Pada titik ini, saya mulai bertanya, bagaimana mungkin para ahli tersebut pun terjebak pada pola pikir false believe? Apalagi Anda dan saya sebagai orang awam bisa saja terjebak dalam hal ini, bukan?Â
Salah satu yang menarik dari Kid's These Day's Effect adalah saat kita menggunakan memori kita. Bahwa memori pada masa lalu tidak dapat kita jadikan pijakan untuk menilai apa yang terjadi saat ini.Â
Memori kita bukan laci yang dapat kita buka setiap saat kita butuhkan, Ayah, Bunda.Â
Ada sebuah pernyataan dari sebuah artikel, tapi mohon maaf saya lupa dari mana. Dikatakan bahwa memori dipengaruhi oleh keadaan emosi kita saat ini. Sehingga kondisi inilah yang akan memberikan warna bagi memori masa lalu kita.Â
Ini saya alami. Saat saya senang, maka yang saya ingat dari almarhumah Ibu saya adalah hal-hal yang menyenangkan. Berbeda bila saya sedang bersedih. Maka yang saya ingat dari sosok Ibu saya dulu adalah rangkaian peristiwa sedih saya saat bersama beliau.Â
Bila demikian, dapatkah kita menggunakan memori masa lalu untuk mengukur progres anak-anak kita?Â
Untuk mengukur anak muda zaman kiwari diperlukan komparasi dengan apa yang merupakan keunggulan anak muda di masa lampau. Tapi, bukankah tidak ada informasi yang objektif dari memori masa lampau?Â
Ayah, Bunda, saat ini, kita dan anak-anak adalah sebuah kesatuan. Bila kita sudah sampai pada detik ini, hingga saat ini, maka kita sudah melakukan hal yang hebat.Â
Maka, biarkan saya kali ini mengucapkan "selamat" pada Ayah, Bunda dan semua anak-anak yang ada di sekitar kita.Â
Selamat buat kita semua yang masih tetap bertahan dan berjuang. Karena benar-benar tidak mudah bagi kita bertahan dalam situasi tak pasti ini.Â
Tapi kita telah melakukannya, bukan? Kita telah melampauinya saat sulit selama masa pandemi ini.Â