Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mau Nikah Beda Agama? Baca Dulu yang Satu Ini

23 Maret 2022   05:05 Diperbarui: 23 Maret 2022   12:56 1688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sengkarut permasalahan di muka bumi pertiwi seakan tak kunjung pudar. Mulai dari urusan tahu tempe, hingga kini melambungnya harga minyak goreng kemasan di pasaran. 

Selain kasus binnary option yang sedang naik daun, ternyata perilal pernikahan pun tak kalah moncer. 

Kabar pernikahan beda agama salah satu stafsus milenial negri tercinta ini Ayu Kartika Dewi- Gerald Sebastian sempat mencuri perhatian para pecinta algoritma.

Fenomena pernikahan beda agama memang hingga kini masih menjadi konsumsi yang sarat sensitifitas isu sosial. 

Bagi masyarakat urban mungkin tidak asing dengan fenomena pernikahan beda suku, beda agama, maupun berbeda generasi.

Merunut data dari Badan Pusat Statistik, angka pernikahan di Indonesia pada tahun 2021 sebanyak 1, 74 juta pernikahan. Angka ini mengalami penurunan 2,8 % bila dibandingkan dengan tahun 2020 sebesar 1,79 juta pernikahan. 

Meskipun pada masa kiwari pernikahan beda suku dan beda generasi yang didasari perjodohan mulai berkurang, namun bila bicara tentang cinta, entah itu beda agama, beda suku, atau beda generasi sekalipun, serasa bumi ini mampu diputar melawan garis edar. 

Pergeseran pola pernikahan  pada kaum urban terjadi dari waktu ke waktu. Ada beberapa faktor yang oleh beberapa pengamat sosial yang ditengarai menjadi pemantik pergeseran tersebut. 

Pada kota besar seperti Jakarta maupun Surabaya, misalnya pernikahan lintas suku, generasi maupun agama terjadi seiring dengan bertambahnya populasi penduduk. 

Pola pernikahan beda suku, beda agama, maupun beda generasi lebih sering terjadi pada masyarakat yang individunya mempunyai pendidikan yang tinggi. Terbukanya wawasan mempengaruhi wacana individu untuk melakukan pernikahan beda agama, suku, maupun generasi. 

Apabila kita menilik data statistik dari Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) pernikahan beda agama di Indonesia tercatat sejak tahun 2005 sebanyak 1.425 pasangan. 

"Susah lho, Mbak. Masalahnya cinta," 

"Trus gimana dong kalau udah kadung kesandung cinta ama yang beda agama?"

Seberapa seringkah kita mendengar kalimat kegundahan yang sama? Pernyataan inilah yang acapkali masih terdengar dari mereka yang berada dalam hubungan pacaran maupun menjelang pernikahan.

Menjalin sebuah hubungan pacaran dan pernikahan tentu saja bukan hal yang sama. Dalam berpacaran, bisa saja dengan gampang salah satu pihak memutuskan hubungan bila ada ketidaksesuaian lagi. 

Akan berbeda dengan mereka yang berada di hadapan kursi pelaminan. Untuk memutuskan mengelola bahtera pernikahan tidaklah segampang melempar rancangan megah atau mewahnya acara sakral pernikahan kepada Event Organizer.

Problematika dalam Pernikahan Beda Agama

Ilustrasi deep talk dulu lah dengan pasangan | via unsplash.com @pricillia du preez
Ilustrasi deep talk dulu lah dengan pasangan | via unsplash.com @pricillia du preez

Dalam hubungan pacaran maupun pernikahan kerap kali didapati permasalahan yang berujung pada perdebatan. Meminjam istilah teman saya yang sudah 17 tahun menikah, "senggol dikit, tidur di luar!"

Perbedaan pendapat sudah barang tentu merupakan hal yang wajar. Pasangan yang sedang berpacaran atau yang sudah menikah adalah dua individu yang memiliki perbedaan latar belakang, perbedaan pola asuh, bahkan mungkin perbedaan prinsip. 

Pada kebanyakan kasus, perceraian terjadi bukan pada permasalahan yang ada, melainkan pada pengelolaan solusi masalah yang dihadapi. 

Maka alangkah bijak apabila kita kembali mempertimbangkan beberapa hal umum sebelum masuk dalam lingkaran pernikahan. 

Coba perhatikan hal krusial yang biasanya dijadikan perbincangan dalam pre marital counseling berikut ini :

1. Tentang visi dan misi. Tujuan hidup Anda dan pasangan mungkin berbeda. Sangat penting untuk menyatukan visi dan misi dalam membina rumah tangga. Bicarakan mengenai visi dan misi Anda dan calon pasangan. 

2. Mengenai tanggung jawab pengelolaan ekonomi keluarga. Bisa dibahas, apakah istri boleh ikut bekerja, tentang pengelola keuangan rumah tangga. Atau siapa yang akan menjadi pemanggul utama tanggung jawab ekonomi keluarga. 

3. Mengenai peran dalam menjalankan tugas dalam rumah tangga. Kebanyakan calon pasangan abai pada poin ini. Sehingga ketika menghadapi realita pembagian peran dalam rumah tangga terjadi perdebatan. 

4. Apabila mempunyai harapan akan anak-anak, alangkah baiknya bila dibicarakan juga mengenai pola asuh anak di masa mendatang. 

5. Bagus juga bila membincangkan mengenai keyakinan masing-masing. Ini dapat dilakukan semenjak memulai hubungan.

Dan masih banyak hal lain yang sudah semestinya menjadi pertimbangan atau bahan diskusi sebelum memasuki dunia pernikahan. 

Hal yang tidak kalah penting adalah mencari solusi dengan komunikasi "i messege". Sampaikan pesan atau persoalan Anda dengan mengatakan bagaimana perasaan Anda mengenai kondisi yang ingin bangun bersama. 

Bagaimana bila ada perbedaan prinsip? 

Ilustrasi datang berkonsultasi kepada para ahli langkah awal hubungan sehat | via unsplash.com @ TienDat Nguyen
Ilustrasi datang berkonsultasi kepada para ahli langkah awal hubungan sehat | via unsplash.com @ TienDat Nguyen

Percik masalah mungkin dapat terjadi bila ada perbedaan cara memandang sebuah masalah. 

Masalah beda cara makan saja bisa menjadi penyulut sebuah perdebatan panjang tak bertepi. (Ah, penulis artikel ini memang lebay!) 

Satu orang merasa suatu permasalahan bukanlah sebuah masalah besar, sedang yang lain memandangnya sebagai masalah yang harus mendapat perhatian. Masalah yang mungkin sederhana kemudian menjadi ajang perdebatan panjang. 

Perbedaan membutuhkan  kesepakatan bersama. Apabila perbedaan prinsip utama tidak terjalin kesepakatan, maka lebih baik kedua pihak harus mengevaluasi kembali hubungan mereka. Apakah tanpa kesepakatan apa pun hubungan tersebut tetap dapat terjalin langgeng? 

Apabila perbedaan prinsip utama tersebut dirasa mampu diatasi berdua, maka jalankan saja kesepakatan tersebut. 

Namun, apabila tidak ada kesepakatan dalam perbedaan prinsip utama, maka langkah untuk mengakhiri sebuah hubungan  mungkin adalah langkah yang tepat. Bukankah sebuah hubungan yang sehat adalah hubungan yang saling mendukung, saling bertumbuh? 

Datang berkonsultasi kepada para konselor pernikahan adalah langkah yang bijak. 

Para konselor ini akan membantu kita untuk lebih mengenal pasangan kita. Bagaimana kita menghadapi pasangan kita bila terjadi konflik, dan banyak keuntungan lain dalam sesi konsultasi tersebut. 

Lebih jauh lagi, dengan adanya sesi konseling tersebut, akan mempermudah kita melihat realita pernikahan. Segala aspek dan kemungkinan yang akan terjadi dalam dunia pernikahan. 

Dengan demikian diharapkan bagi kita dan pasangan kita akan mendapat gambaran yang lebih riil tentang apa yang dapat kita harapkan dalam hubungan pernikahan kita nanti ke depan. 

Hhm, lalu apakah melambungnya harga migor juga bisa menjadi alasan perdebatan di antara pasangan? Anda mungkin  bisa menjawabnya di kolom komentar. 

Salam sehat, salam sadar

Penulis

*Sumber : 1, 2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun