Banyak perantauan dari Jawa yang membuka usahanya. Dari jualan nasi goreng, bakso, soto, mie ayam, jual lalapan, sayuran dan masih banyak lagi.Â
Bahkan aku mendapati orang Klaten membuka angkringan/wedangan/HIK jualannya laris manis, rumah dan mobil sudah kebeli katanya. Entah kenapa mindsetku hanya dua : bekerja dan mencari pekerjaan.
Tiap hari aku habiskan waktu untuk melakukan apa yang dirumah tidak aku lakukan. Dari hal-hal kecil seperti mencuci baju sendiri.Â
Di rumah Jawa, aku bisa dibilang manja. Tidak pernah aku mencuci baju sendiri. Ibuku yang mencucinya. Di kost pun, aku tingal mengantar ke tukang laundry. Awalnya aku mencuci pakai tangan. Ngucek. Memeras. Tangan langsung kram. Manja.Â
Trus kemudian disarankan tuan rumah untuk memakai mesin cuci. Alhamdulilah. Pun dengan mesin cuci aku juga belum pernah sama sekali. Aku bisa mencuci sendiri, ucapku bangga. Belum lagi menyeterika baju sendiri.
Kehidupanku sangat berbeda. Jikalau dulu setiap ada masalah, sering merengek-rengek ke sahabat, teman, sekarang? Ga mungkin aku menghabiskan ribuan pulsa untuk sekedar sms atau bertelepon kesana kemari untuk mengeluhkan keadaanku.Â
Disaat itulah, ada satu tempat yang harus sering aku tuju. Satu tempat dimana seorang manusia mengakui kelemahannya, mengakui keterbatasannya, mengakui segala dosa-dosanya, mengakui kekurangannya, mengakui kehinaanya dihadapan Sang Penciptanya. Tempat untuk sujud. Tempat yang sering aku tuju. Tempat dimana seorang manusia bebas bercerita, berkeluh kesah tentang semua kehidupannya, tentang segala macam masalahnya, segala penyakitnya.
Kembali ke Allah. Mungkin itu bisa menjadi sebuah kalimat klise, dimana seseorang penuh dengan penderitaan dan kegagalan dalam hidup yang akhirnya harus kembali kepada Yang Memberi Hidup. Dan aku pun mengakui itu. Tidak ada jalan lagi, ga ada sebuah harapan yang besar kecuali kembali ke Allah.Â
BersamaNya semacam mempunyai harapan, kekuatan, keyakinan baru dalam menapak sebuah kehidupan. Semakin yakin untuk meraih cita cita, visi kehidupan kita. Apalagi bagi seseorang (seperti aku) yang jauh keluarga (Ibu), jauh dari teman-teman. Moment tersebut pas banget.
Apakah sebelumnya aku melupakan Allah? Apakah sebelum ke Kalimantan aku mengabaikan Allah dalam setiap kehidupan? Ada 2 jawaban. Ya dan tidak. Jawaban Ya, mungkin aku dalam beribadah kurang menyertakan Allah dalam hati.Â
Zona nyaman, kehidupan serba ada (keluarga, teman), enak (walaupun harus berjuang juga untuk membantu ibu) membuatku seakan kurang butuh kekuatan Allah.Â