Meskipun seseorang yang terpapar varian Omicron tidak menunjukkan gejala seberat paparan varian sebelumnya, namun bukan berarti kita lepas kewaspadaan. Prokes tetaplah prokes. Tetap jalankeun ya, Ayah, Bunda.
Hmmm, masih adakah dari kita atau kerabat kita yang belum ikut vaksinasi? Come, go get yourself vacinate...Â
Makdarit, maka dari itu, Saudaraku. Ayah, Bunda yang tersayang. Dalam artikel ini izinkan saya mengucapkan selamat.Â
Why? Ini masa yang penuh perjuangan, Ayah, Bunda. Masa transisi yang tidak satu pun di antara kita dengan mudah berkata, "ah, engga. Ini nyaman kok."
Begitu pun bagi anak-anak. Mereka bertumbuh dengan strungle yang luar biasa. Contoh paling mudah, sistem pembelajaran online. Mudahkah?Â
Bagi anak-anak ini bukan persoalan yang mudah. Selain banyaknya tugas adaptasi dalam masa pertumbuhan anak-anak, ada berderet dampak yang membuat anak kita menjadi tidak nyaman, bukan?Â
Mulai dengan terbentuknya sikap mager, nilai disiplin yang berkurang, hingga kid's burnout yang kemudian diusung oleh pemerintah untuk mengembalikan anak pada sistem pembelajaran onsite.Â
Dari Omicron Jatuh ke Parenting
Dalam koridor masa pandemi, saya sempat tertarik untuk menyisir satu fenomena yang dalam pelbagai musim terus berjalan. Fenomena dalam dunia parenting yang mungkin belum banyak orang tua pahami.Â
Yuk, hari ini kita bersama belajar tentang Kid's These Days Effect. Waduh, ini apa lagi...Â
Sekarang istilah keminggris kok banyak bangeeet... Bingung aku, mbakyu...(monmap, Ayah Bunda... saya belum mendapatkan terjemahan dalam bahasa Indonesia yang tepat, hehehe)Â
Hmm, baiklah Ayah, Bunda. Apa sih yang disebut kid's these days effect atau bisa juga disebut kid's these days bias.Â