Mohon tunggu...
Dhiya Rizki
Dhiya Rizki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Dhiya is now rolling as a student of Ocean Engineering Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peran ICZM dan Marine Eco-Tourism dalam Peningkatan Pendapatan Daerah (PAD) Pulau Madura

14 Desember 2023   09:26 Diperbarui: 14 Desember 2023   09:30 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Disusun oleh: Mega Ristri Maurina, Muhammad Rayhan Agfiananda, Danendra Arya Wisesa, Angelyca David Vinci, Muhammad Riyadh, Dhiya Rizki Raehana

PENDAHULUAN

Wilayah pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Nilai dan arti penting pesisir dan laut bagi bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua aspek, pertama, secara sosial ekonomi wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting karena sekitar 120 juta (50%) penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir (dengan pertumbuhan rata- rata 2% per tahun), sebagian besar kota (kota propinsi dan kabupaten) terletak di kawasan pesisir. Kedua, secara biofisik, Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada (sekitar 81.000 km), sekitar 75% dari wilayahnya merupakan wilayah perairan (Dep. Kelautan RI, 2002). Dengan jumlah pulau sekitar 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, Indonesia dikenal sebagai negara mega-biodiversity dalam hal keanekaragaman hayati, serta memiliki kawasan pesisir yang sangat potensial untuk berbagai opsi pembangunan.

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir pantai semakin meningkat. Degradasi lingkungan merupakan salah satu masalah pelik sekaligus klasik yang dihadapi oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota, khususnya di daerah pesisir dan pantai diduga akibat pesatnya perkembangan wilayah oleh berbagai hal. Tingginya dinamika wilayah pesisir dan pantai menjadi fokus utama dalam pengelolaan konflik dan kepentingan sebagai upaya untuk meminimalkan pengaruh degradasi lingkungan. Keberlimpahan sumberdaya di wilayah pesisir dan pantai menjadi daya tarik, sehingga berpengaruh terhadap faktor fisika, sosio-ekonomi, dan politik yang saling berkaitan, sekaligus dinamika sistem pantai dalam upaya pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan (ICZM) (Solway, 2006; Varghese et al., 2008).

Dengan melihat hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan upaya pengembangan model baru untuk mengoptimalisasikan pemberdayaan masyarakat pesisir, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik serta tetap mengedepankan aspek keberlanjutan lingkungan. ICZM (Integrated Coastal Zone Management) adalah pendekatan yang akan digunakan dalam mengoptimalisasi pemberdayaan masyarakat pesisir pantai. Diharapkan dengan pendekatan ICZM, tidak hanya pertumbuhan ekonomi masyarakat saja yang akan membaik, tetapi juga menjamin pertumbuhan ekonomi yang dapat dinikmati secara adil dan proporsional oleh masyarakat di pesisir pantai. ICZM dapat dijadikan sebagai media kontrol (Suman, 2007) sehingga dapat mengurangi tekanan ekologi. Urgensi UU 27/2007 jo 01/2014 menjadi landasan dalam penyusunan sekaligus implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan salah satu upaya awal yang dilakukan adalah identifikasi permasalahan dan potensi.

Pulau Madura memiliki perairan pantai dengan keindahan alam dan sumber daya kelautan yang dapat dioptimalkan guna menyokong kesejahteraan masyarakat setempat. Potensi yang dimiliki tersebut dapat digunakan sebagai penunjang pembangunan sektor kelautan yang mengedepankan konservasi lingkungan, pendidikan lingkungan, kesejahteraan penduduk lokal dan menghargai budaya lokal (Mahdayani, 2009).  Pembangunan sektor kelautan dapat dijadikan salah satu basis ekonomi unggulan yang memiliki keterpaduan antar sektor, sehingga setiap sektor mampu menghasilkan barang (goods) dan jasa (services) yang berdaya saing tinggi secara berkelanjutan dan dapat dijadikan sumber kemakmuran masyarakat.

Kondisi kawasan Pulau Madura merupakan kawasan yang terdiri dari beberapa kegiatan. Untuk itu diperlukan suatu bentuk pengelolaan yang dapat mensinergikan kegiatan kegiatan tersebut menjadi suatu kawasan yang terpadu. Untuk itu digunakan ICZM sebagai pendekatan dalam merumuskan suatu bentuk pengelolaan yang terintegrasi di kawasan pesisir Pulau Madura ini agar menjadi sebuah kawasan yang dapat terintegrasi dengan seluruh kegiatan yang ada. Dalam penelitian ini aspek yang dianalisis meliputi sosial ekonomi dan ekologi. Aspek ekologi yang perlu diperhatikan dalam pengelolaannya yakni seperti potensi flora dan fauna serta konservasi yang dapat dilakukan

KAJIAN PUSTAKA

Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah dalam konteks Integrated Coastal Zone Management (ICZM) merujuk pada area geografis yang melibatkan kawasan pesisir dan laut yang saling terkait. Dalam lingkup wilayah ICZM, pihak berwenang dan pemangku kepentingan bekerja sama untuk mengidentifikasi tantangan dan peluang yang muncul di kawasan pesisir. Ini melibatkan pemahaman terhadap interaksi kompleks antara ekosistem pesisir, aktivitas manusia, dan dampak perubahan iklim. Lingkup wilayah ICZM mencakup pesisir dan laut yang mungkin termasuk area pesisir, zona perairan pantai, dan wilayah laut terbuka yang memiliki keterkaitan ekologis dan fungsional dengan kawasan pesisir.

Gili Labak adalah sebuah pulau kecil yang terletak di Laut Jawa di pesisir timur Pulau Madura, Jawa Timur, Indonesia. Koordinat geografisnya kira-kira 7.0142 LS (Lintang Selatan) dan 116.6727 BT (Bujur Timur). Pulau ini terletak sekitar 1,5 km dari Pantai Camplong di Madura dan dapat dicapai dengan perahu dari daratan Madura. Pulau kecil ini kurang dikenal dibandingkan destinasi wisata pantai lainnya di Indonesia, menawarkan suatu pesona yang masih cukup sepi dan alami. Madura, dengan potensinya sebagai destinasi wisata bahari terus mengalami perkembangan yang signifikan. Meskipun masih terpencil, pesona kealamian pulau ini semakin menarik perhatian para wisatawan yang menginginkan pengalaman unik dan eksplorasi keindahan bawah laut yang memukau. Keistimewaan Madura tidak hanya terletak pada keindahan pantainya yang eksotik, tetapi juga pada ekosistem pesisirnya yang kaya akan keanekaragaman hayati. Lingkup wilayah pulau ini mencakup tidak hanya garis pantai yang menakjubkan, tetapi juga perairan sekitarnya yang menjadi rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna laut. Dengan demikian, upaya pelestarian dan pengelolaan yang berkelanjutan di lingkup wilayah Madura menjadi kunci untuk memastikan bahwa keindahan alamnya tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Sebagai destinasi yang terus berkembang, keterlibatan masyarakat lokal dan pemangku kepentingan dalam implementasi prinsip-prinsip Integrated Coastal Zone Management (ICZM) dapat memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pariwisata dan pelestarian lingkungan.

Sumber Daya Masyarakat Pesisir

Berdasarkan kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Dilihat dari garis pantai, maka wilayah pesisir memiliki dua macam batas yaitu: batas yang sejajar garis pantai dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai. Akan tetapi, penetapan batas-batas suatu wilayah pesisir yang tegak lurus terhadap garis pantai, sejauh ini belum ada kesepakatan. Dengan kata lain batas wilayah pesisir berbeda dari satu Negara ke Negara lain karena setiap Negara memiliki karakteristik lingkungan, sumber daya dan sistem pemerintahan tersendiri.

Menurut kesepakatan internasional terakhir, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut dan kearah laut meliputi daerah paparan benua. Dalam hasil rapat kerja nasional tahun 1994, telah ditetapkan bahwa batas kearah laut suatu wilayah pesisir adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam Peta Lingkungan Pantai Indonesia (PLPI) dengan skala 1:50.000 yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Sedangkan batas ke arah darat adalah mencakup batas administratif seluruh desa pantai yang termasuk ke dalam wilayah pesisir.

Sumber daya di wilayah pesisir terdiri dari sumber daya alam yang dapat pulih dan tidak dapat pulih, sumber daya alam yang dapat pulih seperti: perikanan, rumput laut, padang lamun, hutan mangrove dan terumbu karang, sedangkan sumber daya tak dapat pulih antara lain: minyak dan gas, bijih besi, pasir, timah, bauksit, dan mineral serta bahan tambang lainnya.

Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu

Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Dalam hal ini keterpaduan mengandung tiga dimensi: sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah. Keterpaduan dari sudut pandang keilmuan mensyarakatkan bahwa di dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan interdisiplin ilmu yang melibatkan bidang ilmu: ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum dan lainnya yang relevan. Mengingat bahwa suatu pengelolaan terdiri dari tiga tahap utama: perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi maka keterpaduan tersebut perlu diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi.

Integrated Coastal Zone Management (ICZM)

Wilayah pesisir sekarang ini berada di bawah tekanan yang meningkat dari erosi, polusi, perubahan iklim, urbanisasi, dan pariwisata. Tekanan tersebut secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada seluruh ekosistem yang ada, selain satwa liar yang hidup disana tetapi juga bagi perekonomian dan kesejahteraan manusia. Untuk itu pengelolaan pesisir dianggap menjadi hal yang sangat krusial sehingga sangat diperlukan pengelolaan secara terpadu dan menyeluruh. Sebuah konsep yang ditawarkan dalam pengelolaan pesisir adalah ICZM. ICZM (Integrated Coastal Zone Management) adalah suatu pendekatan yang menyeluruh yang dikenal dalam pengelolaan wilayah pesisir. ICZM merupakan suatu pedoman untuk mengelola kawasan pesisir secara terpadu. Metodologi dari ICZM ini telah dikembangkan secara hati-hati sejak beberapa dekade yang lalu. Konsep ini membutuhkan kemampuan kelembagaan untuk menangani masalah-masalah intersektoral seperti lintas disiplin ilmu, kewenangan-kewenangan dari lembaga pemerintah, dan batas-batas kelembagaan (Hinrichsen, 1998).

