Kisah Saintifik
Kisah Saintifik atau biasa disebut dengan neurostorytelling merupakan kisah yang dapat mengoptimalkan fungsi otak anak usia dini. Kisah ini merupakan kisah yang bersifat rasional karena didasari dengan Karakteristik anak yang imajenatif dan kreatif. Kata neurostorytelling sendiri merupakan gabungan dari dua kata yaitu neurosains dan storytelling yang memiliki arti sebuah cerita yang didalamnya dapat mengasah kemampuan kreativitas, imajinasi, rasional, motivasional, dan inspiratif dan tidak terdapat unsur seks, porno dan mistik (Suyadi, 2018). Dengan memperdengarkan anak cerita -cerita motivasi pada anak maka otak anak akan menjadi aktif seperti otak orang dewasa melakukan kegiatan yang bermanfaat, sehingga anak akan mengembangkan kreativitas atau kerja otak yang optimal melalui stimulus (cerita/kisah Saintifik) yang mereka terima. (Hasanah,.et.al, 2023).
KESIMPULANÂ
Mendongeng merupakan sarana pengembangan moral, kepribadian serta karakter anak usia dini. Hal ini dikarenakan baik (orang tua) maupun pendengar (dalam hal ini anak usia dini) mendapatkan manfaat dari kegiatan bercerita. Mendongeng juga dapat diartikan sebagai sarana yang dapat mengembangkan kemampuan keterampilan verbal, pemahaman, konsentrasi, mendengarkan dan dapat menambah kosa kata tangan anak miliki. Dalam aspek sosial emosial mendongeng dapat mempercepat interaksi antara pendongeng dan anak itu sendiri. Selain itu, memilih cerita yang akan diberikan pada anak menjadi faktor penting bagi perkembangan otak anak. Karena ada beberapa kisah yang tidak baik bagi otak anak seperti cerita robotik yang berpotensi merusak otak atau cara berpikir anak yang seringkali bersifat negatif, Cerita akademik yang berfokus pada pengembangan kemampuan akademik, khususnya membaca, menulis dan berhitung. Sehingga dapat membosani otak anak dan membuat anak setress. Oleh karena itu hendaknya pemilihan cerita harus bersifat saintifik Yang mana kisah ini menggabungkan neurosains dan storytelling untuk mendeskripsikan kreatif, imajinatif, inspiratif, rasional dan motivatif, jauh dari unsur mistis dan seksual (pornografi) yang didefinisikan sebagai sebuah cerita.
RUJUKAN
Alparisi, S., Bagaskarya, R. and Azhari, S., (2021). Implikasi Model Pembelajaran Terhadap Brain Development (Neurosains). Jurnal smart paud 4(1), 23-18. [Viewed 31 March 2023]. Available from: http://ojs.uho.ac.id/index.php/smartpaud/article/view/9936Â
Hariyani, (2008). Mencerdaskan Anak Dengan Dongeng. Jurnal pengembangan ilmu ke TK-an 1(2), 65-74. [Viewed 2 April 2023]. Available from: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Haryani,%208.Pd./Mencerdaskan%20anak%20dengan %20dongeng.pdfÂ
Harahap, R. A. S. (2019). Membangun Kecerdasan Anak Melalui Dongeng. Jurnal pendidikan Islam anak usia dini 1(2), Retrieved May 11, 2023, from https://journal.uir.ac.id/index.php/generasiemas/article/view/3302Â
Hasanah , U., Yudhira, A., & Sitepi, K. (2023). Melatih dan Mengembangkan Kreativitas Serta Keterampilan Anak Melalui Dongeng. Journal of Entrepreneurship and Community Innovations, 2(1), Retrieved May 11, 2023, from https://academicjournal.yarsi.ac.id/ojs3/index.php/jeci/article/view/42Â
Kartini, , Darmiyanti, A. and Riana, N., (2022). Metode Mendongeng Kisah Nabi Dalam Penanaman Moral Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini7(1), [Viewed 2 April 2023]. Available from: https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/assibyan/article/view/5045Â
Kurniawan, H., (2013). Keajaiban Mendongeng. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. pp. 7-39.