan tersebut membawa berkat tersendiri bagi saya.Â
Indahnya Sadar Diri Saat Mengambil Keputusan Bijak
Seberapa banyak dari kita mengakui bahwa kita dibentuk oleh proses kehidupan. Masa lalu baik yang indah maupun yang buruk seringkali membentuk kita menjadi manusia yang bergantung pada pola.Â
Pola tersebut yang terkadang tanpa sadar membawa kita lupa bahwa rasa bahagia kita bukan berasal dari luar diri kita. Melainkan dari dalam diri kita sendiri.Â
Bahkan, tak jarang kita menggunakan kebiasaan tersebut menjadi nilai yang kita pakai untuk meraih bahagia. Lalu kita mencoba memaksa orang lain menerima nilai kita, betul?Â