Mohon tunggu...
Neli Diah Tri
Neli Diah Tri Mohon Tunggu... Mahasiswa - pembelajar / Mahasiswa

swim,sebagai Mahasiswa, membuat artikel tentang sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Karakteristik Sifat Sultan Muhammad Al - Fatih Sang Penakluk

13 Agustus 2024   08:24 Diperbarui: 13 Agustus 2024   08:34 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

KARAKTERISTIK SIFAT MUHAMMAD AL - FATIH SANG PENAKLUK

Pendahuluan 

Sosok Sultan Muhammad II merupakan seorang Khilafah Utsmaniyah, memerintah hampir selama tiga puluh tahun yang diwarnai dengan kemuliaan dan kebaikan bagi kaum muslimin. Ia memiliki amanah menjadi Sultan Utsmani setelah menggantikan ayahnya Muhammad 1 yang telah wafat pada tanggal 16 Muharram 855 H, bertepatan dengan 18 Februari 1451 M. Ketika itu Muhammad II masih memiliki umur menginjak 22 tahun.

Sejak masa kecilnya memiliki keunggulan dalam menyerap dan menangkap ilmu pengetahuan. Ia memiliki pengetahuan yang luas, khususnya dalam bidang Bahasa, serta memiliki kecenderungan besar terhadap buku-buku sejarah. Inilah yang membuatnya menjadi sosok seorang pemimpin pasukan muslimin yang memiliki keahlian urusan manajemen, administrasi negara, penguasaan medan dan ahli strategi perang. Keunggulan akhlaknya terhadap Syariat Islam membuatnya memiliki sikap bijaksana, pemberani, suka memberi, dan rela berkorban, demi membela akidah dan syariat. Semua itu dilakukan dengan mengharapkan pahala dari Allah.

Keteguhan Hati dan Keberanian

Sultan Al-Fatih terjun sendiri ke medan laga dan berperang melawan musuh dengan pedangnya sendiri. Dalam peperang di wilayah Balkan, tantara Utsmani berhadapan dengan tentara Bughanda yang bersembunyi di balik pepohonan yang rapat. Pasukan Utsmani yang melihat mocong meriam yang diarahkan dari pepohonan seketika melakukan tiarap karena posisi tertahan dari serangan mengejutkan tersebut. Kemudian sang Sultan lalu berteriak dengan lantang "Wahai pasukan Mujahidin, jadilah kalian tentara Allah, dan hendaklah ada dalam dada kalian semangat Islam yang membara".

Kemudian ia memegang tameng dan menghunuskan pedangnya, serta segera memacu kudanya ke arah paling depan tanpa menoleh kepada apapun. Tindakannya ini memunculkan semangat jihad yang membara, kemudian semua pasukan bergerak dengan gemuruh takbir menyusul komandan tertingginya tersebut. Pasukan Utsmani berhasil mempora-porandakan pasukan Bughanda serta berhasil memenangkan peperangan.

Keikhlasan

Sesungguhnya dalam banyak sikap yang diabadikan dalam perjalanan sejarah Sultan Al-Fatih, tampak keutamaan sikap keikhlasannya, kedalaman iman, serta akidah lurus. Dalam sebuah syair dia berkata

Niatku: Taat kepada perintah Allah, "Dan Hendaklah kalian berjihad di jalan-Nya (Al-Maidah: 35)

Wa Hamasi (semangatku): Adalah mengeluarkan semua upaya untuk mengabdi pada agamaku, agama Allah.

'Azmi (tekadku): Saya akan buat orang-orang kafir bertekuk lutut dengan bala tentaraku, berkat kelembutan Allah.

Jihadi (Jihadku): Adalah dengan jiwa raga dan harta benda. Lalu apa makna dunia setelah ketaatan kepada perintah Allah.

Wa Tafkiri (pusat pikiranku): Terpusat pada kemenangan yang datang dari rahmat Allah.

Asywaqi (Kerinduanku): Perang dan perang ratusan ribu kali untuk mendapatkan ridha Allah.

Wa Raja'I (Harapanku): Adalah pertolongan Allah, dan kemenangan negara inni atas musuh-musuh Allah

PEMBAHASAN 

Karakteristik dan Gaya Kepemimpinan Muhammad Al-Fatih

Gaya kepemimpinan yang sangat menonjol dari Sultan Muhammad Al-Fatih adalah gaya kepemimpinan karismatik. Gaya ini berasal dari kewibawaan alami yang dimiliki seorang pemimpin, bukan karena legalitas politik atau pembentukan sistematis. Dengan kata lain, kewibawaan seorang pemimpin benar-benar datang dari dalam dirinya sendiri tanpa dibuat-buat. Ciri khas gaya kepemimpinan karismatik adalah daya tarik yang bersifat metafisik terhadap para pengikutnya (Athoillah, 2017: 203-208).

Muhammad Al-Fatih dapat dikategorikan sebagai figur kepemimpinan karismatik karena ia memiliki keterampilan dan kemampuan yang tidak dimiliki oleh banyak pemimpin pada masanya. Ia menunjukkan kekuatan dan kecerdasan yang luar biasa, seperti misalnya keberhasilannya dalam membangun benteng Rumeli Hisari dan memindahkan kapal melewati bukit. Prestasi-prestasi ini memperkuat kepemimpinannya dan membuat pengikutnya sangat patuh serta penuh hormat kepadanya.

