'Azmi (tekadku): Saya akan buat orang-orang kafir bertekuk lutut dengan bala tentaraku, berkat kelembutan Allah.
Jihadi (Jihadku): Adalah dengan jiwa raga dan harta benda. Lalu apa makna dunia setelah ketaatan kepada perintah Allah.
Wa Tafkiri (pusat pikiranku): Terpusat pada kemenangan yang datang dari rahmat Allah.
Asywaqi (Kerinduanku): Perang dan perang ratusan ribu kali untuk mendapatkan ridha Allah.
Wa Raja'I (Harapanku): Adalah pertolongan Allah, dan kemenangan negara inni atas musuh-musuh Allah
PEMBAHASANÂ
Karakteristik dan Gaya Kepemimpinan Muhammad Al-Fatih
Gaya kepemimpinan yang sangat menonjol dari Sultan Muhammad Al-Fatih adalah gaya kepemimpinan karismatik. Gaya ini berasal dari kewibawaan alami yang dimiliki seorang pemimpin, bukan karena legalitas politik atau pembentukan sistematis. Dengan kata lain, kewibawaan seorang pemimpin benar-benar datang dari dalam dirinya sendiri tanpa dibuat-buat. Ciri khas gaya kepemimpinan karismatik adalah daya tarik yang bersifat metafisik terhadap para pengikutnya (Athoillah, 2017: 203-208).
Muhammad Al-Fatih dapat dikategorikan sebagai figur kepemimpinan karismatik karena ia memiliki keterampilan dan kemampuan yang tidak dimiliki oleh banyak pemimpin pada masanya. Ia menunjukkan kekuatan dan kecerdasan yang luar biasa, seperti misalnya keberhasilannya dalam membangun benteng Rumeli Hisari dan memindahkan kapal melewati bukit. Prestasi-prestasi ini memperkuat kepemimpinannya dan membuat pengikutnya sangat patuh serta penuh hormat kepadanya.
Sebagai seorang pemimpin, terdapat beberapa aspek penting yang harus diperhatikan, yaitu sifat, kualitas fisik, dan alasan di balik setiap tindakan. Sifat menjadi modal utama karena membentuk karakter khas dalam diri seseorang. Karakter Sultan Muhammad Al-Fatih, atau Mehmed II, terbentuk berkat pendidikan yang diterimanya sejak kecil. Mehmed dikenal sangat tekun dalam mempelajari ilmu agama di bawah bimbingan para ulama pilihan ayahnya. Syaikh Ahmad bin Ismail Al-Kurani mengajarkan ilmu fikih dan hadis, serta berhasil menjadikannya sebagai penghafal Al-Qur'an. Selain itu, Syaikh Aaq Syamsuddin, yang nasabnya terhubung dengan khalifah Abu Bakar, mengajarkan berbagai disiplin ilmu, termasuk Al-Qur'an, sunnah Nabawiyah, strategi perang, bahasa (Arab, Persia, Latin, Italia, dan Turki), matematika, falak, sejarah, dan seni. Ilmu-ilmu ini sangat berharga bagi kepemimpinan Mehmed dan memudahkan komunikasi politiknya dengan berbagai pemimpin negara.
Gaya kepemimpinan yang sangat menonjol dari Sultan Muhammad Al-Fatih adalah gaya kepemimpinan karismatik. Gaya ini berasal dari kewibawaan alami yang dimiliki seorang pemimpin, bukan karena legalitas politik atau pembentukan sistematis. Dengan kata lain, kewibawaan seorang pemimpin benar-benar datang dari dalam dirinya sendiri tanpa dibuat-buat. Ciri khas gaya kepemimpinan karismatik adalah daya tarik yang bersifat metafisik terhadap para pengikutnya (Athoillah, 2017: 203-208).