Dear Diary,...
Hari ini aku bertemu ketakutan. Kau tahu, tadi siang, gwe pengen pergi ke WC umum, begitu luar biasanya panggilan alam menggema dalam diri, eh, anjing si Mona lepas! Tetiba lari, trus berhenti di depanku. Anjing itu ngeliatin gwe. Gila!! Keringat dingin gwe keluar, bukan aja kerna nahan boker, tapi gwe takut yang benar- benar setengah mati. Diary, kau tahu, anjing itu, matanya melotot, menggeram kek mo beranak. Tapi, aku ga kalah geram 'coz sakit perut yang makin melilit. Njir, sumpe nih anjing mang posesif ma gwe atau mo ikutan gwe boker apa yha?....
***
Udah rampung membacanya? Yang pasti itu bukan isi diary saya, Sobs. Bukan punya tetangga, bukan juga hasil copyleft saya dari akun lain. Just a simple story of my imagination.
Beberapa dari kita telah terbiasa menulis dalam satu buku tentang perasaan kita, apa pun yang kita rasakan maupun pikirkan. Seolah buku tersebut adalah sobat setia senantiasa yang ga bakal nge-gibah ke siapa pun soal rahasia kita, kecuali buku itu dibaca orang lain.Â
Wah, kalau terbaca orang lain, bisa kacau rasa strawberry deh...xixixi...
Questions!Â
Apakah ketika kita menulis diary itu juga merupakan salah satu bentuk menulis ekspresif? Lalu, apakah hanya mereka yang memiliki masalah dengan pengelolaan emosi saja yang membutuhkan terapi menulis?Â
Hmm, ok otre! Sekarang kita kulitin yuks...
Sebelum melangkah lebih jauh, coba deh kita kunjungi dulu apa sih katarsis yang banyak di sebut-sebut itu?
Sedikit mencolek dari pijarpsikologi.org, katarsis merupakan sebuah aktivitas mengekspresikan segala macam emosi yang dirasakan oleh individu.Â