Mohon tunggu...
Dhimas Raditya Lustiono
Dhimas Raditya Lustiono Mohon Tunggu... Perawat - Senang Belajar Menulis

Perawat di Ruang Gawat Darurat | Gemar Menulis | Kadang Merasa Tidak Memiliki Banyak Bakat

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Paradoks Perkembangan Teknologi

11 Juni 2020   17:31 Diperbarui: 11 Juni 2020   18:18 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun faktanya keberadaan penjual VCD Bajakan pun tidak menjadi sasaran aparat kepolisian. Lhawong anaknya pak Polisi aja ikutan beli CD Bajakan kok.

Rupanya masalah pembajakan tidak hanya terjadi di Indonesia. Di luar negeri pun pembajakan terhadap karya musik masih ada apalagi dengan era digital yang memungkinkan siapapun bisa saling copy paste. Salah satu musisi yang terdampak pembajakan adalah Band Metallica. Manajer Metallica Peter Mensch, mengatakan bahwa band asuhannya tersebut benar-benar sulit untuk menghasilkan uang dari musik, seperti penjualan CD atau download resmi.

Itulah persoalan paradoks perkembangan teknologi dari industri rekaman atau musik. Paradoks yang lain ternyata juga menimpa pada inovasi moda transportasi berbasis online yang menawarkan kemudahan serta harga yang lebih murah.

Keberadan teknologi wabil khusus internet telah menjadikan seseorang dapat mengakses apapun dari dalam kamar sembari rebahan. Proses pemesanan makanan bisa diringkas menjadi proses yang real time.

Seseorang yang ingin bepergian tidak perlu lagi berjalan terlalu jauh untuk mendapatkan angkutan. Bahkan para pengguna ojek daring tersebut dimudahkan dengan fasilitas cashless seperti Go Pay atau OVO sehingga tidak perlu kesulitan mengambil dompet atau menunggu kembalian.

Kemudahan inilah yang tidak dimiliki oleh ojek pangkalan. Kehadiran Ojek online seakan menjadi ancaman akan eksistensi ojek pangkalan di ranah transportasi publik. Tidak sedikit driver ojek pangkalan yang merasa bahwa moda transportasi berbasis daring tersebut telah merebut sebagian penumpangnya.

Saya berpikir, merebut penumpang artinya juga merebut penghasilan. Penghasilan ojek pangkalan yang berkurang tentu akan berujung pada masalah perut yakni kekhawatiran akan lapar. Paul Currie yang merupakan pakar perilaku nafsu makan sekaligus profesor psikologi Reed College, mengatakan bahwa rasa lapar dapat mengubah seseorang menjadi sangat emosional. Emosi tersebut sering muncul sebagai stres, kecemasan, hingga kegelisahan. Luapan emosi tersebut meledak dalam bentuk persekusi hingga pemberlakuan zona merah yang melarang ojek online melewati zona tersebut.

Coba anda buka di youtube lalu search kata kunci ojol vs opang, kata kunci tersebut akan menawarkan kita tontonan konflik yang mengerikan, mulai dari saling melotot, saling marah, banting helm hingga kontak fisik antara kedua belah pihak. Konflik tersebut seakan menunjukkan luapan emosi layaknya Hulk yang lepas kendali.

Mungkin anda bertanya, kenapa ojek pangkalan tidak bergabung ke ojek online saja. Pertanyaan tersebut tentu membutuhkan diskusi dengan 3 cangkir kopi untuk menjawabnya. Namun ada pula alasan dari Ojek pangkalan yang tidak ingin bergabung dengan ojek online, seperti ketidakmampuan driver opang mengoperasikan smartphone dan tidak lengkapnya surat kendaraan.

Tentu tidak mudah memaksa seluruh ojek pangkalan untuk bergabung dengan ojek online. Sebagian dari mereka memang sudah memiliki smartphone, namun keterikatan dirinya dengan persaudaraan di pangkalan ternyata menjadi salah satu alasan baginya untuk tetap setia menunggu penumpang di pangkalan.

Kini, ojek pangkalan masih menjadi pilihan bagi masyarakat yang tidak memiliki smartphone. Sedangkan ojek online hadir mengikis ruang fisik yang memungkinkan kita memesan moda transportasi atau memesan makanan tanpa harus datang ke warung atau restoran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun