Mohon tunggu...
Dhiya UlHaqqi
Dhiya UlHaqqi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Tukang Ngobrol

Psikologi Industri Organisasi, Psikologi Sosial Budaya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenali Bias Kognitif: Tantangan dalam Menggunakan Konsep berpikir Rasional dalam Pemilihan CALEG

21 Juli 2023   16:44 Diperbarui: 21 Juli 2023   16:51 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Contoh 1: Pemilihan Berdasarkan EtnisDalam pemilihan legislatif, seorang pemilih dari kelompok etnis tertentu mungkin cenderung memilih calon dari etnis yang sama dengan dirinya, karena merasa bahwa calon tersebut akan lebih memahami dan mewakili kepentingan kelompok etnis mereka. Meskipun calon dari kelompok etnis yang berbeda memiliki visi dan rencana yang lebih baik untuk masyarakat secara keseluruhan, pemilih dapat memilih calon dari etnisnya sendiri berdasarkan keyakinan bahwa mereka akan "berjuang" untuk kepentingan etnis tersebut.

Contoh 2: Pemilihan Berdasarkan AgamaSeorang pemilih yang menganut agama tertentu mungkin cenderung memilih calon yang juga beragama sama, tanpa mempertimbangkan kemampuan dan rekam jejak calon tersebut. Keyakinan bahwa calon yang beragama sama akan "memperjuangkan" nilai-nilai agama dan kepentingan agama mereka dapat mempengaruhi keputusan pemilihan mereka, bahkan jika calon tersebut tidak memiliki kualifikasi yang memadai.

Contoh 3: Pemilihan Berdasarkan Identitas GenderPemilih dapat memilih calon berdasarkan identitas gender, seperti memilih seorang calon wanita hanya karena dia juga wanita. Hal ini bisa terjadi tanpa memperhatikan visi politik, pengalaman, atau kapabilitas calon. Pandangan bahwa perwakilan gender tertentu harus diwakili oleh calon dari gender yang sama dapat menyebabkan terpilihnya calon yang kurang berkualitas.

  • Kasus Confirmation Bias

Confirmation bias atau bias konfirmasi adalah kecenderungan untuk mencari, mengingat, atau memperhatikan informasi yang mengkonfirmasi keyakinan atau pandangan yang sudah kita miliki, sambil mengabaikan atau mengesampingkan informasi yang bertentangan dengan pandangan kita. Berikut adalah contoh kasus confirmation bias dalam konteks pemilihan anggota legislatif:

Contoh 1: Media Sosial dan Informasi SelektifSeorang pemilih aktif di media sosial dapat terpapar pada konten-konten yang sejalan dengan pandangan politik atau preferensinya. Ketika ia melihat berita, artikel, atau opini yang mendukung pandangan politiknya, dia cenderung lebih cenderung untuk menganggap informasi tersebut sebagai benar dan meyakini bahwa calon yang diusung oleh kelompok yang sejalan dengan pandangannya adalah calon yang tepat. Pemilih ini mungkin mengabaikan atau bahkan tidak terpapar pada informasi yang menentang atau menyajikan sudut pandang berbeda, sehingga menyebabkan terjadinya confirmation bias dalam pemilihannya.

Contoh 2: Penilaian Terhadap Calon IncumbentSeorang pemilih yang telah mendukung atau memilih calon incumbent (petahana) pada pemilihan sebelumnya mungkin memiliki kecenderungan untuk mencari dan mengingat prestasi atau keberhasilan calon incumbent tersebut. Dia dapat mengabaikan atau tidak menaruh perhatian pada kelemahan atau kegagalan calon incumbent, atau bahkan membenarkan kegagalan tersebut dengan berbagai alasan. Hasilnya, pemilih ini cenderung membenarkan keputusannya untuk kembali mendukung calon incumbent berdasarkan konfirmasi positif yang dia alami, tanpa mempertimbangkan secara adil kinerja calon incumbent dan kualitas calon lain yang berkompetisi.

Contoh 3: Debat Politik dan Pilihan SelektifPemilih yang sudah memiliki pandangan politik atau preferensi tertentu dapat mengikuti debat politik antara calon-calon legislatif dengan pandangan yang sudah dibentuk sebelumnya. Selama debat, pemilih ini mungkin lebih cenderung untuk mencari dan mengingat argumen dan pernyataan yang mendukung pandangannya, sementara mengabaikan atau kurang mendengarkan argumen yang bertentangan. Akibatnya, pemilih ini akan cenderung mengukuhkan pandangannya dan memperkuat keyakinannya pada calon yang sejalan dengan pandangannya, tanpa memberikan perhatian yang sama pada pandangan atau kualitas calon lainnya.

  • Kasus Groupthink

Groupthink adalah fenomena di mana anggota kelompok atau tim cenderung mengambil keputusan yang seragam dan konsisten, karena mereka berusaha untuk mencapai kesepakatan dan konsensus, bahkan jika keputusan tersebut tidak rasional atau tidak tepat. Berikut adalah contoh kasus groupthink dalam konteks pemilihan anggota legislatif:

Contoh 1: Kelompok Dukungan KampanyeSebuah kelompok dukungan kampanye yang terdiri dari para pendukung seorang calon tertentu dapat mengalami groupthink. Dalam upaya untuk mencapai kesatuan pendapat dan soliditas di antara anggota kelompok, mereka mungkin mengecilkan kritik atau kelemahan calon mereka dan lebih fokus pada kelebihan dan kualitas positifnya. Hal ini dapat menyebabkan anggota kelompok menutup diri terhadap informasi yang kontra atau kritik yang konstruktif, dan berujung pada keputusan yang tidak objektif dalam memilih calon tanpa melakukan analisis yang mendalam.

Contoh 2: Partai PolitikDalam partai politik, anggota partai cenderung berbagi nilai-nilai politik dan visi yang sama. Namun, jika ada sejumlah anggota yang mendukung calon tertentu dalam pemilihan partai, bisa saja terjadi groupthink di mana anggota partai cenderung "mengikuti arus" dan mendukung calon yang sudah populer tanpa melakukan evaluasi independen terhadap kualifikasi dan rekam jejak calon.

Contoh 3: Diskusi Kelompok KampanyeSebuah tim kampanye politik yang beranggotakan beberapa staf kampanye yang loyal terhadap calon mungkin mengalami groupthink. Dalam diskusi strategi kampanye, jika seorang anggota tim menyampaikan kritik atau opini berbeda, anggota lain mungkin ragu-ragu untuk menyuarakan perspektif yang berbeda demi menjaga keharmonisan tim. Hal ini dapat menyebabkan diskusi yang dangkal dan mempengaruhi keputusan strategis kampanye yang tidak berdasarkan analisis mendalam.

  • Kasus Pengaruh Media Sosial dan Algoritma dalam Pemilihan Anggota Legislatif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun