Hal ini pun menjadi semacam paradoks. Dimana perkembangan teknologi diakui sebagai sesuatu yang dapat membantu kinerja manusia. Namun disisi lain ada dampak yang tidak bisa diremehkan seperti perkembangan transportasi online yang memicu kemarahan driver ojek pangkalan.
Keberadaan transportasi online tentu telah berhasil mengurangi jumlah pengangguran. Namun inovasi tersebut ternyata hadir bukan berarti tanpa masalah sosial.
Kedua kasus yang saya paparkan diatas mulai dari industri musik hingga moda transportasi online, rupanya sama-sama menggambarkan bahwa perkembangan teknologi tidak hanya mempermudah aktifitas masyarakat, tetapi juga berpotensi melahirkan konflik sosial.
Selain mempermudah penggandaan lagu dan pemesanan moda transportasi, perkembangan teknologi juga memungkinkan siapapun menjadi artis atau selebritis secara gampang. Saking gampangnya, kucing pun bisa menjadi selebritis.
Perkembangan teknologi seperti munculnya youtube, tik-tok, instagram dan aplikasi sejenis lainnya, ternyata menjadi jalan alternatif yang mudah dan murah bagi siapapun yang ingin menjadi public figur. Kemudahan tersebut seakan menjadi antitesis bagi para artis yang telah berdesak-desakan untuk antri dalam audisi ajang pencarian bakat, atau aktor yang telah mengikuti berbagai casting.
Keberadaan sosial media telah mempermudah siapapun untuk mengunggah konten baik video, gambar, audio ataupun tulisan secara gratis.
Situs berbagi video Youtube telah memungkinkan siapapun yang memiliki skill menyanyi pas-pasan bahkan dibawah standar akan menjadi penyanyi terkenal dalam waktu kurang dari 24 jam. Hal ini karena semua video yang di upload di youtube bisa langsung terunggah dan ditonton oleh seluruh umat manusia yang sedang terkoneksi internet.
Youtube telah menjadi media yang tidak mewajibkan penggunanya untuk memiliki bakat atau kepakaran di bidang tertentu. Syarat untuk bisa menjadi youtuber yang paling utama adalah rasa percaya diri untuk terus membuat konten.
Tidak sedikit pula para youtuber yang akhirnya tayang di tv nasional entah sebagai bintang tamu, atau sebagai pembawa acara. Hal ini tentu saja berbeda dengan pembawa acara atau host yang telah belajar public speaking selama bertahun-tahun untuk menjadi pembawa acara di stasiun televisi.
Harus disadari ada banyak hal positif dari kemudahan tersebut, tetapi banyak pula masalah yang menyertainya. Kini kita hidup dalam sebuah realitas yang melampaui realitas. Kemudahan mengunggah konten nyatanya juga menawarkan kemudahan bagi siapapun untuk menyebarkan konten negatif seperti hoax ataupun prank sampah.
Profesi youtuber ternyata telah menjadi alternatif bagi siapapun untuk menjadi viral secara mudah tanpa harus menembus media arus utama. Untuk menjadi viral tersebut tidak sedikit youtuber yang 'menghalalkan' segala cara demi konten. Seperti kasus Fredian Paleka dengan konten prank sampahnya.