Mohon tunggu...
Dhimas Raditya Lustiono
Dhimas Raditya Lustiono Mohon Tunggu... Perawat - Senang Belajar Menulis

Perawat di Ruang Gawat Darurat | Gemar Menulis | Kadang Merasa Tidak Memiliki Banyak Bakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Andai Pulpen Bisa Bicara

10 Juni 2020   16:24 Diperbarui: 10 Juni 2020   16:38 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen pribadi : pulpen kesayangan

Sekira akhir tahun 2018, saya mengikuti seleksi untuk menjadi Perawat untuk salah satu Rumah Sakit yang ada di Banjarnegara. Kebetulan waktu itu saya sudah lolos test tertulis dan sampai pada tahap psikotes dan tes IQ. 

Entah Apes atau saya teledor. Saat itu saya tidak membawa pulpen sama sekali. Pikiran saya mulai kacau karena tidak ada toko atk yang buka pada pagi itu.

Tak berselang lama, salah seorang peserta yang duduk di depan saya memberikan saya pinjaman pulpen kepada saya. "Ini mas, saya bawa 2 pulpen" layaknya upin ipin yang dapat ayam goreng, pikiran dan perasaan saya pun jingkrak-jingkrak saking bahagianya mendapatkan pinjaman pulpen tersebut.

Beberapa minggu kemudian, saya melihat pengumuman dan alhamdulillah saya masuk sebagai karyawan yang diterima. Dan ternyata orang yang meminjami saya pulpen tersebut juga diterima hingga kami-pun saling kenal karena sempat ditempatkan pada unit yang sama.

Saya jadi membayangkan, andai waktu itu saya tidak mendapatkan pinjaman pulpen, mungkin saya akan keluar ruangan untuk mencari toko alat tulis atau fotokopian, apabila hal itu terjadi, tentu saja waktu saya untuk mengerjakan soal akan berkurang, sehingga bisa jadi saya tidak memiliki cukup waktu untuk mengerjakan soal tes tersebut.

Dari kisah tersebut, pikiran saya jadi terangsang untuk menuliskan sesuatu tentang pulpen. Sebuah benda yang dapat ditaruh di saku kemeja dan menjadi kebutuhan pokok para siswa sekolah hingga mahasiswa di perguruan tinggi.

Dalam sejarahnya, pulpen itu sendiri telah dipatenkan pada 10 Juni 1943 di Argentina. Penemu Pulpen Laszio Jozsef Biro merupakan pengungsi asal hongaria yang 'terdampar' di Argentina.

Laszlo Biro yang merupakan seorang wartawan di Hongaria bersama dengan saudara laki-lakinya George Biro yang merupakan seorang kimiawan. Mereka mengembangkan ujung pen yang terdiri dari bola yang dapat berputar dengan bebas pada sebuah lubang. Saat berputar, bola tersebut akan mengambil tinta dari sebuah cartridge, tinta membasahi bola kecil yang mengalir secara kapiler dan dengan bantuan gravitasi, kemudian menggelinding agar menempel pada permukaan kertas.

            Bola kecil itulah yang membuat pena tersebut diberi nama Ballpoint atau yang lazim disebut orang Indonesia sebagai bolpen/pulpen.

Era pulpen tersebut berhasil menggantikan era pena bulu angsa yang dinilai cukup merepotkan. Utamanya para jurnalis yang sering menuliskan hasil wawancara secara tertulis.

Alat tulis ini ternyata tidak hanya digunakan oleh kalangan pendidik atau pekerja kantoran saja, melainkan hampir setiap sektor kehidupan dan industri. Sudah pasti pulpen tertulis pada rencana anggaran belanja.

Mulai dari perusahaan paling canggih sekalipun, hingga usaha umkm yang yang menjajakan makanan kecil di pinggir jalan. Pulpen seakan menjadi barang wajib yang harus ada entah untuk mendokumentasikan arus kas atau mencatat hasil rapat.

Bagi generasi 80an-90an, pulpen juga berfungsi untuk memutar kaset pita, hal ini digunakan ketika ingin mendengarkan lagu yang ada di tengah track.

Meski alat ini memiliki peran yang sangat urgent bagi kehidupan manusia, bukan berarti keberadaan pulpen terbebas dari masalah. Di Irlandia tutup pena telah menjadi penyebab 100 kematian per tahun. Kematian tersebut disebabkan karena banyak orang yang tidak sengaja menggigit atau mengunyah ujung tutup pena saat sedang menulis.

Jika tanpa sengaja pulpen tersebut terperangkap di dalam kerongkongan, maka yang bersangkutan haruslah mendapatkan pertolongan segera, jika tidak maka fatal resikonya.

Terkait dengan masalah tersebut, beberapa merk pulpen mendesain ujung tutup pulpennya dengan melubangi bagian tengahnya, hal tersebut merupakan antisipasi jika tutup pulpen tertelan oleh penggunanya, maka masih memungkinkan oksigen masuk melalui lubang tersebut. Kejadian tersedak ini akan menjadi lebih berbahaya jika ujung tutup pena tidak memiliki lubang.

Selain itu, pulpen juga dapat menimbulkan masalah sosial yang cukup serius, seperti peminjaman pulpen yang tidak dikembalikan, atau pulpen yang tiba-tiba hilang entah kemana. Solusi yang paling mungkin adalah dengan menuliskan nama pada pulpen tersebut atau juga pulpen tersebut menjadi barang yang dipakai secara publik maka kaitkan pulpen dengan tali.

Jika Pulpen Bisa Bicara

Membayangkan benda mati yang bisa bicara tentu merupakan hal yang dianggap sebagian orang seabgai kegiatan yang kurang berfaedah, namun untuk benda yang satu ini ternyata ada hal yang cukup serius untuk di bayangkan.

Jika pulpen bisa bicara, tentu saja dia akan berteriak ketika dirinya digigit oleh manusia yang sedang berpikir. Kebiasaan menggigit pulpen tentu jamak kita lihat bahkan saya sendiri pernah melakukannya.

Ketika Pulpen digigit oleh manusia, maka kemungkinan pulpen tersebut akan berteriak "jangan gigit aku, ada virus corona yang tertempel"

Atau mungkin ketika manusia lupa menutup pulpen, maka sang pulpen akan berteriak "tutuplah aku, nanti kalau kering jadi susah digunakan kembali"

Saya juga membayangkan apabila pulpen di seluruh dunia memutuskan untuk mogok kerja dalam sehari. Sehingga pada hari itu tidak ada satupun pulpen yang bisa digunakan untuk menulis apapun.

Bayangkan, berapa banyak Mou yang tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sewaktu menandatangani nota kesepahaman tidak ada pulpen yang bisa digunakan.

Berapa banyak siswa dan mahasiswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran dengan baik karena tidak bisa mencatat materi yang disampaikan oleh Guru atau Dosen.

Lalu berapa banyak pula pasien yang tidak mendapatkan resep obat karena dokter di seluruh dunia tidak bisa menuliskan resep obat. Selain itu para perawat di rumah sakit atau klinik tentu saja tidak bisa mendokumentasikan asuhan keperawatan pasien yang tengah mendapatkan perawatan.

Membayangkan hal ini tentu terkesan berlebihan, tapi bagaimanapun juga perangkat old school seperti pulpen memang sulit untuk tergantikan oleh apapun.

Akhir kata, selamat hari pulpen Internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun