Mohon tunggu...
Diah AyuPraharani
Diah AyuPraharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Makan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Neurostorytelling, Kisah dalam Pembelajaran Anak Usia Dini

25 Juli 2023   19:57 Diperbarui: 25 Juli 2023   19:58 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dosen pengampu : Dr., Riana Mashar, S.Psi., M.Si., Psiko

Nama penyusun :

Diah Ayu Praharani 2215002018

Rizka Putri Patricilia 2200002003

Risa Thalia 2200002015

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta 

Abstrak 

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kegiatan mendongeng dalam meningkatkan perkembangan otak anak usia dini. Melalui kegiatan mendongeng anak dapat meningkatkan kemampuan otaknya dalam hal (IQ), aspek emosional (SQ) dan aspek spiritual (SQ). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian literatur dengan mengkaji 22 jurnal yang berkaitan dengan kegiatan mendongeng dan hubungannya dengan otak anak usia dini. Berdasarkan hasil kajian literatur ini peneliti menemukan kisah (Storytelling) sangatlah berpengaruh terhadap sistem kerja otak, namun disisi lain cerita yang tersebar pun tidak seluruhnya baik bagi otak anak. Dalam sebuah penelitian menunjukan bahwa klasifikasi cerita berdasarkan dampak yang ditimbulkan terhadap perkembangan otak anak usia dini terbagi menjadi tiga, yaitu cerita robotik (cerita yang dapat merusak potensi otak yang anak miliki), cerita akademik (cerita yang dapat membonsai otak anak usia dini) dan cerita saintifik atau biasa disebut neurostorytelling (cerita yang dapat mengoptimalkan fungsi otak anak usia dini)

Keywords: Anak Usia Dini; Mendongeng; perkembangan otak

Abstrak

This study aims to examine storytelling activities in enhancing early childhood brain development. Through storytelling activities children can improve their brain abilities in terms of (intelligence quotient = IQ), emotional aspects (Emotional quotient), and spiritual aspects (spiritual quotient). The method used in this study was a literature review by examining 22 journals related to storytelling and its relationship with the early childhood brain. Based on the results of this literature review, researchers found that stories (storytelling) are very influential on the work system of the brain, but on the other hand, the stories that are spread are not all good for the child's brain. In a study showed that the classification of stories based on the impact they have on early childhood brain development is divided into three, namely robotic stories (stories that can damage the potential of a child's brain), academic stories (stories that can stimulate early childhood brains) and scientific stories or what is commonly called neurostorytelling (stories that can optimize early childhood brain function).

Kata kunci: Early childhood; storytelling; brain development

Kisah (storytelling) bukan hanya penting untuk anak usia dini saja (Suyadi, 2018). Hamilton dan Weiss mengatakan "kisah (storytelling) adalah suatu bentuk pendidikan yang paling tua bagi anak-anak. Sedangkan Menurut David Mclelland mengatakan dongeng (storytelling), mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kemajuan suatu bangsa (Bimo, 2011 (dalam Suyadi, 2022). Jadi dongeng dapat dijadikan salah satu alternatif yang dapat menstimulasi perkembangan anak usia dini, nakun kisah yang didengarkan kepada anak haruslah cerita yang bersifat inspiratif, karena kegiatan mendongeng inilah yang akan menjadi jembatan pembelajaran bagai anak usia dini (Kartini, et. al, 2022). Purnama dkk menemukan dongeng merupakan metode pembelajaran yang bersifat menyenangkan dan dapat meningkatkan kreativitas anak usia dini. Penelitian tersebut membuktikan bagaimana peran dongeng dalam menstimulasi kreativitas anak usia dini terlebih ada perkembangan kemampuan imajenasi anak (Mayar. F, et. al, 2022). Namun dalam pengaplikasiannya sebagai orang tua ataupun guru harus lebih jeli dalam memilah kisah (storytelling) yang akan disampaikan kepada anak. Karena ada beberapa kisah yang secara tidak sadar orang memperdengarkan anak kisah(storytelling) tentang seks (masalah percintaan antara 2 insan) ataupun hal-hal mistis yang tidak memotivasi maupun menginspirasi sehingga nantinya akan berdampak terhadap psikologis anak nantinya. Lain halnya kisah yang tersebar di negara Inggris yang sangat menginspirasi anak yang mendengarkan cerita tersebut untuk terus berkembang, dan negara Inggris juga menjadi negara maju karena faktor cerita yang tersebar di negara tersebut(Suyadi, 2018). Dengan kegiatan berkisah (storytelling) orang tua atau guru dapat mengasah potensi yang dimiliki anak tersebut melalui storytelling. Oleh karena itu, tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan otak dengan dongeng yang diperdengarkan kepada anak dan sejauh mana potensi yang dihasilkan dari memperdengarkan dongeng kepada anak. 

Kisah-kisah yang tersebar di Indonesia secara keseluruhan belum mencakup nilai-nilai pendidikan yang baik, yaitu cerita yang dapat mencerdaskan anak bangsa. Namun cerita yang tersebar di Indonesia masih banyak mengandung unsur seks, mistis dan tidak memberikan motivasi kepada anak. Artinya masih sedikit cerita yang dapat menstimulasi kecerdasan dan moral anak Indonesia. Padahal masa kanak-kanak sendiri merupakan pondasi terpenting dalam membentuk karakter atau pola pikir manusia tersebut kedepannya.

 Penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mengakhiri Storytelling sangatlah kurang, dikarenakan hanya terdapat satu penelitian yang dilakukan oleh Suyadi M.pd. Namun penelitian itu tidaklah universal, artinya dalam penelitian tersebut hanya berfokus pada neuro storytelling dalam perspektif agama Islam saja sedangkan di Indonesia sendiri banyak terdapat agama Selin Islam. Sebaliknya, penelitian lainnya (selain yang dilakukan oleh pak Suyadi) hanya berfokus terhadap metode mendongeng saja dan tidak berfokus pada substansi kisah yang diceritakan tersebut. Mis. Digital storytelling yang mengkaji tentang teknik dalam mengembangkan cerita dengan memanfaatkan ruang virtual.

 Berdasarkan penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa selama ini penelitian-penelitian tentang kegiatan mendongeng yang berkaitan dengan otak anak usia dini atau neurostorytelling dalam pembelajaran anak usia dini lebih fokus pada metode penyampaian cerita yang sesuai dengan kemajuan teknologi, bukan pada bagaimana manfaat dongeng tersebut bagi perkembangan otak anak usia dinii. Dan penelitian yang dilakukan pun tidak mengaitkan antara isi Storytelling dengan manfaat yang diberikan terhadap otak anak. Meskipun ada, penelitian tersebut pun hanya berfokus pada cerita Islam. Artinya hanya memandang Storytelling dalam perspektif Islam saja. 

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, Jika penelitian-penelitian sebelumnya menekiti kisah (storytelling) dari sisi tehnik/metode, maka penelitian ini akan mengkaji kisah dari sisi kebwrmanfaatan isi kisah itu sendiri bagi otak anak anak usia dini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan konsep cerita (storytelling), yang dapat dijadikan sarana untuk mencerdaskan otak anak tanpa adanya campuran cerita seks yang dapat merusak otak anak usia dini. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan kerangka teori neurosains untuk dijadikan dasar kebermanfaatan dongeng terhadap otak anak. Karena dengan mengkaji dari sudut neurosains dapat menyambungkan antara pentingnya menceritakan kisah yang baik dan manfaatnya bagi anak .

METODE

Metode yang digunakan dalam artikel ini yaitu menggunakan studi literatur. Teknis pengumpulan data yang dilakukan yaitu mengambil dari berbagai referensi seperti artikel ilmiah, prosiding, jurnal, maupun sumber berita faktual lainnya. Dari sumber-sumber literatur yang telah dikumpulkan tersebut, penulis kemudian menekiti penelitian terdahulu untuk memahami suatu fenomena serta menghubungkan antara hasil penelitian satu dengan lainnya. Keterkaitan ini kemudian dianalisis untuk menarik sebuah kesimpulan. Pada artikel ini akan penulia akan mengkaji konsep mendongeng bagi anak usia dini dan bagaimana korelasi dan kebermanfaatannya dengan otak anak usia dini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Mendongeng Bagi Anak Usia Dini

    Kisah (storytelling) dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu legenda, mite, serta fabel. Sedangkan menurut KBBI dongeng adalah suatu cerita yang tidak terjadi dalam kehidupan nyata atau kejadian yang terjadi di zaman dahulu dan bersifat aneh. Kegiatan mendongeng ini merupakan stimulasi yang tepat untuk diberikan kepada anak usia dini. Karena melalalui kegiatan mendongeng anak dapat mengasah moral anak usia diju (Pebriana, 2017). Kegiatan bercerita (storytelling) biasa dilakukan dalam lingkungan keluarga atau sekolah. Jika di dalam keluarga orang yang berperan sebagai pembaca dongeng dan biasa menjadi ritual sebelum tidur. Dongeng (storytelling) adalah karya fiksi biasa digunakan sebagai rujukan cerita yang akan diperdengarkan oleh anak, terutama dongeng (storytelling) dalam bentuk cerita rakyat atau fabel (Rakihmawati dan Yusmiatinengsih, 2012).

   Dengan menceritakan dongeng kepada anak pendongeng akan menyampaikan pengaruh (peranan) dan makna penting yang terkandung dalam isi dongeng untuk menanamkan hal-hal baru kepada anak usia dini (S. Wahyuni & Nasution, 2017). Cerita dongeng merupakan cerita yang bersifat imajenatif yang dapat menghibur anak usia dini. Beberapa kisah yang tersebar merupakan imajenasi penulis dan terkadang diselipi beberapa fakta yang mengandung nilai moral bagi anak. Mendongeng merupakan suatu kegiatan bercerita kepada anak yang dengannya dapat meningkatkan imajinasi serta memiliki suatu pesan moral yang ingin pendongeng sampaikan kepada anak (Puspitasari et al., 2018). Tentunya hal perkembangan pada anak tersebut akan terwujud jika dalam mendongeng terjalin sikap interaktif antara guru/orang tua dan anak, penonton dan pendengar dengan pembawa cerita/pendongeng, cerita ataupun satu sama lain. 

      Kegiatan mendongeng merupakan saran yang dapat mengaktifkan kerja pikir atau jalan pikir anak usia dini untuk kedepannya. Melalui kegiatan ini anak akan cepat mengembangkan daya visual yang dimilikinya dengan cepat, mengembangkan moral dan karakter, cara aman untuk mengatasi permasalahan yang sedang dilalui oleh anak, sebagai sarana memperkenalkan lingkungan disekitarnya dan lingkungan yang jauh dari tempat tinggalnya. Oleh karena itu kegiatan mendong haris memiliki tiga unsur lengkap yaitu, cerita (kisah) yang mengandung unsur positif bagi anak, pendongeng (yang menceritakan) yang dapat membangun interaksi timbal balik antara dirinya dan pendengar, dan unsur terakhir adalah pendengar itu sendiri. Kegiatan mendong juga merupakan salah satu alternatif yang memberikan kemudahan kepada guru ketika menerapkan strategi pembelajaran terhadap anak didiknya.

       Kohlberg dan piaget pun menyetujui jika kegiatan mendongeng akan sangat membantu dalam memberikan pendidikan moral kepada anak usia dini. Menurut mereka guru berperan sebagai fasilitator yang bertugas membantu anak untuk mempelajari nilai moral yang terdapat dalam cerita yang diperdengarkan oleh pendongeng kepada anak. Setelah itu, guru mengajak anak berdiskusi yang dilakukan secara sederhana dan melakukan interaksi antara keduanya. Sehingga anak akan mengetahui apa yang benar dan salah karena cara menyenangkan yang dilakukan oleh guru tersebut. Kegiatan mendongeng yang menyenangkan akan membuat pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulis dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh anak yang mendengarkan cerita atau kisah tersebut (I. S. Ramdhani & Sumiyan, 2020). 

Kegiatan mendongeng merupakan suatu kegiatan yang dapat membentuk karakter atau kepribadian seorang anak, yaitu dengan meningkatkan rasa percaya diri, memperkuat emosinya, dan mengajak anak untuk mempraktekan tindakan dari tokoh baik (protagonis ) dalam cerita yang diperdengarkan kepadanya. Untuk itu pendongeng harus membangun interaksi yang lebih interaktif agar pesan yang ingin disampaikan dapat tersampaikan dengan baik, anak juga akan cepat menyerap apa yang didengar atau dilihat di depannya, namun seiring berjalannya waktu dongeng pun menjadi lebih bervariasi (sesuai dengan kebutuhan zaman dan kemajuan teknologi saat ini). Hal itu dapat dilihat dari segi isi cerita yang disampaikan, selain menarik minat anak dalam meningkatkan kemampuan literasi dongeng juga dapat dijadikan sarana penanaman karakter serta moral anak usia dini yang bersifat menyenangkan karena tidak terkesan menggurui sang anak. Sehingga hal tersebut dapat menarik minat anak menjadi lebih siap dalam menerima pembelajaran, atau pembentukan moral serta karakter melalui kisah yang anak dengarkan.

Dalam kegiatan mendong juga terdapat beberapa kekurangan atau kelebihan, misalnya kelebihan dalam kegiatan mendongeng yaitu, a) Dongeng bersifat Menghibur, menyenangkan, serta dapat menarik perhatian anak, hal itu dapat dilihat pada anak yang memiliki imajenasi yang kuat biasa, sehingga ketika diperdengarkan dongeng kepadanya maka ia akan langsung menangkap dan membayarkan seluruh karakter dalam cerita tersebut; b) dongeng dapat dijadikan sebagai sarana atau jempatan untuk menghubungkan visi misi pendidikan moral dan karakter; c) Dalam kegiatan mendongeng sangat cocok untuk anak usia dini karena telah menerapkan konsep belajar sambil bermain; d) Anak akan lebih mudah dalam memahami dan menerima nilai yang diajarkan di dalam dongeng melalui apa yang ia dengar; e) salah satu metode yang sangat efektif dalam meningkatkan imajinasi moral pada anak; f) meningkatkan pengalaman yang dirasakan anak, gak itu karena melalui dongeng akan membentuk suatu kerangka konseptual dalam kemampuan berpikir anak; g) Anak akan lebih mudah mencerna cerita yang disampaikan pendongeng jika pendongeng menggunakan alat peraga yang membantu dalam proses bercerita; h) meningkatkan kemampuan literasi pada anak i) mampu meningkatkan kemampuan membaca serta moral pada anak; j) penggambaran karakter dapat distimulasi melalui dongeng; k) kegiatan mendongeng merupakan sarana dalam membentuk wadah yang tepat dalam mengembangkan emosi atau perasaan anak: l) Meningkatkan wawasan sejarah/kebudayaan pada anak; m) menghilangkan kecemasan dan sarana healing; n) Anak memili pengetahuan baru melalui proses memahami informasi (asimilasi) berdasarkan pengetahuan yang anak miliki; o) membagung kedekatan antara orang tua, guru dan anak; p) melalui dongeng anak dapat memahami dirinya dan memahami orangbrain; q) Anak dapat mengetahui perbuatan mana yang baik sehingga ditiru dan mana berbuatan buruk yang harus anak tinggalkan.

Sedangkan kekurangan dari kegiatan/metode mendongeng yaitu jika, a) pendongeng yang kurang terampil, yaitu pendongeng yang hanya fokus pada isi cerita saja sehingga kesannya seperti penceramah; b) isi cerita yang dibawakan terlalu panjang dan tidak memperhatikan manajemen waktu, sehingga anak mudah bosan dan akan kehilangan fokusnya; c) tidak mengajarkan kepada anak pengimplementasian cerita atau dongeng dalam kegiatan sehari-harinya, maka anak hanya mengingat dan akan hilang jika hal tersebut tidak diimplementasikan; d) pendongeng tidaklah menarik sehingga ceritanya yang dibawakannya terkesan membosankan sehingga mengurangi minat anak dan anak akan susah mengambil pembelajaran dari cerita yang disampaikan; e) kebanyakan cerita yang mengurangi minat anak adalah cerita yang tidak diiringi dengan alat; f) dongeng yang dibawakan tidak sesuai dengan umur anak, sehingga hal itu dapat mempengaruhi anak dalam hal penerimaan isi dan pesan.

Berdasarkan hal tersebut kegiatan mendongeng harusnya memiliki makna atau pesan yang dapat menghibur dan bersifat menyenangkan; terdapat kandungan moral yang mendidik; cerita yang bisa membuat anak fokus dan terlibat interaksi aktif; menarik rasa penasaran anak; dapat memberikan gambaran visual pada anak; mengembangkan karakter/moral; pendongeng dapat mengenalkan cerita yang berasal dari tempat tinggal anak atau tempat lainnya; salah satu cara aman yang dapat digunakan dalam memecahkan permasalahan yang anak miliki, sesuai dengan umur, dan meningkatkan literasi pada anak dan tidak monoton.

 Korelasi Antara Storytelling dan perkembangan Otak Anak Usia Dini

   Kisah (Storytelling) dan otak memiliki ketertarikan yang sangat erat karena dengan mendengarkan dongeng anak akan menangkap dongeng melalui imajenasinya. Melalui kegiatan mendongeng (storytelling) proses berpikir anak akan menjadi berkualitas (Harahap, 2019). Karena pesan moral yang ingin disampaikan melalui dongeng dapat mempengaruhi jiwa yang anak miliki (Rosdianah, et.al, 2018). Selain itu, kecerdasan linguistik dapat diperoleh melalui kegiatan mendongeng (Suyadi, 2020). Oleh karena itu, ketika pendongeng memperdengarkan kisah pada anak maka pendongeng telah menanamkan nilai kehidupan yang terkandung dalam dongeng kepada anak (seperti halnya kehidupan para tokoh), sehingga hal itu dapat diserap oleh anak dan akan berlanjut hingga anak tumbuh menjadi sosok dewasa. Kegiatan mendongeng juga dapat merangsang perkembangan imajinasi dan dapat mengajak anak untuk mengubgkapkan ide atau gagasan yang anak miliki. Contohnya , ketika dongeng yang menceritakan tentang sosok putri duyung maka secara tidak langsung anak juga akan membayangkan bagaimana sosok putri duyung tersebut dalam pikirannya. Untuk itu orangtua harus membiasakan anak dalam mengambil keputusan, terutama jika terkait tentang sesuatu tentang dirinya, misalnya menentukan pakaian apa yang mau anak gunakan dan makanan apa yang anak sukai, dan mengajak anak berdiskusi tentang suatu peristiwa di sekelilingnya. Hal tersebut akan memicu anak untuk terus berpikir dan terus mengembangkan gagasan yang anak miliki (Haryani, 2018)

 Kegiatan mendongeng (storytelling) merupakan kegiatan yang dapat dilakukan untuk membentuk kepribadian dan karakter anak usia dini (Hariani, 2018). Hal itu disebabkan karena dongeng memiliki makna tersirat yang begitu dalam sehingga memberikan manfaat kepada pendengar (anak usia dini) dan pendongeng itu sendiri. Mendongeng juga merupakan sara yang tepat dalam mengembangkan bahasa anak usia dini dimana ketika mendengar dongeng yang dibacakan kepadanya secara tidak langsung anak akan mengembangkan kemampuannya dalam pemahaman, kosakata, tata bahasa, konsentrasi dan lain sebagainnya. Dalam perkembangan sosial emosional mendongeng dapat membantu anak dalam berinteraksi dengan orang sekitarnya. Dari segi kognitif, mendongeng merupakan suatu kegiatan yang dapat menambah pengetahuan anak tentang dunianya dan dunia sekitarnya, mampu memahami situasi atau kondisi, dan menambah pengetahuan terkait kegiatan yang sedang anak jalani, contohnya : anak belajar tentang binatang, arah, angka, posisi, dan lain sebagainya. Dari segi moral bisa diajarkan oleh pembaca untuk menjaga buku dongeng yang dibacakan kepada anak sehingga ketika anak melihatnya anak akan ikut termotivasi untuk menjaga sesuatu yang menjadi miliknya. Melalui kegiatan mendongeng anak diharapkan dapat mengembangkan sifatnya sesuai dengan karakter baik dari cerita tersebut. Dari aspek fisik motorik pengembangan dilakukan ketika anak mengikuti gerakan yang dibacakan oleh pendongeng dan gambar yang anak lihat. 

Dalam melakukan kegiatan mendongeng secara tidak langsung imajinasi anak pun akan semakin berkembang, ia akan belajar pengalaman, karakter dan kegiatan tokoh dalam cerita tersebut. Setelah itu barulah ia menentukan role model yang akan dijadikan panutan yang akan ia pegang hingga ia mencapai usia dewasa di kemudian hari. Oleh karena itu, orang tua ataupun pendidik harus memilah cerita mana yang akan diberikan kepada anak agar nantinya anak terhindar dari perlakuan kurang baik yang anak contoh saat kecil. 

Manfaat Dongeng Bagi Otak Anak Usia Dini

Kegiatan mendongeng bisa menjadi pembelajaran yang efektif bagi anak usia dini jika hal tersebut dilakukan secara menyenangkan karena jika kegiatan mendongeng dilakukan seperti halnya Pembelajaran guru dan murid yang bersifat monoton akan membuat anak sukai dini mudah bosan sehingga tidak dapat menerima pesan yang ingin disampaikan oleh pembaca. Kegiatan ini merupakan cara tepat dalam meningkatkan memori, manajemen eksekutif, dan konsentrasi yang anak miliki. Selain itu, kegiatan ini juga memiliki beberapa manfaat diantaranya dapat meningkatkan konsentrasi, memori, merangsang kemampuan berfikir, Budi pekerti, menumbuhkan empati dalam diri anak, meningkatkan kepekaan anak dalam mendengar bunyi-bunyian, mampu menyimak dan bercerita, memiliki kosakata baru, dan meningkatkan interaksi anak dengan orang disekitarnya (Alparisi, et. al, 2021) 

Pada tahun 1990 sampai tahun 2000 peneliti yang mengeksplorasi otak menemukan beberapa fakta dimana otak manusia menyediakan komponen anatomis untuk beberapa aspek, diantaranya aspek rasional (intelligence quotient = IQ), aspek emosional (Emotional quotient), dan aspek spiritual (spiritual quotient) (Suyadi, 2014). Oleh karena itu manfaat dongeng bagi anak usia dini dari semua aspek, baik intelektual, emosional, maupun spiritual sebagaimana yang diungkapkan (Kurniawan, 2013), (Kurniawan, 2016), (Zulfitria & Celara, 2018) dapat dibedakan sebagai berikut:  

Mengasah otak kanan anak

Oraka bagian kanan merupakan bagian otak yang mengembangkan beberapa aspek diantaranya, kreativitas, emosi, daya khayal, serta fantasi dan memiliki ingatan jangka panjang atau biasa disebut long time memory. Oleh karena itu dongeng merupakan salah satu cara yang memanfaatkan perkembangan otak kanan karena dongeng adalah salah satu kegiatan positif yang dapat merangsang semua aspek perkembangan tersebut. Dengan sering mendengar dongeng anak akan meningkatkan daya imajinasinya sehingga kemampuan anak dalam berpikir pun semakin meningkat. 

