Mohon tunggu...
Uniek Widyarti
Uniek Widyarti Mohon Tunggu... -

belajar menjadi manusia pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Juni

26 November 2017   06:15 Diperbarui: 26 November 2017   08:13 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mboookkk"

^^^

Suara ketukan pintu yang sebetulnya kuberharap ditunda bahkan tak pernah ada, kini nyata. Simbok bilang, "sekarang sudah saatnya."

Semakin erat aku memeluk simbok. Berharap si mbok punya kekuatan untuk mempertahankan aku. Berharap ada keajaiban dengan datangnya pendekar yang akan membelaku seperti sandiwara radio yang setiap malam kudengar.

Namun, ini realita....

Sungguh berat kaki ini melangkah. Empat orang pengawal Tuan Jamin siap membawaku kerumah yang biasa kami sebut Istana Desa. Kuhentikan langkah dan berbalik, simbok tampak sendu bersender di kusen pintu.

Sama seperti mimpiku semalam. Mata mata tetangga menatap. Aku tahu  jantung merekapun berdegup kencang. Termasuk dua sahabatku,  Lastri dan Racik, aku hanya dapat melewati kedua sahabatku menangis.  Entah aku gadis keberapa yang mereka bawa ke istana desa. Tak ada yang kembali ke kampung halaman ketika kaki telah menapak disana

^^^

Disebuah malam ketika aku dan para rewang  hendak melepas penat dan melihat gubuk kami  dalam mimpi. Mbok Jam, memanggilku. Ia mengajakku menemui Tuan Jamin. Setelah mengetuk pintu, kami berdua menundukkan kepala merebahkan lutut di lantai dan menyeretnya mendekat penguasa istana desa.

"Besok aku akan menikahimu"

Aku hanya tertunduk, tak berani mengangkat kepala apalagi menolak rencana Tuan Jamin. Dadaku berdetak kencang, keringat dingin mengucur di badan. Aku gemetar,  Betapa ingin menjerit dan mengatakan tidak. Tak terpikirkan olehku menikah di usia yang belia apalagi dengan seorang tuan yang terkenal bengis dan kejam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun