Kay, paling tidak ada 5 alternatif yang dapat kita lakukan pada masa duka.
1. Cobalah untuk mengenali emosi apa yang sedang terjadi. Sedih, jengkel, marah, takut, rasa bersalah, atau kita sedang kecewa? Tidak perlu terburu memaknai sebuah peristiwa. Kenali saja emosi kita. Tak usah bertanya mengapa begini, mengapa begitu. Mari, kita memvalidasi emosi kita.
2. Mengenali semua tahapan kedukaan sebagai salah satu cara kita untuk mengatasi "kebingungan", sehingga kita tahu benar, apa yang sedang terjadi dalam diri kita. Bukan berarti kita self diagnose lho ya... Ini berbeda.
3. Mencoba merawat diri dengan melakukan aktivitas lain. Aksi diatraksi sehat sangat disarankan. Misalnya, mulai membaca, menulis, berolahraga, yoga, meditasi, berkebun, bekerja, ya, do something.
4. Menghubungi teman atau komunitas, agar dapat berbagi rasa. Ini penting. Paling tidak, ada yang tahu apa yang sedang kita rasakan. Namun, bukan berarti kita membombardir emosi yang berakibat orang lain menjadi illfeel lantas menjauh dari kita.
5. Hubungi para ahli kesehatan yang terkait bila memang dampak kedukaan masih terus-menerus menghinggapi dan menimbulkan rasa tidak nyaman dalam keseharian kita.
Well, seperti Kubler-Ross pun mengulas bahwa terkadang ada beberapa orang yang dapat keluar dari masa duka akibat kehilangan tanpa harus melewati kelima tahapan tersebut.
Saya akan menutup artikel ini dengan sedikit kutipan dari Kubler-Ross.
"They are responses to loss that many people have, but there is not a typical response to loss, as there is no typical loss. Our grieving is as individual as our lives.”
Salam sehat, salam sadar
Sumber:
Kübler-Ross, E. (1997).
On death and dying. New York:
Scribner