Asap mengepul. Ada beberapa kereta perang yang ditarik oleh seekor binatang yang bermuka sangat aneh dan menjijikkan. Makhluk itu menarik sebuah kereta pelempar bola api. Binatang itu berkepala dua. Ada satu lagi, berkepala tiga, malahan. Mulutnya selalu terbuka, giginya hampir semua seperti taring yang panjang.Â
Matanya buas menyelidik setiap sisi kelemahan lawan. Tampakannya serupa dengan harimau berkepala rangkap. Badannya besar, mungkin dua kali ukuran gajah.Â
Namun kemudian aku kembali tersadar. Aku masih berada di gudang. Ya, di rumahku sendiri, bersama Thea.
"Apa yang kau lakukan, Tuan Putri? Apa yang kau lihat?" nada tanya yang tak terdengar enak.
"Bukan. Tidak...emh ... Aku tadi hanya... Entahlah. Ugh, tolong, aku tak pernah mengerti semua ini," jawabku terbata-bata.
"Duduklah dulu," katanya. " Dengar. Aku adalah Thea. Itu namaku. Aku diminta Paduka Raja Redrix, Ayahmu, untuk membantunya mengasuhmu di dunia ini. Aku berasal dari sebuah dimensi yang berbeda. Kami hidup nyaman di Kerajaan Fillya. Kerajaan dan negeri yang begitu indah.
"Tugasku mengantarmu ke sana. Kembali ke istana. Di sanalah tempat yang paling aman untukmu, Tuan Puteri,"
"Tunggu. Berkali-kali kau menyebutku, Tuan Putri. Apa maksudmu? Tak adakah nama lain yang lebih keren? Lalu siapa Lang... Langlang, atau... Entahlah. Lalu siapa Raja Redrix? Ayahku seorang Raja? Wow...ini seperti mimpi,"
"Sayangnya ini bukan mimpi, Tuanku. Kalaupun ini mimpi, pastilah ini sebuah mimpi buruk,"
"Apa maksudmu? Ayahku seorang Raja. Lantas siapa aku?"
"Kau adalah Tuan Puteri, pewaris tahta kerajaan Fillya."