Sederhana namun bermakna.
Ada satu hal yang unik terlihat pada saat akhir acara ini. Para warga baik pria maupun wanita, besar ataupun kecil, dewasa maupun anak-anak, semua berebut untuk berbaris melingkar untuk saling bersalam-salaman, sebagai tanda "peleburan kesalahan dan kekeliruan" yang mungkin tercipta di antara para warga dusun Merapisari.
Seusai bersalaman, ini acara yang tak kalah unik. Para warga saling berbagi dan bertukar apa pun yang dibawa oleh warga yang lainnya.Â
Ada beberapa diantara mereka yang menikmatinya di Balai Dusun bersama para warga yang lain, namun ada pula yang membawanya pulang ke rumah mereka masing-masing.
Menikmati keindahan di salah satu sudut dusun di negeri tercinta ini dengan santun dan kearifan lokal budaya setempat, membuat penulis pun larut dalam kebersamaan dan rasa toleransi yang tinggi kepada sesamanya.Â
Lebaran tahun ini membawa momen yang indah, dimana semua diperbolehkan untuk merasakan kemenangan untuk semua.
Pukul 09:25, acara metokan sebagai lambang silaturahmi antar warga telah usai. Namun tradisi yang turun-temurun diwariskan oleh para leluhur diharapkan akan terus terjaga.
Keteladanan dari para orang tua merupakan kunci utama bagi para pendahulu, untuk terus mewariskan tradisi indah yang berbalut toleransi dan persatuan ini bagi para generasi penerus bangsa.
Hal inilah yang dipegang teguh oleh warga dusun Merapisari sehingga nilai luhur para pendahulunya tetap lestari.Â
Tanpa terasa, kabut gunung Merbabu mulai turun. Sengatan Sang Surya tak lagi terasa panas. Namun rasa kebersamaan yang tercipta di Dusun Merapisari tak pernah pudar. Semakin pekat, sepekat toleransi yang tercipta diantara warganya.