Pesisir sebagai zona transisi antara lingkungan darat dan laut, wilayah pesisir dipengaruhi oleh perubahan dan tekanan dari darat dan laut. Pengelolaan pesisir yang berkelanjutan dapat tercapai dengan menggunakan pendekatan dan penelitian terpadu dengan ekosistem, dengan melibatkan masyarakat global maupun regional dengan mempertimbangkan keadaan sosial ekonomi. Adapun tujuan dari pembentukan ICZM sendiri antara lain:

Mengatasi permasalahan pembangunan pesisir dan lautan yang berlangsung saat ini dan masa mendatang;

Memberdayakan masyarakat pesisir (para pengguna wilayah pesisir dan lautan atau biasa disebut stakeholder) agar dapat menikmati keuntungan yang diperoleh secara berkesinambungan.

Pada dasarnya ICZM adalah konsep pengelolaan pesisir yang mengikutsertakan peran masyarakat, sehingga diharapkan masyarakat akan turut merasa memiliki tanggung jawab terhadap kawasan pesisir yang menjadi daerah huniannya. ICZM dan sustainable development menjadi satu kolaborasi yang sangat baik apabila dilaksanakan sesuai dengan aturannya. Dilihat dari konsep dimensinya, ICZM dapat dipandang dari beberapa segi, antara lain:

Dimensi ekologis

Mengelola segala kegiatan pembangunan yang terdapat pada suatu wilayah yang berhubungan dengan wilayah pesisir agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsional yang ada.

Misalnya pada wilayah pesisir yang digunakan sebagai area pembuangan limbah harus mendapatkan jaminan bahwa total pembuangan limbah tidak melebihi batas asimilasi yang ada.

Dimensi sosial-ekonomi

Pola dan laju pembangunan harus dikelola sedemikian rupa sehingga total demand terhadap sumber daya alam dan jasa lingkungan tidak melampaui kemampuan suplai yang ada.

Dimensi sosial-politik

Adanya permasalahan lingkungan maka pembangunan berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang demokratis dan transparan.

Adapun keunggulan dari pengadaan ICZM adalah:

Memberi kesempatan kepada masyarakat pesisir untuk membangun sumber daya secara berkesinambungan;

Memungkinkan untuk memasukkan pertimbangan tentang kebutuhan serta aspirasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan jasa lingkungan baik sekarang maupun yang akan datang ke dalam perencanaan pembangunan dengan adanya konsep partisipatif mendorong pembangunan sumber daya serta meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem pesisir dan laut.

Membantu pemerintah daerah maupun pusat dengan suatu proses yang dapat menumbuhkembangkan pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

Biaya yang dikeluarkan pada pendekatan ICZM lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan menggunakan pendekatan sektoral.

Dari beberapa keunggulan ICZM tersebut dapat kita lihat bahwa sebenarnya ICZM adalah sebuah konsep yang saat ini dianggap paling ideal untuk diterapkan di daerah pesisir. Namun ada beberapa poin-poin yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan ICZM. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Dalam pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu (ICZM) perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain (Kay, 1999):

Peran dari prinsip pembangunan berkelanjutan dari para perencana dan pemegang kebijakan merupakan tantangan untuk dapat mentransfer dalam pengelolaan;

Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir, merupakan hal yang sangat berkaitan erat.

Perencanaan dan pengelolaan yang mengacu, pada komitmen dari berbagai pihak menjadi penting, sehingga muncul berbagai bentuk pengelolaan seperti community based, collaborative and co-community based. Bentukan ini merupakan antisipasi dari konflik kepentingan bagi multipihak.

Pengelolaan wilayah pesisir merupakan hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Tanggung Jawab dan pengelolaan yang berkelanjutan meliputi usaha internasional hingga pada tataran lokal, bersama dengan pengguna wilayah pesisir, penduduk, perusahaan, Perusahaan swasta, kelompok swasta, kelompok-kelompok advokasi, dan pemerintah. Kemitraan ini perlu dijalin untuk mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan bersama-sama.

Pengelolaan wilayah pesisir yang berhasil adalah yang berbasis pada tradisi (local knowledge), terkait dengan sumberdaya alam dan pengelolaannya.

Beberapa teknik perencanaan perlu selalu dikembangkan secara inovatif untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan wilayah pesisir.

Strategi perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dapat diramu dengan berbagai multipihak yang terkait, merujuk kebijakan, dan dalam skala yang berbeda dan terkait. Sehingga ada orientasi yang terintegrasi.

Melakukan evaluasi pada keberhasilan. Kebijakan dan program wilayah pesisir harus selalu dievaluasi dan dimonitor untuk memberikan ukuran keberhasilannya.

Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan yang memiliki wilayah pesisir yang sangat luas. Dalam melakukan pengelolaan pesisirnya, Indonesia mengacu pada Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu, pada pedoman ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai, "Wilayah peralihan ekosistem darat dan laut yang saling memengaruhi di mana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota". Berdasarkan Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil tahun 2004, pengertian wilayah pesisir adalah: "Satu kesatuan wilayah antara daratan dan lautan yang secara ekologis mempunyai hubungan keterkaitan yang di dalamnya termasuk ekosistem pulau kecil serta perairan di antara satu kesatuan pulau-pulau kecil".

Pemberdayaan

Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Konsep pemberdayaan (masyarakat desa) dapat dipahami juga dengan dua cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumber dayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Eko, 2002).

Permendagri RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, dinyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Pasal 1 ayat (8)). Inti pengertian pemberdayaan masyarakat merupakan strategi untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat.

Hukum dan Kebijakan Pengembangan Kawasan Pesisir

Hukum berfungsi sebagai pengatur kebijakan -- kebijakan yang akan ditentukan terhadap suatu kawasan. Di bawah ini merupakan hukum yang berlaku dan relevan terhadap kawasan Pulau Madura.

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Penataan ruang yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan. Seluruh permukaan bumi baik di daratan maupun di dasar laut pada hakikatnya memiliki batasan kapasitas sehingga perlu diatur. Demikian pula di atasnya di ruang udara maupun ruang laut dan di bawahnya yaitu di dalam bumi sebagai satu kesatuan dengan permukaan bumi perlu diatur pemanfaatannya. Dalam undang-undang ini menekankan pada perlunya penataan ruang yang dapat mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta yang dapat memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses perencanaan tata ruang wilayah.

Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Undang-Undang ini diberlakukan di kawasan pesisir Pulau Madura yang meliputi daerah pertemuan antara pengaruh perairan dan daratan, ke arah daratan mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Lingkup pengaturan Undang-Undang ini secara garis besar terdiri dari tiga bagian yaitu perencanaan, pengelolaan, serta pengawasan dan pengendalian

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan No. 16 tahun 2006 Tentang Pelabuhan Perikanan

Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa dalam pengembangan Pelabuhan Perikanan Nasional harus mempertimbangkan beberapa aspek yang terkait dengan daya dukung sumber daya ikan yang tersedia, daya dukung sumber daya manusia, wilayah pengelolaan perikanan, Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota, dukungan prasarana wilayah dan geografis daerah dan kondisi perairan. Pengembangan pelabuhan ini harus didukung oleh beberapa fasilitas pokok, fungsional, dan penunjang. Fasilitas pokok yang dimaksud sekurang-kurangnya meliputi fasilitas pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin, fasilitas tambat seperti dermaga dan jetty, fasilitas perairan seperti kolam dan alur pelayaran, penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, dan jembatan, lahan pelabuhan perikanan.

METODE PENULISAN

Pada Penelitian ini, metode yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif, diharapkan dengan pendekatan ini dapat memperkuat dan mempertajam pembahasan kualitatif. Metode deskriptif kualitatif dipilih agar dapat memberikan gambaran tentang daerah potensi mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir pantai. Sedangkan studi pustaka dan studi komparasi digunakan untuk mencari data dari buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan pemberdayaan masyarakat di wilayah pesisir pantai.

PEMBAHASAN

Pembangunan Ekonomi Pesisir Pulau Madura secara Terpadu dan Berkelanjutan

Undang-undang nomor 33 Tahun 2004 yang menegaskan prinsip-prinsip dasar pengembangan perimbangan keuangan Pemerintah dan Pemerintahan Daerah sesuai asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Hal ini tentunya juga berpengaruh pada pengelolaan ekonomi secara terpadu berbasis sumber daya lokal terutama dalam hal ini Pulau Madura. Pembangunan serta pengembangan Pulau Madura itu sendiri berkaitan dengan UU no 33 Tahun 2004.

Ketimpangan ekonomi pada umumnya disebabkan oleh berbagai faktor seperti ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya, akses terhadap pendidikan dan pelatihan, infrastruktur ekonomi yang tidak merata, serta perbedaan dalam peluang ekonomi antar wilayah. Di antara beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut yaitu sumber daya ekonomi yang tidak merata, kurangnya investasi, serta kurangnya akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan juga dapat memperburuk ketimpangan ekonomi.

Pulau Madura merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang sangat besar dan potensial. Namun, sayangnya potensi-potensi tersebut belum dieksplor dan dimanfaatkan secara maksimal oleh warganya. Hal ini disebabkan oleh satu hal dan lain salah satunya terkait dengan sumber daya manusia yang tidak bisa mengelola sumber daya alam maupun potensi lain yang ada di Pulau Madura. Hingga pada akhirnya menyebabkan kurangnya tingkat kesejahteraan dan adanya kesenjangan pada wilayah kabupaten atau kota yang ada di Pulau Madura.

Sebagai contoh perbandingan, Kabupaten Tuban dalam 10 tahun terakhir memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat pada sektor kelautannya. Sektor perikanannya sendiri memberikan kontribusi yang terbilang besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di kabupaten tersebut. Hal ini terjadi karena pemerintah yang mendukung berkembangnya potensial pada ekonomi maritim dengan cara memprioritaskan APBD pada pembangunan infrastruktur pendukung. Dengan adanya pemerataan infrastruktur kelautan ini, potensial yang ada dapat dioptimalisasi guna meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi adanya kesenjangan dalam kehidupan masyarakat (Marasoki, 2018). Dari hal tersebut, dapat dikatakan kondisi perekonomian Pulau Madura saat ini masih rendah apabila dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang memanfaatkan sektor maritim. Sehingga, diperlukan upaya optimalisasi pada potensial yang dapat mendukung perekonomian di Pulau Madura baik pada tingkat pemerintah ataupun masyarakatnya.

