Gaya kepemimpinan yang sangat menonjol dari Sultan Muhammad Al-Fatih adalah gaya kepemimpinan karismatik. Gaya ini berasal dari kewibawaan alami yang dimiliki seorang pemimpin, bukan karena legalitas politik atau pembentukan sistematis. Dengan kata lain, kewibawaan seorang pemimpin benar-benar datang dari dalam dirinya sendiri tanpa dibuat-buat. Ciri khas gaya kepemimpinan karismatik adalah daya tarik yang bersifat metafisik terhadap para pengikutnya (Athoillah, 2017: 203-208).
Gaya kepemimpinan yang sangat menonjol dari Sultan Muhammad Al-Fatih adalah gaya kepemimpinan karismatik. Gaya ini berasal dari kewibawaan alami yang dimiliki seorang pemimpin, bukan karena legalitas politik atau pembentukan sistematis. Dengan kata lain, kewibawaan seorang pemimpin benar-benar datang dari dalam dirinya sendiri tanpa dibuat-buat. Ciri khas gaya kepemimpinan karismatik adalah daya tarik yang bersifat metafisik terhadap para pengikutnya (Athoillah, 2017: 203-208).
2.Relevansi Kepemimpinan Muhammad Al-Fatih
Kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih yang sukses dan bersejarah dapat menjadi teladan yang relevan untuk masa kini. Contohnya, bagaimana penghargaan Mehmed terhadap sastra dan sumber sejarah bangsa sangat mencerminkan nilai-nilai kepemimpinan yang patut dicontoh.
"Mehmed dikenal sebagai pelindung sastra, dan selama pemerintahannya, ia mendukung sekitar tiga puluh penyair dan cendekiawan. Menurut sumber-sumber kontemporer Turki, sejarawan abad ke-16, Hoca Sadeddin, mencatat bahwa sultan Mehmet sangat dihormati oleh bawahannya, terutama oleh mereka yang terkenal dalam bidang sastra dan ilmu pengetahuan pada masa pemerintahannya. Hal ini karena penghargaan dan perhatian yang ia berikan kepada mereka, termasuk kebebasan yang diberikan untuk berkarya. Perlindungan yang dia berikan kepada para penulis menyebabkan peningkatan produksi karya sastra. Selain itu, Mehmed juga mengumpulkan ribuan manuskrip, sebagian besar berupa salinan buku-buku komentar dan tafsir langka serta berharga dalam hukum dan agama Islam. Ia memerintahkan agar manuskrip tersebut didistribusikan ke masjid-masjid yang dibangunnya, sehingga dapat dimanfaatkan oleh para pengajar di sana. Singkatnya, ia tidak melupakan kesempatan untuk melakukan kebaikan di dunia ini" (Freely, 2019: 148).
KesimpulanÂ
Berdasarkan pembahasan mengenai tokoh pemimpin Islam dalam konteks penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al-Fatih, seperti yang dijelaskan dalam buku karya John Freely, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan Muhammad Al-Fatih dipenuhi dengan karisma dan memiliki karakteristik yang sangat layak dijadikan teladan, khususnya bagi generasi muda. Selain itu, Indonesia yang akan menghadapi bonus demografi di masa depan harus memanfaatkan kesempatan ini secara optimal untuk mendorong perkembangan kepemimpinan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H