Sebagai seorang pemimpin, terdapat beberapa aspek penting yang harus diperhatikan, yaitu sifat, kualitas fisik, dan alasan di balik setiap tindakan. Sifat menjadi modal utama karena membentuk karakter khas dalam diri seseorang. Karakter Sultan Muhammad Al-Fatih, atau Mehmed II, terbentuk berkat pendidikan yang diterimanya sejak kecil. Mehmed dikenal sangat tekun dalam mempelajari ilmu agama di bawah bimbingan para ulama pilihan ayahnya. Syaikh Ahmad bin Ismail Al-Kurani mengajarkan ilmu fikih dan hadis, serta berhasil menjadikannya sebagai penghafal Al-Qur'an. Selain itu, Syaikh Aaq Syamsuddin, yang nasabnya terhubung dengan khalifah Abu Bakar, mengajarkan berbagai disiplin ilmu, termasuk Al-Qur'an, sunnah Nabawiyah, strategi perang, bahasa (Arab, Persia, Latin, Italia, dan Turki), matematika, falak, sejarah, dan seni. Ilmu-ilmu ini sangat berharga bagi kepemimpinan Mehmed dan memudahkan komunikasi politiknya dengan berbagai pemimpin negara.

Gaya kepemimpinan yang sangat menonjol dari Sultan Muhammad Al-Fatih adalah gaya kepemimpinan karismatik. Gaya ini berasal dari kewibawaan alami yang dimiliki seorang pemimpin, bukan karena legalitas politik atau pembentukan sistematis. Dengan kata lain, kewibawaan seorang pemimpin benar-benar datang dari dalam dirinya sendiri tanpa dibuat-buat. Ciri khas gaya kepemimpinan karismatik adalah daya tarik yang bersifat metafisik terhadap para pengikutnya (Athoillah, 2017: 203-208).

Gaya kepemimpinan yang sangat menonjol dari Sultan Muhammad Al-Fatih adalah gaya kepemimpinan karismatik. Gaya ini berasal dari kewibawaan alami yang dimiliki seorang pemimpin, bukan karena legalitas politik atau pembentukan sistematis. Dengan kata lain, kewibawaan seorang pemimpin benar-benar datang dari dalam dirinya sendiri tanpa dibuat-buat. Ciri khas gaya kepemimpinan karismatik adalah daya tarik yang bersifat metafisik terhadap para pengikutnya (Athoillah, 2017: 203-208).

Gaya kepemimpinan yang sangat menonjol dari Sultan Muhammad Al-Fatih adalah gaya kepemimpinan karismatik. Gaya ini berasal dari kewibawaan alami yang dimiliki seorang pemimpin, bukan karena legalitas politik atau pembentukan sistematis. Dengan kata lain, kewibawaan seorang pemimpin benar-benar datang dari dalam dirinya sendiri tanpa dibuat-buat. Ciri khas gaya kepemimpinan karismatik adalah daya tarik yang bersifat metafisik terhadap para pengikutnya (Athoillah, 2017: 203-208).

2.Relevansi Kepemimpinan Muhammad Al-Fatih

Kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih yang sukses dan bersejarah dapat menjadi teladan yang relevan untuk masa kini. Contohnya, bagaimana penghargaan Mehmed terhadap sastra dan sumber sejarah bangsa sangat mencerminkan nilai-nilai kepemimpinan yang patut dicontoh.

"Mehmed dikenal sebagai pelindung sastra, dan selama pemerintahannya, ia mendukung sekitar tiga puluh penyair dan cendekiawan. Menurut sumber-sumber kontemporer Turki, sejarawan abad ke-16, Hoca Sadeddin, mencatat bahwa sultan Mehmet sangat dihormati oleh bawahannya, terutama oleh mereka yang terkenal dalam bidang sastra dan ilmu pengetahuan pada masa pemerintahannya. Hal ini karena penghargaan dan perhatian yang ia berikan kepada mereka, termasuk kebebasan yang diberikan untuk berkarya. Perlindungan yang dia berikan kepada para penulis menyebabkan peningkatan produksi karya sastra. Selain itu, Mehmed juga mengumpulkan ribuan manuskrip, sebagian besar berupa salinan buku-buku komentar dan tafsir langka serta berharga dalam hukum dan agama Islam. Ia memerintahkan agar manuskrip tersebut didistribusikan ke masjid-masjid yang dibangunnya, sehingga dapat dimanfaatkan oleh para pengajar di sana. Singkatnya, ia tidak melupakan kesempatan untuk melakukan kebaikan di dunia ini" (Freely, 2019: 148).

Kesimpulan 

Berdasarkan pembahasan mengenai tokoh pemimpin Islam dalam konteks penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al-Fatih, seperti yang dijelaskan dalam buku karya John Freely, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan Muhammad Al-Fatih dipenuhi dengan karisma dan memiliki karakteristik yang sangat layak dijadikan teladan, khususnya bagi generasi muda. Selain itu, Indonesia yang akan menghadapi bonus demografi di masa depan harus memanfaatkan kesempatan ini secara optimal untuk mendorong perkembangan kepemimpinan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun