Namun, setelah anaknya mengenakan toga dan menyandang gelar Amd.Kep atau S.Kep.,Ns, rupanya tidak cukup sampai disitu perjuangan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, masih ada pelatihan BTCLS (Basic Trauma Cardiac Life Support) yang wajib diikuti oleh lulusan Keperawatan, dimana sertifikat dari pelatihan tersebut menjadi prasyarat sebelum melamar pekerjaan. Tanpa sertifikat tersebut kecil kemungkinan dirinya bisa diterima di fasilitas kesehatan, kecuali jika dirinya memiliki koneksi orang dalam, itu lain urusan.
Selain BTCLS ada pula Uji Kompetensi (UKOM) dimana kelulusan ujian ini menjadi prasyarat Perawat dalam mengurus STR. Tanpa Adanya STR jangan harap bisa menjadi perawat di Klinik, Rumah Sakit atau Puskesmas, lha wong perawat yang sudah punya STR aja belum tentu diterima kerja karena ketatnya persaingan.
Setelah memegang STR, masih ada beragam seminar yang harus diikuti, hanya saja selama pandemi, PPNI kerap mengadakan Webinar secara gratis sehingga para perawat masih bisa menabung SKP selama pandemi yang tidak memperbolehkan aktifitas berkerumun.
Namun sebelum pandemi dimulai pada Maret 2020, Seminar Keperawatan menjadi salah satu momok tersendiri, utamanya dari segi biaya, terkadang Perawat terpaksa membayar seminar tanpa menghadiri seminar tersebut karena dirinya harus berdinas sesuai jadwal. Sehingga titip sertifikat menjadi budaya yang hingga saat ini tak bisa ditinggalkan. Kerap terjadi panitia mengabarkan bahwa quota peserta telah penuh, tetapi 40 persen kursi yang sudah dipersiapkan kosong mlompong saat seminar.
Tekanan Sosial Masyarakat
Selama pandemi, masyarakat telah memandang perawat dengan banyak sebutan, ada yang menyebut sebagai pahlawan, ada yang menyebut sebagai agen penyebar virus, dan ada juga yang menganggap bahwa perawat adalah profesi yang diuntungkan berkat adanya Pandemi.
Beragam tanggapan tersebut tentu saja tidak membuat perawat menghentikan aktifitasnya, meski hati dan pikirannya kadang misuh-misuh. Apapun yang terjadi profesi ini tetap menjalankan tugasnya selama 24 jam tanpa mengenal tanggal merah.
Ketika saya berdinas di UGD, saya memiliki tanggung jawab agar siapapun yang masuk ke dalam ruang UGD untuk mengenakan masker. Saat ruang UGD ramai oleh orang-orang yang Kepo ketika ada rekannya mengalami luka robek, mulut saya tak henti-hentinya mengingatkan kepada siapapun yang masuk untuk mengenakan masker, alhasil ada salah satu keluarga pasien yang mengatakan kepada saya “corona itu nggak ada”, kalimat tersebut cukup mengoyak emosi saya yang sedang membersihkan luka pasien.
Oke fiks, kalimat tersebut tentu saja cukup membuat saya tersinggung, apalagi di bed yang lain ada pasien yang terbukti reaktif setelah rapid test.
Terlepas dari adanya konspirasi atau anggapan bahwa covid-19 tidak ada, saya ingin menyampaikan kepada seluruh masyarakat, bahwa selama berada di rumah sakit, puskesmas atau klinik, penggunaan masker adalah wajib, sama wajibnya dengan pengendara motor untuk mengenakan helm ketika berkendara di kawasan tertib lalu lintas.
Toxic dari sesama Rekan Sejawat