Mengembangkan kesadaran moral bagi anak

Pada cerita dongeng terdapat beberapa pesan moral yang dapat dijadikan pembelajaran dan pembentukan karakter anak usia dini. Biasanya dalam cerita terdapat beberapa tokoh yang berwatak baik dan akur cerita pun mendukung tokoh baik tersebut sehingga secara tidak langsung anak akan belajar menjadikan tokoh baik tersebut menjadi role model sehingga mengikuti kebaikan kebaikan yang dilakukan tokoh tersebut. Sejalan dengan hal tersebut akhir dari cerita dongeng biasa berakhir dengan gembira , dimana tokoh baik akan memenangkan cerita tersebut. Oleh karena itu, wajar jika kegiatan mendongeng banyak memberikan masukan moral yang positif dan dapat ditiru oleh anak usia dini. Hal tersebut diperkuat dari pendapat Elder dan Holyan (2010) memandang kegiatan dongeng akan akan membentuk kesadaran akan norma, nilai, serta moral budaya.

Mengembangkan imajinasi anak

Dongeng merupakan karya fiksi yang dapat meningkatkan imajinasi (Parkinson, 2011). Kemampuan imajinasi anak menjadi sangat penting dalam perkembangan kreativitas dan kemampuan ilmiah anak. Hal tersebut terbukti ketika seorang ilmuwan menemukan sebuah penemuan besar, tentunya hal tersebut dimulai dari imajinasi ilmuwan kemudian barulah mereka meriset atau meneliti apa yang mereka bayangkan sebelumnya. Jadi, orang tua tidak perlu khawatir jika perkembangan anak tidak berkembang melalui dongeng karena di dalam dongeng tersebut terdapat muatan positif yang sangat bermanfaat bagi anak sendiri.

Mengembangkan kemahiran berbahasa anak 

Kemampuan bahasa anak dapat terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Hubungan keterampilan bahasa pada anak usia dini dengan kegiatan mendongeng adalah anak akan dilatih bagaimana cara berkonsentrasi saat mendengarkan cerita yang dibawakan pendongeng dan berpendapat terkait apa yang telah anak simak sebelumnya. Bagi anak yang masih tahap prabaca kegiatan mendongeng bisa dijadikan sarana bagi anak untuk mengenal gambar dan menarik minat anak dalam literasi. Sehingga kedepannya anak akan semakin mencintai buku bacaan dan akan bermanfaat bagi aspek perkembangan anak selanjutnya.

Mengembangkan fisik motorik anak

Biasanya orang akan berpendapat jika dongeng tidak berhubungan dengan perkembangan fisik motorik anak usia dini. Namun kenyataannya, dalam mendongeng terdapat kegiatan kreatif yang dengannya akan berhubungan dengan perkembangan fisik motorik anak usia dini. Perkembangan fisik motorik dalam kegiatan mendongeng dapat dilakukan mengkombinasikan kegiatan mendongeng dengan kegiatan bermain setelah anak mendengarkan dongeng yang dibacakan kepadanya 

 Mengembangkan Keterampilan Sosial Emosional Anak

Perkembangan sosial emosional merupakan salah satu aspek perkembangan pada anak usia dini yang harus dipenuhi. Perkembangan sosial emosional ini berhubungan dengan motivasi, self control, percaya diri, sikap, kerja sama, empati, sosial dan lain sebagainya. Oleh karena itu, jika dilihat dari isi dongeng maka dongeng dan perkembangan sosial emosional anak berhubungan, sehingga dongeng dapat digunakan sebagai metode yang dapat mengembangkan keterampilan sosial pada anak usia dini.

Mengembangkan Kognitif Anak

Biasanya sebuah dongeng tidaklah hanya berisi fantasi atau khayalan saja, namun ada beberapa cerita dongeng yang berisi konten ilmiah, kewarganegaraan, atau ilmu pengetahuan lainnya. Oleh karena itu, dongeng sangatlah berkaitan erat dengan perkembangan kognitif anak usia dini. Dalam kegiatan mendongeng secara tidak langsung anak akan belajar mengingat, atau berimajinasi yang keduanya termasuk dalam perkembangan kognitif anak.

Klasifikasi Dongeng Berdasarkan Pengaruhnya Terhadap Otak Anak Usia Dini

Kisah robotik

Kisah (storytelling) robotik adalah cerita yang dapat merusak otak atau membuat anak cenderung berfikir negatif. Kisah yang disebut kisah robotik merupakan kisah yang susah diterima oleh akal sehat karena cenderung negatif, yaitu cerita yang menonjolkan karakter dengan moral kurang baik, terdapat unsur mistis bahkan ada beberapa cerita yang mengandung unsur seks (Suyadi, 2018). oleh karena itu, dengan adanya unsur tersebut kisah robotik tidaklah bagus diterapkan untuk anak usia dini.

Kisah Akademik

Kisah (storytelling) akademik merupakan sebuah kisah yang dikhususkan kepada anak untuk mengembangkan aspek akademik, hal itu mencakup kemampuan anak dalam membaca, menulis dan berhitung yang bertujuan agar anak cepat membaca dan berhitung (Suyadi, 2018). Dengan memberikan cerita akademik akan membonsai otak anak karena terjadinya stress akademik yang anak alami (Wulansuci & Kurniati, 2019). Sedangkan pembelajaran calistung dalam pembelajaran PAUD merupakan suatu kontroversi dimana calistung ini dapat berdampak buruk terhadap psikis anak usia dini karena pemikiran anak di bawah tujuh tahun masih abstrak, sehingga dikhawatirkan anak akan merasa terbebani jika menira pembelajaran tersebut (Purnama & Multahada, 2016). Namun beberapa orang tua tetap mengarahkan jika lulusan PAUD dapat melakukan calistung dengan baik dan benar (Sufa & Setiawan, 2020). Padahal, pada teori kecerdasan majemuk kecerdasan bukan hanya diukur dari kemampuan calistung anak usia dini saja..

Kisah Saintifik

Kisah Saintifik atau biasa disebut dengan neurostorytelling merupakan kisah yang dapat mengoptimalkan fungsi otak anak usia dini. Kisah ini merupakan kisah yang bersifat rasional karena didasari dengan Karakteristik anak yang imajenatif dan kreatif. Kata neurostorytelling sendiri merupakan gabungan dari dua kata yaitu neurosains dan storytelling yang memiliki arti sebuah cerita yang didalamnya dapat mengasah kemampuan kreativitas, imajinasi, rasional, motivasional, dan inspiratif dan tidak terdapat unsur seks, porno dan mistik (Suyadi, 2018). Dengan memperdengarkan anak cerita -cerita motivasi pada anak maka otak anak akan menjadi aktif seperti otak orang dewasa melakukan kegiatan yang bermanfaat, sehingga anak akan mengembangkan kreativitas atau kerja otak yang optimal melalui stimulus (cerita/kisah Saintifik) yang mereka terima. (Hasanah,.et.al, 2023).

KESIMPULAN 

Mendongeng merupakan sarana pengembangan moral, kepribadian serta karakter anak usia dini. Hal ini dikarenakan baik (orang tua) maupun pendengar (dalam hal ini anak usia dini) mendapatkan manfaat dari kegiatan bercerita. Mendongeng juga dapat diartikan sebagai sarana yang dapat mengembangkan kemampuan keterampilan verbal, pemahaman, konsentrasi, mendengarkan dan dapat menambah kosa kata tangan anak miliki. Dalam aspek sosial emosial mendongeng dapat mempercepat interaksi antara pendongeng dan anak itu sendiri. Selain itu, memilih cerita yang akan diberikan pada anak menjadi faktor penting bagi perkembangan otak anak. Karena ada beberapa kisah yang tidak baik bagi otak anak seperti cerita robotik yang berpotensi merusak otak atau cara berpikir anak yang seringkali bersifat negatif, Cerita akademik yang berfokus pada pengembangan kemampuan akademik, khususnya membaca, menulis dan berhitung. Sehingga dapat membosani otak anak dan membuat anak setress. Oleh karena itu hendaknya pemilihan cerita harus bersifat saintifik Yang mana kisah ini menggabungkan neurosains dan storytelling untuk mendeskripsikan kreatif, imajinatif, inspiratif, rasional dan motivatif, jauh dari unsur mistis dan seksual (pornografi) yang didefinisikan sebagai sebuah cerita.

RUJUKAN

Alparisi, S., Bagaskarya, R. and Azhari, S., (2021). Implikasi Model Pembelajaran Terhadap Brain Development (Neurosains). Jurnal smart paud 4(1), 23-18. [Viewed 31 March 2023]. Available from: http://ojs.uho.ac.id/index.php/smartpaud/article/view/9936 

Hariyani, (2008). Mencerdaskan Anak Dengan Dongeng. Jurnal pengembangan ilmu ke TK-an 1(2), 65-74. [Viewed 2 April 2023]. Available from: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Haryani,%208.Pd./Mencerdaskan%20anak%20dengan %20dongeng.pdf 

Harahap, R. A. S. (2019). Membangun Kecerdasan Anak Melalui Dongeng. Jurnal pendidikan Islam anak usia dini 1(2), Retrieved May 11, 2023, from https://journal.uir.ac.id/index.php/generasiemas/article/view/3302 

Hasanah , U., Yudhira, A., & Sitepi, K. (2023). Melatih dan Mengembangkan Kreativitas Serta Keterampilan Anak Melalui Dongeng. Journal of Entrepreneurship and Community Innovations, 2(1), Retrieved May 11, 2023, from https://academicjournal.yarsi.ac.id/ojs3/index.php/jeci/article/view/42 

Kartini, , Darmiyanti, A. and Riana, N., (2022). Metode Mendongeng Kisah Nabi Dalam Penanaman Moral Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini7(1), [Viewed 2 April 2023]. Available from: https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/assibyan/article/view/5045 

Kurniawan, H., (2013). Keajaiban Mendongeng. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. pp. 7-39.

Kurniawan, H., (2016). Kreatif Mendongeng Until Kecerdasan Jamak. Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri.

Mayar, F. et al., (2022). Peran Dongeng dalam Meningkatkan Kreativitas Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 6(5), [Viewed 2 April 2023]. Available from: https://obsesi.or.id/index.php/obsesi/article/view/2615 

Pebriana, P. H. (2017). Analisis Kemampuan Berbahasa dan Penanaman Moral pada Anak Usia Dini melalui Metode Mendongeng. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1(2), 139-147.https://doi.org/10.31004/obsesi.v1i2.25. 

Puspitasari, N. A., Hidayatullah, S., & Jupr, A. R. (2018). Keterampilan Mendongeng (S. Hidayatullah (ed.); 1st ed.). PUSTAKA RANGGON.

Purnama, S., & Multahada, A. (2016). Variasi Media Dalam Mengajarkan Calistung di Radatful Atfal Babil Janah Sambas. Jurnal pendidikan anak, jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 2(2), Retrieved May 11, 2023, from https://ejournal.uin-suka.ac.id/tarbiyah/index.php/alathfal/article/view/1263 

Rakihmawati, R. and Yusmiatinengsih, , (2012). Upaya Meningkatkan Perkembangan Moral Anak Usia Dini Melalui Mendongeng Di TK Dharmawanita. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 7(1), [Viewed 2 April 2023]. Available from: https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jiv/article/view/2675 

Ramdhani, I. S., & Sumiyan. (2020). Literasi Seni Budaya Mendongeng Boneka Tangan Dalam Mengembangkan Karakter Generasi Milenial. Lingua Rima: Jurnal Pendidikan Program Studi Bahasa Dan Sastra Indonesia, 9(1), 41-49. https://doi.org/10.31000/lgrm.v9i1.2399.

Rosdianah, Lembang, S. A., , J., , S., Laynia, I., & Ulfa, A. (2018). Dongeng ceria anak. Aksara timur.

Sufa, F. F., & Setiawan, M. H. Y. (2020). Memberikan Pemahaman Tentang Membaca Menulis Berhitung (Calistung) Kepada Orang Tua Untuk Anak Usia Dini. Jurnal pengabdian masyarakat , 2(4), Retrieved May 11, 2023, from https://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/adiwidya/article/view/4096

Suyadi, (2018). Kisah (Storytelling) Pada Pembelajaran Anak Usia Dini Dalam Kajian Neurosains Pendidikan Islam, Jurnal Ilmiah Islam Futura. 18(1), 52-74. [Viewed 28 March 2023]. Available from: https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/view/3130/3465 

Suyadi, (2014). Teori pembelajaran anak usia dini : dalam kajian neurosains. 1st ed. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suyadi. (2022). Strategi Pembelajaran Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) Berbasis Neurosains. (31-32) UAD Press.

Suyadi . (2020). Pendidikan Islam dan neurosains . (179) Kencana.

Wahyuni, S., & Nasution, R. N. B. (2017). Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita di Kelompok B RA An-Nida. Jurnal Raudhah, 5(2), 1-19. http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/raudhah/article/view/177. 

Wulansuci, G., & Kurniati , E. (2019). Pembelajaran calistung ( membaca, menulis ,berhitung) dengan resiko terjadinya setress akademik pada anak usia dini . Jurnal tunas Siliwangi , 1(5), Retrieved May 11, 2023, from http://e-journal.stkipsiliwangi.ac.id/index.php/tunas-siliwangi/article/view/1272/765

Zulfitria, and Celara, D., (2018). Implementasi Metode Mendongeng Dalam Mengembangkan Potensi Siswa Sd. Jurnal ilmiah PGSD, 2(2), [Viewed 1 April 2023]. Available from: https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://jurnal.umj.ac.id/index.php/holistika/article/download/3094/2786&ved=2ahUKEwjFioTD9J3-AhVQ9zgGH

U59AI8QFnoECAkQAQ&usg=AOvVaw164edab_tq_F-utyndVA3L

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun