Entah itu emosi yang dinilai (karena saya percaya semua emosi itu bermanfaat) positif maupun negatif. Emosi yang berpotensi membangun atau menghancurkan dapat kita minimalisir dengan menggunakan proses katarsis.
Terlepas apakah itu katarsis yang berdampak baik maupun yang buruk, ada beragam media katarsis, seperti teman, suatu tempat, makanan, media sosial, buku diary, n so on...
Sebetulnya, semua itu hanyalah fasilitas. Seperti saat kita mengendarai seperda motor atau mobil pribadi. Terserah pada kita, ke mana akan mengarahkan kendaraan tersebut, maupun bagaimana kita memanfaatkan kendaraan tersebut.Â
Bisa jadi, yang kita anggap sebagai katarsis positif dapat berubah menjadi bumerang bagi diri kita, maupun sebaliknya. Proses katarsis yang berubah menjadi bumerang, bukan mendapatkan perasaan nyaman, malahan akan menyakiti diri kita.Â
So, be careful yha, Sobs. Boleh menyendiri di kamar, tapi jangan kelamaan; boleh ngemil saat belajar jelang ujian, tapi jangan lupa treatmil; boleh menulis secara ekspresif, cuman plis lah, perhatikan medianya, Sobs. Teriak-teriak di kamar waktu malam? Well...panci ama piring tetangga bisa-bisa langsung melayang ke kamar kita, Sobs...yha ga sii?
Next, berarti diary bisa donk jadi katarsis? Yupsy! Jelas lah bisa dan mungkin. Yang diutamakan dalam menulis ekspresif adalah menulis segala perasaan kita. Any kind of emotions.
Semenjak kecil, saya tidak mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi dengan lancar. Salah satu kegemaran saya adalah menuliskan segala sesuatu yang ada dalam kepala saya di atas buku.Â
Kelas 5 SD saya sudah memiliki satu buku berisi kumpulan puisi dan 1 buku kumpulan cerpen. Meski sayangnya, pada saat itu saya menulisnya dengan tulisan tangan. Walhasil setelah berpuluh tahun, kini buku tersebut telah rusak. Well,....itulah...
Puisi dan cerpen dapat kita jadikan sebagai katarsis, tempat menuangkan segala emosi atau apapun yang kita pikirkan. Di antara para penyair tersohor pun melakukannya.
Lihat bagaimana King David menulis segala perasaannya dalam bentukan mazmur. How bout King Solomon with Songs of Solomon? Atau Marcella F.P dengan Generasi 90an-nya? Semua tentang pergumulan anak manusia dengan emosi dalam dirinya.
Memang agak sedikit berbeda dengan menulis ekspresif yang digunakan oleh ahli kejiwaan. Dalam menulis ekspresif ditekankan pada perasaan individu, biasanya ada durasi tertentu dalam menulis ekspresif (10-15 menit).Â