Mereka harus bekerja sama sehingga menghadirkan satu rasa bahagia yang sempurna. Memang harus begitu, Ceripa.....
Ini nih Saya kasih contoh kasus yang lain, yha. Andai kita ingin mengikuti blogg competition di K, kita tertarik. Lalu kita berusaha sekuat tenaga memeras peluh dan aksara, serta memadukan teori dengan imaji, maka sampai di titik inilah dopamin bekerja dalam otak kita, sehingga kita merasa seru dan senang saat membuat sebuah artikel yang begitu cetar membahana badai.Â
Trus, waktu kita jadi juara 1 tuh, ada rasa gembira tiada tara. Nah, itu si dopamin juga yang kerja.
Lalu, karena kita cukup ramah ama temen-temen Kers yang lain, tanpa ragu dan malu, mereka beri kita pujian di kolom komentar, duuuh senangnyaaaa, "Bro, traktir makan-makan yuk". Walhasil, kita traktir tuh seluruh keluarga besar Kers, how lovely, ada perasaan hangat yang keluar, itulah kerjaan si serotonin.
Eh, keinget juga ada anak, istri, enyak, babe, si adek, si kaka, engkong, semua orang serumah dah, sisihin duit lalu berbagi ama mereka, ada rasa senang saat bersama keluarga, inilah oksitosin beracara.
Gitu ceritanya....
Coba bayangkan andai di hidup kita ini hanya dopamin dalam kadar yang tinggi saja yang ada di syaraf otak, wuiiih, bisa-bisa kita kena trust issue, ga mudah percaya pada orang lain karena kurangnya hormon oksitosin.
Atau seberapa banyak di antara kita yang sering kena sakit asam lambung meskipun pola makan kita teratur? Hati-hati, Bapak, Ibu sekalian. Mungkin kadar serotonin dalam lambung kita lagi drop. Karena hormon ini selain merupakan salah satu dari neurotransmitter ke otak --sebagai salah satu komponen bahagia kita, serotonin kerja juga di lambung.
Kurangnya serotonin dalam tubuh, yaitu di dalam otak pun akan berakibat migraine. (believe me it is so painful).Â
Ya, saya bukan ingin membahas penyakit yang diakibatkan kelebihan atau kekurangan hormon. Saya bukan dokter. Hanya ingin berbagi selagi saya mampu. That's all...
Kebahagiaan Adalah Pilihan dan Tanggung Jawab Siapa?