Mohon tunggu...
Dhiya UlHaqqi
Dhiya UlHaqqi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Tukang Ngobrol

Psikologi Industri Organisasi, Psikologi Sosial Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Transformasi Pamer Diri Era Digital

14 Agustus 2023   21:36 Diperbarui: 14 Agustus 2023   21:39 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sifat kompetitif dalam media sosial dapat menyebabkan perilaku ekshibisionis sebagai tanggapan terhadap perbandingan sosial yang terus meningkat. Ketika konten ekshibisionis orang lain mendapat banyak perhatian, ada dorongan untuk berpartisipasi dalam kompetisi untuk mendapatkan perhatian dan validasi serupa. 

Oleh karena itu, terlalu banyak ekshibisionisme di media sosial dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Terlalu bergantung pada validasi online dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan perasaan tidak cukup. Terlibat dalam perbandingan sosial yang terus-menerus juga dapat menyebabkan perasaan rendah diri.

Fenomena pamer foto dan video pribadi, terutama yang berkaitan dengan konten dewasa di media sosial, adalah salah satu kasus yang terkait dengan fenomena ekshibisionis di Indonesia. 

Hana Hanifah adalah seorang wanita yang terlibat dalam kasus video intim yang tersebar luas. Saat dia melakukan hubungan intim dengan pasangannya, video tersebut diambil secara diam-diam. 

Video tersebut kemudian tersebar luas di media sosial, menyebabkan banyak kecaman dan perdebatan tentang hukum, privasi, dan ekshibisionisme digital. Para ahli mungkin akan menganalisis efek emosional dan psikologis yang ditimbulkan oleh penyebaran video intim. Mereka dapat mempertimbangkan bagaimana stres, rasa malu, depresi, dan kecemasan dapat mempengaruhi kesehatan mental orang yang terlibat.  

Kasus tahun 2017 yang melibatkan seorang wanita Inggris bernama Vivi Lachs, yang melakukan ekshibisionisme dengan memamerkan payudaranya dan melakukan tindakan seksual di tempat umum, menjadi salah satu kasus terkenal tentang ekshibisionisme di Eropa. Sengaja, tindakan ini direkam dan diunggah ke berbagai situs dewasa di internet.

Kasus ini memicu perdebatan tentang privasi, etika, dan hukum yang terkait dengan perilaku ekshibisionis di masyarakat Eropa. Bagaimana hukum melindungi hak privasi individu dan konsekuensi sosial dari tindakan semacam itu adalah beberapa pertanyaan yang muncul. 

Kasus seperti ini menimbulkan diskusi tentang batasan privasi di era internet dan bagaimana perilaku ekshibisionis memengaruhi masyarakat dan individu. Ini juga mencerminkan perubahan norma dan budaya yang terjadi terkait dengan ekspresi seksual dan ekshibisionisme di sejumlah negara Eropa.

Berbagi dan pamer diri dapat memberikan perasaan validasi dan koneksi dengan orang lain, jadi penting untuk memahami batasan dan efek ekshibisionisme digital. 

Bagaimana kita bisa mengimbangi kesehatan mental dan ekspresi diri? Menentukan apa yang layak untuk tetap pribadi dan apa yang layak untuk dibagikan secara publik dapat membantu Anda menghindari terlibat dalam perilaku ekshibisionis yang mungkin merugikan.

Berpartisipasi dalam ekshibisionisme digital membutuhkan perlindungan privasi. Memahami bahwa konten yang dibagikan di internet cenderung memiliki jangkauan yang lebih luas daripada yang mungkin Anda pikirkan akan membantu Anda lebih berhati-hati dalam memilih apa yang akan Anda bagikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun