"Waaah, Pierre Tendean yang ganteng itu ya, Pak?" tanya Timi, siswi kecil mungil berkacamata yang sejak tadi tak sabar dengan pelajaran guru favoritnya ini.
Pak Rangga memang belum lama dipindahkan ke SMA itu. Namun kecerdasan dan daya tariknya untuk mengajar membuat para siswa ingin berjam-jam melewatkan jam pelajarannya.Â
"Awan menghitam menggelayuti langkah kaki gadis manis berbaju hitam. Diiringi oleh aubade lagu pengiring jenazah dari seorang muda pengabdi nilai patriotik bangsa.
"Air mata mengalir dari dua bola mata si gadis manis berambut ikal. Matanya yang kemarin berbinar dengan semua rencana yang telah tergelar, hanya menghitung hari. Selangkah lagi, ia menuai harap yang lama telah disimpan dengan pemuda pujaannya.
"Pemuda itu wajahnya memang tampan di atas rata-rata. Prestasi akademisnya pun tak pernah mengecewakan. Sifatnya yang hangat dan peramah memberi nilai tersendiri baginya.Â
"Segudang prestasi di Akademi Tehnik Angkatan Darat (ATEKAD) Panorama, Â tak lantas membuatnya bangga dan menepuk dada.Â
"Dia betul-betul tampan. Apalagi jika ditambah dengan senyumannya yang mengalir seperti air sungai bening yang menyejukkan. Meruntuhkan hati setiap kaum hawa yang pernah mengenalnya.Â
"Hari itu di sebuah pertemuan muda-mudi di Medan, sepasang jiwa muda bertemu. Seakan jagad pun bertekuk lutut pada sebuah takdir yang dibentangkan semesta.
"Senyum manis yang tersungging di sudut bibir mungil seorang gadis manis, Â meruntuhkan benteng pertahanan hati pria mana pun. Dan benteng hati Pierre pun runtuh tatkala serumpun kata lembut datang dari seorang putri Medan keturunan Jawa ini.
'Pierre, ke Ari sebentar, biar aku perkenalkan mutiara kami, Rukmini,' ujar pemuda yang juga sedari tadi ada bersama-sama berkumpul di situ. Rupa-rupanya, teman-teman Pierre tahu betul sifat Pierre yang juga berstatus sebagai jomblo harapan bangsa itu.
"Bak gayung bersambut, kala uluran tangan seorang Rukmini terulur, maka runtuhlah hati sang pejuang nan patriotik milik Nusantara.Â