Dalam upaya meningkatkan taraf ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, pemanfaatan sumber daya kelautan termasuk salah satunya. Dari sekian banyaknya potensi sumber daya kelautan di Indonesia, Pulau Madura memiliki beberapa potensi yang sudah seharusnya perlu untuk dikembangkan. Beberapa aspek komoditas yang perlu dikembangkan di Pulau Madura diantaranya yaitu:

Perikanan

Kebutuhan global dan nasional akan ikan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi dunia dan Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan pangan ikan ini secara berkelanjutan, diperlukan pengelolaan sumber daya perikanan yang tepat, arif, dan bijaksana. Dengan letaknya yang berada di Laut Jawa, Pulau Madura menjadi tempat yang ideal dalam pengembangan sektor perikanan dan kelautan.

Garam

Pulau Madura merupakan salah satu wilayah penghasil garam terbesar di Indonesia, dimana terdapat 4 kabupaten yang menjadi sentra garam, yaitu Sumenep, Sampang, Pamekasan, dan Bangkalan. Garam merupakan salah satu komoditas strategis  nasional  yang  kedudukannya  tidak kalah  penting  jika  dibandingkan  dengan  kebutuhan  pokok  lainnya.  Hal  itu  dikarenakan menyangkut  kepentingan  bangsa  dan  semua orang  mengkonsumsinya,  selain  itu  garam juga  dibutuhkan  oleh industri-industri  pengolahan  yang  ada  di  Indonesia,  Sehingga komoditas  garam  menjadi  salah  satu  komoditas   strategis   yang   serat   dengan   campur tangan  pemerintah  dan  sangat  diperhatikan keberlanjutannya.

Rumput Laut

Rumput laut memiliki peluang cukup besar pada pasar luar negeri sebagai bahan baku industri pengolahan. Perairan Madura di beberapa tempat dinilai cocok untuk budidaya rumput laut. Pembudidayaan rumput laut tidak terlalu sulit dan dapat dilakukan oleh siapapun, sehingga usaha budidaya rumput laut dapat memperluas dan membuka peluang usaha. Dengan hal tersebut budidaya rumput laut dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan perekonomian di Pulau Madura.

Pariwisata

Pulau Madura memiliki wilayah pesisir yang berpotensi dimanfaatkan untuk sektor pariwisata dengan keindahan yang dimiliki. Sektor pariwisata memiliki potensi yang amat tinggi sebagai cara memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan memastikan keberlangsungan budaya lokal, habitat alam, keanekaragaman hayati. Salah satu potensinya yaitu pada Pantai Lon Malang, yang dimana jumlah wisatawan yang datang sebanyak 300 orang pada saat akhir pekan.

Pengesahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor  32  Tahun  2004  berdampak  terhadap  otonomi  daerah  dalam pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil. Pasal 27 ayat (1) UU 23/2014 menyebutkan bahwa Daerah Provinsi diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya laut yang ada di wilayahnya. Dengan konsep pembangunan ekonomi daerah ini diharapkan dapat berhasil guna misalnya dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja (Arsyad, 2002) atau membuka simpul-simpul ekonomi daerah (Soeboko & Riyardi, 2017). Adapun dalam pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah dihadapkan pada dua hasil guna yang harus dicapai yaitu:

Peningkatan penerimaan daerah, baik dari sumber bagi hasil, PAD (pendapatan asli daerah sendiri), ataupun sumber yang lainnya.

Peningkatan efisiensi dan efektifitas pengeluaran keuangan daerah sehingga tepat pada sasaran pembangunan daerah dan tidak terjadi kebocoran, sesuai dengan konsep financial follows function itu sendiri.

Kondisi yang terjadi di Pulau Madura terlihat bahwa realisasi pajak maupun retribusi belum maksimal, sehingga perlu dilakukan usaha agar optimalisasi pajak dan retribusi dapat tercapai. Berkaitan dengan peningkatan penerimaan daerah dari PAD (Pendapatan Asli Daerah) pemerintah daerah dapat meningkatkan dengan melakukan optimalisasi sektor ekonomi berbasis kearifan lokal, salah satunya ialah sektor ekonomi wilayah pesisir.

Namun, saat ini, pengembangan sumber daya kelautan di Pulau Madura masih belum optimal dan berkelanjutan. Alasan utama untuk ini adalah bahwa perencanaan dan pengembangan wilayah pesisir masih bersifat sektoral. Setiap sektor dikembangkan tanpa memperhitungkan sektor lain yang relevan dan terkait erat. Misalnya, pengembangan kawasan perikanan dilakukan tanpa memperhitungkan kepentingan kawasan wisata. Hal ini dapat menyebabkan konflik kepentingan antara sektor-sektor yang terlibat dalam kegiatan di daerah pesisir yang sama. Dampak pemanfaatan pesisir sektoral terhadap pengelolaan yang tidak terintegrasi yaitu adanya perbedaan dalam tujuan, target dan rencana sehingga menciptakan persaingan dan bahkan konflik antara pengguna pesisir dan perencanaan yang tumpang tindih.

Dengan demikian, perlu keseimbangan pengendalian wilayah laut dan pesisir di Pulau Madura oleh masyarakat adat dan masyarakat tradisional pesisir. Tantangan mendasar bagi perencana dan pengelolaan kawasan pesisir  di Pulau Madura adalah memfasilitasi pembangunan ekonomi sekaligus meminimalkan dampak negatif dari semua kegiatan pembangunan dan bencana alam. Pengembangan kawasan pesisir dan masyarakat didasarkan pada sumber daya pesisir untuk mendukung lingkungan, sehingga pembangunan ekonomi dapat berlangsung terus menerus. Oleh karena itu, upaya dengan metode pembangunan tertentu untuk pengelolaan angkatan laut dan pesisir diperlukan untuk mendukung pembangunan lingkungan pesisir yang berkelanjutan, yang sejalan dengan ekosistem yang ada.

Pengelolaan Wilayah Pesisir Pulau Madura berbasis Integrated Coastal Zone Management (ICZM)

Sebagai konsekuensi dari negara kepulauan, kawasan pesisir di Indonesia berkembang menjadi kawasan dengan pertumbuhan yang cukup pesat, mengingat kawasan pesisir dapat menyediakan ruang dengan aksesibilitas tinggi dan relatif murah dibandingkan dengan ruang daratan. Oleh karena itu, pesisir menjadi tempat tujuan pergerakan penduduk. Hampir 60% jumlah penduduk di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, dan Makassar menyebar ke daerah pesisir (Adibroto, 1999: 125; Dahuri, et al, 2001; Burbridge, 1988). Pada umumnya kota-kota pada kawasan pesisir di Indonesia memiliki berbagai peran, antara lain: potensi penyedia sumber daya alam, kawasan industri dan pelabuhan, perikanan, pariwisata dan permukiman. Selain itu juga, berkaitan dengan kemudahan akses dan hubungan antar pulau dan antar wilayah itulah sebagian besar kota-kota di Indonesia berada di kawasan pesisir.

Berdasarkan fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa pengelolaan kawasan pesisir merupakan komponen penting yang perlu diperhatikan dalam menunjang pembangunan di Indonesia. ICZM merupakan suatu pendekatan yang komprehensif yang dikenal dalam pengelolaan wilayah pesisir, berupa kebijakan yang terdiri dari kerangka kelembagaan dan kewenangan hukum yang diperlukan dalam pembangunan dan perencanaan pengelolaan untuk kawasan pesisir yang terpadu dengan tujuan lingkungan hidup dan melibatkan seluruh sektor yang terkait (Post and Lundin, 1996). Tujuan dari ICZM adalah untuk memaksimalkan potensi keuntungan yang diperoleh dari kawasan pesisir dan meminimalkan dampak negatif dalam pengelolaan kawasan pesisir, baik pada sumber daya alam maupun terhadap lingkungan hidup.

Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (PWPT) yang dikenal istilah Integrated Coastal Zone Management (ICZM) pertama kali dikemukakan pada Konferensi Pesisir Dunia (World Conference of Coast) yang digelar pada tahun 1993 di Belanda. Pada forum tersebut, PWPT diartikan sebagai proses paling tepat menyangkut masalah pengelolaan pesisir, baik untuk kepentingan saat ini maupun jangka panjang, termasuk di dalamnya akibat kerugian habitat, degradasi kualitas air akibat pencemaran, perubahan siklus hidrologi, berkurangnya sumber daya pesisir, kenaikan muka air laut, serta dampak akibat perubahan iklim dunia (Subandono, et al, 2009). Lebih jauh, Subandono, et al, (2009) juga menyatakan bahwa konsep PWPT menyediakan suatu kerangka perencanaan dan pengelolaan yang tepat dalam menaklukkan berbagai kendala dan permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir, seperti adanya pengaturan institusi yang terpecah-pecah, birokrasi yang berorientasi pada satu sektor, konflik kepentingan, kurangnya prioritas, kepastian hukum, minimnya pengetahuan kedudukan wilayah dan faktor sosial lainnya, serta kurangnya informasi dan sumberdaya.

Pengelolaan sumber daya kelautan di Madura sangat erat kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Undang-Undang ini memberikan landasan hukum bagi pemerintah dan masyarakat Madura untuk secara berkelanjutan mengelola potensi kelautan yang dimiliki wilayah tersebut. Madura, sebagai pulau yang terletak di sekitar Selat Madura dan Laut Jawa, memiliki sumber daya kelautan yang melimpah, seperti ikan, terumbu karang, dan berbagai ekosistem laut lainnya. Dalam konteks Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014, prinsip-prinsip pengelolaan berkelanjutan menjadi kunci utama dalam memastikan keberlanjutan eksploitasi sumber daya kelautan Madura. Undang-Undang tersebut menetapkan beberapa prinsip pengelolaan sumber daya kelautan, termasuk pengelolaan berbasis ekosistem, partisipasi masyarakat, penegakan hukum, dan perlindungan lingkungan. Pemerintah daerah di Madura diharapkan untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang mendukung prinsip-prinsip tersebut guna melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaan sumber daya kelautan.

Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Pulau Madura

Dalam upaya pengentasan kemiskinan masyarakat pesisir, terdapat lima pendekatan digunakan (Nikijuluw, 2001). Pendekatan inilah yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun instansi pemerintah lainnya, pemerintah daerah, dan khususnya lembaga swadaya masyarakat dalam bentuk yayasan dan koperasi telah banyak yang melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kelima pendekatan tersebut adalah:

Penciptaan lapangan kerja alternatif sebagai sumber pendapatan lain bagi keluarga,

Mendekatkan masyarakat dengan sumber modal dengan penekanan pada penciptaan mekanisme mendanai diri sendiri (self-financing mechanism),

Mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru yang lebih berhasil dan berdaya guna,

Mendekatkan masyarakat dengan pasar, serta

Membangun solidaritas serta aksi kolektif di tengah masyarakat.

Kelima pendekatan ini dilaksanakan dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi, keinginan, kebutuhan, pendapatan, dan potensi sumberdaya yang dimiliki masyarakat. Uraian singkat tentang kelima program ini adalah sebagai berikut:

Penciptaan lapangan kerja alternatif sebagai sumber pendapatan lain bagi keluarga. Pengembangan mata pencaharian alternatif dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa sumber-daya pesisir secara umum dan perikanan tangkap secara khusus telah banyak mengalami tekanan dan degradasi. Data empiris menunjukkan bahwa sudah terlalu banyak nelayan yang berkonsentrasi di perairan tertentu. Malahan secara nasional, tampaknya jumlah nelayan juga sudah berlebihan. Potensi ikan laut yang tersedia, kalau memang benar estimasinya, sudah tidak mampu dijadikan andalan bagi peningkatan kesejahteraan. Kalau jumlah ikan yang diperbolehkan ditangkap betul-betul diambil semuanya maka berdasarkan perhitungan kasar secara rata-rata, nelayan sangat sulit untuk sejahtera.

Mendekatkan masyarakat dengan sumber modal dengan penekanan pada penciptaan mekanisme mendanai diri sendiri (self-financing mechanism). Strategi ini sangat penting karena pada dasarnya saat ini masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan pembudidaya ikan sangat sulit untuk memperoleh modal. Sifat bisnis perikanan yang musiman, ketidakpastian serta resiko tinggi sering menjadi alasan keengganan bank menyediakan modal bagi bisnis ini. Sifat bisnis perikanan seperti ini yang disertai dengan status nelayan yang umumnya rendah dan tidak mampu secara ekonomi membuat mereka sulit untuk memenuhi syarat-syarat perbankan yang selayaknya diberlakukan, seperti perlu adanya collateral, insurance dan equity.

Mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru yang lebih berhasil dan berdaya guna. Teknologi yang digunakan masyarakat pesisir, khususnya nelayan, pada umumnya masih bersifat tradisional. Karena itu maka produktivitas rendah dan akhirnya pendapatan rendah. Upaya meningkatkan pendapatan dilakukan melalui perbaikan teknologi, mulai dari teknologi produksi hingga pasca produksi dan pemasaran

Mendekatkan masyarakat dengan pasar. Pasar adalah faktor penarik dan bisa menjadi salah kendala utama bila pasar tidak berkembang. Karena itu maka membuka akses pasar adalah cara untuk mengembangkan usaha karena bila tidak ada pasar maka usaha sangat terhambat perkembangannya.

Membangun solidaritas serta aksi kolektif di tengah masyarakat. Pemberdayaan melalui pengembangan aksi kolektif sama artinya dengan pengembangan koperasi atau kelompok usaha bersama. Hanya di sini istilah yang digunakan adalah aksi kolektif yaitu untuk membuka kesempatan kepada masyarakat membentuk kelompok-kelompok yang diinginkannya yang tidak semata-mata koperasi atau kelompok usaha bersama. Aksi kolektif merupakan suatu aksi bersama yang bermuara pada kesejahteraan setiap anggota secara individu.

Internalisasi Pemberdayaan Masyarakat Pulau Madura dalam implementasi Integrated Coastal Zone Management (ICZM)

Pemberdayaan masyarakat secara khusus dan eksistensi masyarakat secara umum perlu diinternalisasikan dalam pengembangan, perencanaan, serta pelaksanaan pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu. Faktor kemitraan antara seluruh stakeholder dalam proses perencanaan hingga evaluasi harus ditumbuhkembangkan. Komponen-komponen yang terlibat dalam kemitraan pengelolaan pesisir, antara lain adalah masyarakat lokal, pemerintah (pusat dan daerah), LSM, media massa, swasta, donor, organisasi internasional, masyarakat ilmuwan. Beberapa aspek yang berkaitan dengan masyarakat adalah kekuatan penentu (driving forces) status dan eksistensi suatu kawasan pesisir. Setidaknya ada 4 (empat) keuntungan yang didapatkan dalam pengelolaan berbasis masyarakat:

Masyarakat ikut mengontrol sumber daya di sekitar mereka,

Dukungan yang luas dari masyarakat dalam pengelolaan sumber daya yang ada,

Ketersediaan data yang dibutuhkan dalam pemanfaatan sumber daya tersebut,

Pengelolaan sumber daya dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di sekitarnya.

            Menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan berbasis Integrated Coastal Zone Management (ICZM) memerlukan pendekatan holistik dan terencana. Melalui kampanye penyuluhan yang melibatkan seminar, lokakarya, dan media sosial, kita dapat memperkenalkan prinsip-prinsip ICZM kepada masyarakat lokal. Pentingnya mengedukasi mereka tidak hanya mencakup aspek ekologi, tetapi juga ekonomi dan sosial. Dengan memfokuskan pada keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, seperti melalui forum diskusi dan pertemuan partisipatif, kita dapat memastikan bahwa pendapat dan kebutuhan masyarakat menjadi bagian integral dari rencana pengelolaan wilayah pesisir. Selain itu, melalui contoh kasus dan studi lapangan, kita dapat menyajikan bukti konkret tentang bagaimana implementasi ICZM telah memberikan dampak positif pada wilayah pesisir lainnya. Pendidikan dan pelatihan secara terus-menerus tentang ICZM, baik melalui institusi pendidikan formal maupun lembaga lokal, dapat membentuk pemahaman yang lebih mendalam di kalangan masyarakat. Selain itu, menyoroti potensi ekonomi lokal yang dapat dikembangkan melalui pengelolaan berkelanjutan akan meningkatkan dukungan masyarakat terhadap implementasi ICZM. Dengan demikian, pendekatan ini membentuk landasan kuat untuk membangun kesadaran masyarakat dan mendorong partisipasi aktif dalam menjaga keberlanjutan wilayah pesisir untuk generasi yang akan datang.

Selain dari upaya meningkatkan kesadaran masyarakat. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan kebijakan dan regulasi yang mendukung implementasi ICZM serta memfasilitasi kerjasama antar pemangku kepentingan di berbagai tingkat yaitu lokal, regional, dan nasional. Pemerintah dapat berperan dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang prinsip-prinsip ICZM melalui program-program formal, kampanye penyuluhan, dan pelatihan. Mereka juga dapat menciptakan mekanisme partisipasi masyarakat, seperti forum konsultasi dan kelompok kerja, untuk memastikan bahwa pandangan masyarakat menjadi dasar utama dalam pengambilan keputusan mengenai pengelolaan sumber daya kelautan. Pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk menyediakan sumber daya keuangan dan teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan program ICZM, termasuk alokasi anggaran untuk penelitian, pemantauan lingkungan, dan proyek-proyek berkelanjutan di wilayah pesisir. Dengan insentif dan penghargaan, pemerintah dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pengelolaan sumber daya kelautan berbasis ICZM. Melalui kebijakan proaktif dan peningkatan kapasitas institusi, pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang mendukung agar masyarakat dapat berperan secara efektif dalam menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan. Sehingga, peran pemerintah tidak hanya terbatas pada penyediaan kerangka hukum, tetapi juga mencakup dorongan konkret untuk memotivasi dan memberdayakan masyarakat sebagai mitra yang efektif dalam menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan melalui sistem ICZM.

Sedangkan untuk para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, komunitas lokal, LSM, dan sektor swasta, memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi aktif dalam pemantauan kondisi pesisir, membagikan informasi, dan memberikan masukan kritis. Stakeholder dapat memberikan data lapangan, memfasilitasi pertemuan komunitas, dan menyampaikan perspektif unik mereka terkait efektivitas strategi pengelolaan wilayah pesisir. Dengan keterlibatan mereka, monitoring dan evaluasi dapat mencakup aspek ekologis, sosial, dan ekonomi, sehingga menghasilkan gambaran holistik tentang dampak kebijakan ICZM. Melalui sinergi antara stakeholder, proses ini dapat meningkatkan akuntabilitas, memperbaiki kebijakan yang ada, dan memberikan kontribusi nyata terhadap keberlanjutan pesisir Pulau Madura.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat kami peroleh dari hasil penelitian kami adalah

Diperlukan adanya kesadaran secara penuh yang didukung oleh edukasi dari pemerintah setempat ke masyarakat kecil khususnya masyarakat Pulau Madura yang memiliki potensi sumber daya alam yang maksimal

Pengelolaan daerah lebih baik melibatkan masyarakat setempat secara langsung karena hal ini secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan tarif masyarakat itu sendiri

Pengelolaan suatu wilayah dalam hal ini Pulau Madura harus mengimplementasikan poin-poin dari Integrated Coastal Zone Management (ICZM) serta hukum dan perundangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

 

DAFTAR PUSTAKA

Adibroto, T.A. (1999). Managing the Indonesia Marine and Coastal Environment: The Role of Monitoring Activities. Proceeding no. 979 -- 8465 -- 07 -- 5 Workshop on Technology Application on Marine Environmental Monitoring, Forecasting and Information System. Institutional Framework and Project Benefits, 17 November 1999. Jakarta. Indonesia

Burbridge, D.R (Eds). (1998). Coastal Zone Management is the Strait of Malacca. Proceedings of Symposium on Environmental Research and Coastal Zone Management is the Strait of Malacca in 1995. Medan. Indonesia. Dahuri, R., Rais J., Ginting S.P., Sitepu, M.J. (cet. 2), (2001): Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu; PT. Pradnya Paramita, Jakarta, Indonesia

Eko, S. (2002). Pemberdayaan Masyarakat Desa. Materi Diklat Pemberdayaan Masyarakat Desa, yang diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim pada Desember 2002. Samarinda. 

Hinrichsen, D. (1998). Coastal Waters of the World: Trends, Threats, and Strategies. Washington, DC: Island Press.

Kay, R., dan J. Alder. (1999), Coastal Planning and Management. E&FN Spon. London

Nikijuluw, V.P.H. (2001). Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi Pemberdayaan Mereka dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir secara Terpadu. Makalah dipresentasikan pada Pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Bogor, 29 Oktober 2001

Subandono, D., Budiman, Agung, F. (2009). Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penerbit Buku Ilmiah Populer. Bogor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun