Pergerakan mahasiswa yang terpusat di kampus UMS di daerah Pabelan diusung sebagai aksi damai para mahasiswa, yang kemudian melakukan longmarch di bawah Sang Saka Merah Putih di sepanjang ruas Jalan Slamet Riyadi.
Namun naas, demonstrasi dengan niat luhur kaum civitas akademika harus tercemari oleh aksi beberapa oknum yang disinyalir menyusupi perjuangan anak negri. Rombongan semakin bertambah banyak, sehingga aksi yang disususpi provokator-provokator tak terdeteksi merubah aksi damai menjadi tindakan anarki.
Rumah saya kala itu berada di Kemlayan, tepat di jantung kota Solo. Sehingga pada saat konvoi anarkis massa dari arah Pabelan mulai meringsek masuk ke jantung kota, suasana terasa sangat mencekam. Sungguh, semua bagai mimpi buruk di siang hari.Â
Setelah cici tetangga yang histeris, ada beberapa orang yang sudah mulai berlalu lalang dengan wajah panik dan tegang melewati jalan kampung rumah saya.Â
Ada pula yang sibuk berpeluh membawa barang-barang jarahan mulai dari sepeda motor, TV, komputer, lemari es, AC, hingga barang-barang kebutuhan pokok seperti detergen, sabun mandi, beras, minyak, bahkan ada pula yang menenteng baju-baju, dan lain sebagainya. Pemandangan yang sangat mengerikan.
Saya sengaja keluar rumah, hanya berdiri di samping kiri rumah saya yang merupakan jalan kampung, sebagai akses bagi mereka yang ingin melintasi keempat jalan protokol kota Solo.
Bapak beserta beberapa kepala rumah tangga yang lain segera berkoordinasi dengan Babinsa setempat untuk dengan segera menutup portal kampung yang mungkin dijadikan akses keluar masuk oknum tak bertanggung jawab.Â
Maklum jalan kampung kami hanya selebar 2-3 meter. Namun jalan kampung kami merupakan akses alternatif tercepat yang menghubungkan empat jalan protokol di Kota Solo, Jalan Slamet Riyadi, Jalan Honggowongso, Jalan Gatot Subroto, dan Jalan Dr. Radjiman.
Sesaat mata saya menangkap dua mobil pick up berwarna putih berlalu lalang melintasi jalan kampung kami. Masing-masing membawa dua orang yang bertelanjang dada duduk di bagian belakang mobil yang terbuka, sorot mata mereka nyalang, bola mata mereka memerah sangat menakutkan.Â
Dengan jelas saya melihat mereka masing-masng membawa beberapa bom molotof siap lempar. Penampilan mereka jauh dari penampakan kaum civitas akademika.