Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Sukses Tanpa Depresi, Waspadai Impostor Syndrome

10 Desember 2020   18:18 Diperbarui: 11 Desember 2020   18:18 1616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedikit menyoal perfeksionisme. Menjadi perfeksionis sebenarnya bukanlah karakter yang buruk. Perfeksionisme dapat membangun pribadi yang berdisiplin, fokus dalam mengerjakan sesuatu, merapikan apa yang ada di masa depan, mendorong individu untuk mencoba menjadi lebih baik di masa mendatang.

Yang perlu diwaspadai ketika target tidak tercapai, keadaan tidak seperti yang diharapkan, tidak jarang seorang perfeksionis menjadi semakin terpuruk, stress, mengalami kecemasan (anxiety), bahkan depresi. Aduh, duh, duh....eman, Sobs. Mari peduli pada diri sendiri.

Pola yang kedua, adalah seorang yang impostor akan mengawali pekerjaannya pada saat menjelang tenggat akhir. Sehingga dengan capaian tertentu, ia akan menganggap bahwa kesuksesan yang diraihnya berasal dari faktor keberuntungan semata. 

Siklus ini menghinggapi mahasiswa atau pelajar pada tahap akhir penyelesaian tugas. Atau dapat juga seorang pekerja professional yang mempunyai kebiasaan menunda pekerjaan penting dengan pekerjaan yang kurang penting (prokrastinasi). Pada sutuasi seperti ini, biasanya orang yang mengalami prokrastinasi diidentikkan dengan kemalasan. 

Menerima Diri Sendiri Seutuhnya, Mengantisipasi Impostor Syndrome

Faset lain yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana supaya kita menjadi seimbang dalam segala hal. Terlalu mengejar masa depan, target, dan ekspektasi membuat seseorang lupa pada value, nilai, kemampuan pada diri sendiri. 

Impostor syndrome muncul karena rendahnya self efficacy. Self efficacy yaitu kepercayaan seseorang untuk meyakini diri sendiri dapat menaklukan segala tantangan hingga sukses.

Rendahnya self efficacy kemudian diasosiasikan sebagai rendahnya self esteem seseorang. Self esteem mengarah pada harga diri, seberapa besar individu menilai diri sendiri tanpa adanya rasa takut, cemas, percaya bahwa ia adalah pribadi yang penting dan menerima keseluruhan hidupnya secara utuh.

Siapa pun kita rentan bersinggungan dengan fenomena ini. Kesadaran dini pada fenomena ini merupakan langkah awal sebagai tindakan antisipasi kita menjadi impostor.

Langkah berikutnya adalah memahami bahwa asumsi orang lain bukan menjadi subyek capaian atau prestasi kita. Menyadari akan value atau nilai diri kita, kemampuan yang ada pada diri kita dengan menerima kita seutuhnya, seapa adanya kita.

Diharapkan dengan penerimaan diri seutuhnya, akan mengatasi perasaan; emosi; rasa cemas dan takut yang terkadang datang karena kegagalan, atau anggapan orang lain pada kesuksesan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun