Mohon tunggu...
Dhini Amalia
Dhini Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa yang gemar membagikan hasil pengamatan, pembelajaran, pikiran, dan pencarian makna yang dituangkan dalam sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Seruan Zero Waste dari Balik Kemasan Plastik Sekali Pakai: Ironi Forum Perjanjian Plastik Global yang Gagal Mengakhiri Pencemaran Plastik

8 Januari 2025   20:41 Diperbarui: 8 Januari 2025   20:47 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran tumpukan sampah(Sumber gambar: CNBC Indonesia)

Saat ini dunia sedang menyerukan untuk melakukan praktik-praktik yang mendukung pengurangan jumlah sampah yang dihasilkan. Sehingga juga sebanyak mungkin jumlah sampah atau limbah bisa dihindari. Gerakan tersebut juga dikenal sebagai konsep nol limbah atau zero waste. Zero waste pertama kali juga digagas oleh seorang wanita berkebangsaan Prancis-Amerika yang bernama Bea Johnson pada tahun 2008. Melihat permasalahan sampah yang semakin hari semakin menumpuk, dan melihat kegiatan dari rumah atau rumah tangga juga menjadi salah satu penyumbang sampah terbesar membuatnya untuk menggagas konsep zero waste tersebut. Tak hanya menerapkan di rumahnya, ia pun melakukan kampanye untuk menyuarakan gerakan zero waste ini lewat tulisan yang dituangkan ke dalam blog pribadinya. 

Mungkin sebagian dari kita ketika mendengar kata zero waste, kebanyakan pasti yang terlintas adalah prinsip nol sampah. Dan tentunya hal tersebut menimbulkan pertanyaan, "Emang kita bisa hidup tanpa menghasilkan sampah?"

Memang jika melihat kondisi kehidupan kita yang dihantui keberadaan plastik, terlebih plastik sekali pakai yang ada dimana-mana rasanya sulit sekali jika hidup tanpa menghasilkan sampah. Sesederhana dari botol plastik dari yang kita minum, pelindung sayur dari plastik yang ada dijual di supermarket, dan barang-barang kebutuhan lainnya, hampir semuanya pasti memakai plastik untuk pelindungnya. Miskonsepsi soal zero waste serta melihat fakta yang terjadi di lapangan membuat kebanyakan masyarakat kita merasa pesimis dan skeptis. Padahal sebenarnya gerakan zero waste adalah gerakan yang mengajak kita untuk lebih bijak menggunakan suatu barang atau produk dengan memaksimalkan penggunaannya serta mengurangi penggunaan barang sekali pakai, seperti plastik. Gerakan ini dilakukan untuk mengurangi jumlah timbulan sampah di tengah keterbatasan tempat penampungan sampah yang tidak sebanding dengan jumlah tumpukan sampah yang seiring bertambahnya waktu semakin meningkat. Selain itu juga gerakan zero waste diharapkan hadir sebagai upaya untuk mitigasi masalah atau dampak yang ditimbulkan dari permasalahan atau bencana dari limbah atau sampah, terlebih sampah plastik.

Sayangnya ketika dunia sedang menyerukan gerakan zero waste dengan penghentian penggunaan plastik sekali pakai, para pemimpin dunia serta peserta lain yang menghadiri forum global mengenai perjanjian plastik global justru terjebak dalam sebuah paradoks. Mereka membahas solusi penyelesaian masalah lingkungan akibat penggunaan plastik, tapi sayangnya penyelesaian solusi itu dirumuskan dari balik dinding yang dihiasi dengan lobi-lobi kepentingan industri serta elit global yang mengambil keuntungan dengan hanya memberikan solusi palsu untuk mendaur ulang plastik saja.

Gambaran Forum Perjanjian Plastik Global: Misi yang Terganjal Kepentingan Industri

Sejak tahun 2022 di bulan Maret, pada pertemuan Majelis Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Nairobi, kepala negara, menteri lingkungan hidup, dan perwakilan lain dari 175 negara menyepakati mandat untuk membuat instrumen mengikat secara hukum internasional pertama untuk mengakhiri polusi plastik. Instrumen tersebut dinamakan Global Plastic Treaty atau Perjanjian Plastik Global. Adapun forum mengenai kesepakatan Perjanjian Plastik Global ini dinamakan dengan INC (Intergovernmental Negotiating Committee). Forum mengenai Perjanjian Plastik Global atau INC ini pun sudah berlangsung sebanyak 5 putaran. Adapun INC-5 yang berlangsung di Busan, Korea Selatan pada tanggal 25 November sampai 2 Desember 2024. Fokus pada forum putaran yang kelima ini adalah penyelesaian elemen utama dalam rancangan perjanjian plastik global sebelum diadopsi pada tahun 2025 nanti.

Selama diskusi dalam forum yang terjadi plastik memang digambarkan sebagai tantangan yang harus segera diatasi. Sayangnya jalannya negosiasi mengenai kesepakatan Perjanjian Plastik Global ini secara tak langsung justru diramaikan oleh kepentingan negara dan industri penghasil plastik yang lebih memilih menciptakan jalan pintas dengan mendorong solusi teknis dan praktis seperti daur ulang. Padahal solusi yang ditawarkan pun tidak menyentuh akar permasalahan, yakni produksi plastik yang berlebihan. Alih-alih menciptakan kesepakatan, komitmen, juga solusi dalam skala yang besar dan waktu yang panjang, forum ini pun lebih terlihat seperti arena kesempatan tawar-menawar bagi negara dan industri untuk mempertahankan status quo nya, yakni bisa terus memproduksi plastik dengan membebankan sampahnya kepada konsumen (masyarakat).

Kegagalan Negara-Negara di Dunia untuk Mengakhiri Pencemaran Plastik

Sayangnya forum perjanjian plastik global atau INC-5 yang direncanakan menjadi negosiasi yang terakhir pun nyatanya berakhir tanpa kesepakatan kolektif yang efektif serta ambisius. Negosiasi pun terpecah antara negara-negara yang didominasi oleh kepentingan negara-negara industri penghasil plastik, dan negara-negara korban bukan produsen plastik, yang tentunya jadi kelompok paling rentan terkena bencana akibat masalah sampah plastik. Dinamika tersebut pun membuat forum berjalan lambat dan terasa alot, hingga akhirnya pun ditutup dengan kesepakatan yang tidak memuaskan. Yakni dengan draft naskah kesepakatan yang sangat kontroversial, yang sangat tidak memenuhi resolusi UNEA 5/14 yang menyoroti sampah plastik sebagai polutan baru yang memerlukan kerja sama antar negara untuk mitigasi dan mengatasi krisis kontaminasi plastik global di semua siklus plastik, dari hulu sampai ke hilir. Dinamika tersebut pun membuat hasil forum diputuskan untuk memperpanjang sesinya melalui putaran kelima untuk kedua kalinya atau INC-5.2. Penundaan kesepakatan ini tentunya menjadi bukti bahwa negara-negara di dunia tidak menunjukkan komitmen serta aksi nyata dalam mengatasi masalah sampah plastik, yang juga menjadi salah satu penyebab Triple Planetary Crisis yakni perubahan iklim, polusi, serta kehilangan keanekaragaman hayati.

Daur Ulang dan Kemasan Ramah Lingkungan Bukan Solusi Utama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun