"Iya (diproses hukum meski pelaku anak-anak). Anak ini (melakukan tindak) pidana ya (karena korban) sampai meninggal,"
Demikian tegas Sri Sultan Hamengku Buwono kepada aparat hukum menyikapi klitih yang kembali meresahkan warga dilansir dari kompas.com.Â
Terlepas dari anggapan bahwa kasus klitih kembali menjadi viral karena korban adalah putra petinggi daerah. Reaksi Sri Sultan bisa jadi merupakan simbol kegeraman warga saat menghadapi fenomena yang sangat meresahkan masyarakat tersebut.
Informasi terakhir dari beragam media pun akhirnya menyiarkan solusi aparat penegak hukum dalam kasus kali ini berkisar pada pergantian istilah klitih.Â
Bagi masyarakat awam, tentu saja solusi tersebut bukan jawaban yang diharapkan. Alih-alih jawaban, keputusan penegak hukum tersebut ditengarai merupakan solusi yang bersifat non substansial. Bahkan ada pemahaman yang mengalir di tengah arus kejenuhan masyarakat, solusi tersebut adalah tindak ignorance negara terhadap kasus klitih.
Tak dapat dipungkiri bahwa perilaku yang oleh sebagian masyarakat dinilai sebagai tindak kenakalan remaja telah mengalami proses translasi. Kualitas nilai dari kenakalan remaja kini telah bergeser menjadi tindak pidana.Â
Kenakalan remaja bukan lagi merambah pada masalah bolos sekolah, merokok, atau menggunakan kata-kata kasar kepada orang yang lebih dewasa, atau minggat dari rumah orangtua. No.Â
Tindak kenakalan remaja oleh para pemerhati perkembangan pendidikan dan karakter anak telah dinilai mengalami pergeseran kualitas. Kita dapat melihat dari tindakan mencuri, tawuran, membegal, memperkosa, hingga membunuh. Tindakan tersebut dinilai telah memasuki ranah tindak kriminalitas.
Remaja Adalah Fase yang Berbahaya
Bagi remaja, tindakan penyimpangan terhadap norma hukum tersebut merupakan tindakan yang mendatangkan kesenangan. Kegembiraan. Kebanggaan.Â
Merupakan sebuah cara bagaimana mereka menunjukkan aktualisasi dan penghargaan dari kelompok lain atau dari lingkungan di mana si remaja tersebut beraktivitas.