Untuk menghormati tradisi Metokan ini, para perangkat dusun bahkan membuat program di setiap tahunnya ada Metokan dalam 3 acara penting warga.Â
Pada saat Lebaran, Malam Tirakatan 17 Agustus, dan pada saat Perayaan Hari Ulang Tahun Dusun.
Metokan sebagai wujud kebersamaan dan rasa toleransi warga dusun Merapisari ini sudah diadakan sejak tahun 1968. Setelah 51 tahun ternyata acara metokan ini secara turun-temurun tetap dilaksanakan sampai dengan sekarang.Â
"Kalau saya ya, tidak pernah merasa terpaksa untuk menyempatkan diri memasak buat acara metokan ini," demikian kata Sutimah (42) salah satu warga dusun Merapisari.Â
Menurut pengakuannya, acara yang sudah turun-temurun diadakan oleh dusun Merapisari ini adalah acara yang tak boleh terlewatkan.Â
"Memang metokan kuwi ora wajib, tapi nek ora ono metokan kuwi rasane ora afdol, ora sreg. ( memang metokan itu bukan hal yang wajib bagi semua warga, tetapi kalau tidak diadakan acara metokan rasanya kurang afdol, ada yang kurang)," begitu ungkap Sutimah.
Hal ini pula diungkapkan oleh beberapa anak-anak muda di dusun tersebut, yang menyambut metokan dengan antusias layaknya sebuah acara yang sudah ditunggu-tunggu.
"Ben wong Jowo ora ilang Jawane (agar orang Jawa tidak hilang Jawa nya. -agar tidak lupa adat dan tradisi-red)." Begitulah ungkapan Vina, seorang remaja berusia 17 tahun, tatkala penulis bertanya mengenai pendapatnya tentang acara dan tradisi Metokan.Â
Mereka pun menyadari bahwa acara metokan semacam ini sangat perlu dilestarikan, agar generasi muda pun bisa terus mencintai kearifan budaya leluhur mereka.
Acara metokan dikemas dengan sederhana oleh para perangkat dusun. Terdiri dari pembukaan, doa-doa oleh beberapa alim ulama yang mewakili para warga yang beragama Islam, Kristen, maupun Katholik.