"Apa yang terjadi pada kita, sayang? Apa salah kita? Mengapa Tuhan mengambil segalanya? Bukankah kita pun melayaniNya setiap waktu? Apa yang telah kita lakukan?" Horatio tak berujar apa pun. Tak ada satu pledoi pun yang mampu ia ucapkan selain belai lembut jemarinya menghapus air mata yang masih berderai di pipi lembut Anna.
***
Tahun telah berganti, musim telah bergulir tanpa henti. Bulan mencium bulan, minggu mencumbu minggu, demikan pula hari selalu berserah dilucuti waktu.
Kekelaman masih menjangkiti benak Anna. Kehilangan apa yang menjadi mimpi dan harapannya telah hilang. Namun Anna tidak juga menyerah. Semangat Horatio membenahi seluruh kenangan pahit yang kini ia tindih dengan senyum dan rasa ikhlasnya.
Secarik surat dari D.L Moody yang sibuk dengan rencana pelayanan kepada jemaat gereja di Inggris Raya membuat semangat Horatio kembali menyala.Â
"Anna, lihat, aku membeli tiket kapal. Kita akan pergi ke Inggris. Mari sayangku, Kita lupakan dulu semua. Kita bantu Tuan Moody melayani umat di Inggris. Kau mau?" senyum mengembang di wajah bulat Anna mendengar suaminya dengan mata berbinar menunjukkan tiket kapal untuk seluruh keluarga.
Hari itu, Sabtu, 15 November 1873 udara dingin  menciumi New York. Kapal-kapal berjajar rapi, merapat di pelabuhan. Hawa dingin membasuh air laut yang bergelora. Pagi itu keluarga Stafford berada di salah satu sudut kapal, bersiap mengarungi samudera ke daratan Perancis, kemudian melanjutkan pelayarannya ke Inggis membantu pelayanan Moody di benua Eropa.
Horatio terlihat sibuk pagi itu, matanya menatap sayang Annie, Maggie, dan Bessie, tiga putri cantiknya. Sedang Anna sibuk mendiamkan Tanetta, si kecil Spafford yang menginjak usia 2 tahun.
"Anna sayangku, aku minta maaf, ada klien yang mendadak menghubungiku. Kau berangkatlah lebih dahulu bersama anak-anak."
"Tapi, Horatio,...."
"Tenang, aku menyusulmu nanti setelah urusanku di Chicago selesai."sahut Horatio. "Nikmati liburanmu, sayang. Aku sudah mengirim telegram untuk Tuan Moody. Dia yang akan mengurus segala keperluanmu sebelum aku tiba di sana," apa mau dikata, kata iya mengalir dari bibir Anna. Ia bukan seorang wanita yang manja. Semenjak menikah dengan Horatio, ia yang seringkali mendukung segala keputusan suaminya.