"Anak sekarang itu susah kalau disuruh baca. Ga kayak generasi kita dulu, Miss,"
"Nah, ini nih. Kita dulu waktu masih kecil selalu disiplin. Sekarang anak-anak lebih seneng rebahan, main gadget, susah diatur. Disuruh ngerjain PR aja, mbantah. Kok anak-anak sekarang ini susah diatur ya, Miss. Ga kayak zaman kita dulu,"
"Anak zaman sekarang itu, jangankan bisa bahasa daerah lancar. Lha wong disuruh ngluruhi (terjermahan: menyapa) orang yang lebih tua aja susah."
Dan masih banyak keluhan dari generasi terdahulu yang membandingkan betapa generasi terdahulu mempunyai sikap yang lebih baik dari pada generasi saat ini.Â
Gimana Sih Kok Bisa Ketemu Fenomena Seperti Ini?Â
John Protzko dari University of California mengadakan sebuah studi untuk menguji bagaimana tanggapan responden mengenai tingkat kualitas generasi sekarang bila dibandingkan dengan generasi terdahulu. Kualitas apaan?Â
Protzko mencoba untuk mengetahui apakah kecerdasan, minat baca, dan rasa hormat kepada orangtua pada generasi saat ini lebih baik, lebih buruk, atau sama seperti generasi terdahulu.Â
Uniknya, sebelum mengadakan penelitian tersebut, Protzko juga melibatkan beberapa ahli psikologi. Dari 260 psikolog perkembangan waktu, 84% di antaranya memprediksi bahwa generasi yang akan datang akan semakin buruk dalam hal delayed gratification (menunda kesenangan).Â
Akan tetapi, apa yang terjadi sebenarnya? Jenk... jenk... jenk....Â
Ternyata hasil penelitian Protzco menunjukkan kenyataan lain. Hanya 16 % dari psikolog tersebut memprediksi sesuai dengan hasil studi Protzcko.Â
Sebagai contoh, pada kenyataannya anak muda sekarang jauh lebih memilih untuk produktif dan menunda self gratification mereka.Â
Sebagai contoh, generasi kekinian lebih memilih untuk berinvestasi dari pada menghabiskan uang. Mereka lebih memilih menabung untuk membeli rumah dari pada menghamburkan penghasilannya sebulan.Â